Liya kali ini berjalan santai menuju kelas Vano, dengan kedua benda yang ia sembunyikan di belakang punggungnya.
Liya sudah meyakinkan bahwa ini bukanlah mimpi. Tadi ia sudah meminta bantuan Riska untuk mencubit tangannya dan hasilnya Liya dapat merasakannya. Dan jujur cubitan Riska keras juga sampai tangan Liya masih berdenyut sampai sekarang.
Liya belum berani masuk, ia menyandarkan punggungnya ke dinding sebelah pintu.
Liya-Liya, lo harus berani. Semoga aja mimpi gue tadi jadi kenyataan, aamiin.
Setelah mengatakan itu di dalam hati Liya langsung saja masuk ke dalam kelas Vano. Namun, langkah Liya berhenti, padahal baru saja satu langkah.
Liya berhenti karena melihat Vano yang akan keluar kelas dengan raut tak enak. Dari yang semula memandang wajah Vano, Liya kemudian menatap sahabat Vano yang sedang mengejar sambil memanggil nama Vano. Liya bingung.