Namaku Agatha Sastra Ayu Triwijaya yang sering di sapa Agatha. Menjalani kehidupan normal seperti manusia pada umumnya. Aku di lahirkan dari perempuan yang kuat dan memiliki seorang ayah yang begitu hebat. Kehidupan kami begitu damai dan harmonis walau dari kita semua memilih jalur yang berbeda. Ayah dan ibu sangat menghormati segala keputusan anak-anaknya dalam mengemban masa depan dan jati diri masing-masing.
Aku Agatha seorang perempuan yang memiliki posisi pekerjaan yang bagus, memiliki image perempuan yang begitu mendedikasikan jiwa dan raga pada pekerjaan dan suara wanita. Aku tegaskan bahwa semua wanita harus mempunyai peranan yang sama dengan para pria berjas.
Di era global modernisasi dan digital memang patut lebih mengapresiasikan posisi perempuan harus jauh lebih berkelas dan sejajar dengan pria. Kesenjangan sosial dan gender adalah isu yang besar di tengah masyarakat.
Dari sekian sanjung-puji dan senyuman manis selalu ku terima dengan baik. Ya seharusnya sebuah pemberian kasih yang tulus dan suci dari seseorang atau sekelompok dapat di terima dengan suka cita sebagai bentuk penghargaan diri sendiri dan orang lain. Jika sekalipun itu sebuah kebohongan belaka maka terimalah dengan bijak.
Dengan kehidupan yang begitu sempurna sekiranya hatiku tetap tanpa jiwa dan palsu. Memang sebagian semua itu adalah kebenaran dari sanubariku yang terdalam. Tapi kenyataan memang tak semanis gula yang memanjakan lidah para penikmat manis. Aku bukan perempuan sederhana untuk di pahami dan di bayangkan.
Di balik topeng yang kusematkan pada wajahku, ku rapatkan hal bau busuk dari tubuhku. Mungkin dari setiap orang yang akan mendengar pasti tertawa dan mendoktrin dirinya untuk tidak mempercayai sisi tergelapku. Aku bukan wanita yang sempurna di era millenial ini. Itu hanya kamuflase!
"Apa kau tidak bisa menunda pekerjaan dinasmu?"
"Tentu saja aku tidak bisa menunda semua itu. Jika aku melakukan itu sama saja aku membahayakan karir ku."
"Baiklah aku tidak akan membujukmu lagi tapi."
Suara itu terhenti sejenak dan bergerak pelan menuju diriku yang sedang sibuk memilih pakaian mana yang harus aku kenakan esok hari. Paman bertubuh gembul itu mendorongku ke tepian ranjang dan mencoba mencumbu leherku. Tangannya nakal menarik rok miniku yang super tipis. Aku mulai menarik nafas untuk melakukan ritual yang sudah sering kulakukan pada pria-pria mesum. Sang paman mulai mengencangkan uratnya untuk melumat segalanya yang ada pada diriku. Aku sendiri membiarkan apapun yang ia lakukan di atas tubuhku.
Aku menutup mulutnya dengan satu tangan kananku, sengaja untuk menghentikan aktivitas panas tersebut. Wajahnya terlihat heran dan bertanya. Aku tahu seksual rangsangannya baru mulai mekar. Terlihat jelas cetakan celananya mulai mengembung.
"Paman ponselmu berbunyi sebanyak tiga kali, itu pasti dari istrimu."
"Sudah ku bilang sebelumnya kau tidak usah menghiraukannya. Kau tenang saja wanita bodoh itu gampang aku tipu."
"Sudah berapa kali ku bilang padamu ini just having fun. Jika paman ingin serius berkencan denganku seharusnya menceraikannya dari bulan lalu."
"Kau tahu kan aku tidak bisa menceraikannya begitu saja. Seluruh kekayaan ini adalah milik keluarganya."
"Paman tahu kan kalo aku tidak bisa menerima yang namanya hubungan yang terlalu lama. Mari kita balik ke perjanjian awal hubungan kita akan selesai bulan depan."
"Kau tahu kan aku tidak bisa hidup tanpamu. Kamu muda, cantik dan agresif saat kita bercinta sedangkan wanita tua itu sudah tidak menarik di ranjang dan tidak cantik lagi."
"Paman mari kita melakukan yang terbaik sampai hari perjanjian kita."
Pria itu mengemis dan bertekuk lutut di bawah. Pria itu menundukkan kepalanya beberapa kali sambil memohon. Aku diam saja menatap ke dalam matanya. Hal yang sebenarnya yang terjadi adalah aku tidak menemukan sosok yang ku rindukan pada diri tua bangka itu. Aku bosen pada dirinya yang tua dan egois.
Ponsel kembali berbunyi tapi jenis pria tua ini masih saja beringsut memohon di kakiku. Apapun alasan dan hadiah tidak akan bisa mengubah keputusanku yang bulat. Aku kesal. Aku meraih ponsel di atas nakas samping ranjang. Aku mengangkatnya tanpa suara lalu menyerahkan ponsel ke pemiliknya. Pria itu berubah drastis seratus delapan puluh derajat dalam bersikap dan manis dalam merayu. Dasar pria hidung belang!