Chereads / Circle : Anti Romantic / Chapter 25 - Pencarian

Chapter 25 - Pencarian

"Ma, bangun, Ma...."

"Maa...."

"Mama ... bangun, Maa...."

Reiley mengoyak tubuh bu Yuki sampai terbangun.

Setelah teman-temannya bertingkah aneh di seberang sana. Reiley tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ia nekat pergi ke kamar mamanya untuk meminta ijin menjemput teman-temannya, di tengah malam seperti ini. Sebenarnya Reiley juga tahu, mungkin hal ini tidak akan berhasil, bahkan mustahil. Dalam arti, percuma mengoyak tubuh mamanya sedari tadi, karena tidak akan mendapatkan izin. Tapi dirinya begitu nekat.

"Yaampun, Sayang. Ada apa, Nak? Apa yang kamu lakukan kemari? Kaget lo mama," ujar bu Yuki yang terbangun, sontak kaget karena kemunculan putrinya yang tak terduga di tengah malam seperti ini.

Reiley masih menunduk cemas. Ia harus bertindak nekat demi teman-temannya yang mungkin akan terkena marabahaya. "Mama, papa mana, Ma?" lirih Reiley. Gadis itu celingukan, mencari sosok Presdir Arez, meski tahu papanya sedang di luar kota, dan topiknya sama sekali tidak nyambung. Padahal niat dari topik awal tidak seperti ini sebenarnya, hal itu karena Reiley sangat gugup.

Bu Yuki menarik lengan putrinya hingga jatuh ke ranjangnya. "Apa-apaan kamu ini? Mengangetkan saja. Tumben cari papa selarut ini? Memangnya ada apa? Kamu bermimpi buruk?" cecar bu Yuki, kala putrinya bertingkah aneh.

"T-tidak, Ma. Reiley tidak bermimpi buruk. Hanya saja, Reiley belum...." Tiba-tiba berhenti berucap.

"Belum apa? Bicaralah!" paksa bu Yuki cemas. Dirinya telah dibuat penasaran oleh pertanyaan tidak nyambung dari putri tunggalnya itu.

"Yasudah, Ma. Karena papa malam ini nggak pulang. Lupakan saja kejadian ini. Reiley ngantuk. Reiley kembali dulu ke kamar Reiley. Maaf, ya, Ma. Udah ganggu tidur malam mama," keluh Reiley meminta maaf dan meninggalkan kamar bu Yuki begitu saja. Ia tiba-tiba berat dan takut, saat meminta ijin.

Reiley kembali ke kamarnya dengan nafas tak beraturan. Keringat pun berjatuhan membanjiri tubuhnya. Dirinya harus berbuat, sebelum terlambat. Reiley meraih ponselnya yang tergeletak di atas ranjang. Nomor kontak bernama 'Jay' tampak di tekan olehnya. Kini status panggilan menjadi memanggil...

"Ayo, Jay angkat ... gue butuh lo saat ini," rengek Reiley menghentak-hentakan kakinya yang sama sekali tidak beralaskan apapun itu. Jujur saja ia tidak berani bertindak seorang diri. Karena Jay mungkin bisa membantunya, kenapa tidak, pikirnya.

"Halo ... ada apa tunanganku malem-malem begini telepon? Kangen, ya?" ujar Jay dari seberang sana. Ia begitu senang saat Reiley menghubunginya.

"Jay ... Jay ... lo bisa ngga ke Eleranda Palace sekarang? Gue bener-bener butuh bantuan lo sekarang juga. Please, Jay. Lo mau, kan?" paksa Reiley langsung terus terang. Dirinya yakin, bahwa Jay tidak akan berani menolaknya.

"Selarut ini? Lo kangen gue selarut ini? Astaga Ley ... yaudah-yaudah gue kesana sekarang. Gue dimana? Engga ... maksud gue, gue langsung ke rumah lo apa gimana? Atau lo yang keluar?"

"Jangan sampe lo tertangkap kamera pengawas. Dan lagi, lo jangan sampe masuk ke basemen parkir. Lo tau taman Eleranda Palace, kan? Nah lo tunggu gue disana! Jangan ke mana-mana," tutur Reiley mengarahkan.

"Hah? Gimana-gimana? Lo mau kabur?" Jay tidak paham, dan tingkah Reiley malam ini sangat aneh baginya.

"Nanti gue jelasin, lo berangkat sekarang cepat! Gue juga mau ganti pakaian tebal dulu," ketus Reiley terbawa suasana.

Tittt ... Tittt ...

Panggilan terputus begitu saja.

***

Jay tampak sudah berada di taman Eleranda Palace. Taman itu tak jauh dari taman sudut kota. Bedanya, taman Eleranda Palace jauh lebih mewah dan terdapat tiga air mancur. Sedangkan taman sudut kota hanya ada satu air mancur, namun terbentang luas dan besar.

Jay menunggu di dalam mobil sampai Reiley mendatanginya. Di sisi lain, Reiley celingukan mencari keberadaan cowok tunangannya itu. Yang pastinya ia sudah berada di lantai bawah sedari tadi.

Lima menit kemudian...

Akhirnya Reiley menemukan keberadaan mobil Jay yang berwarna hitam itu.

Dokkk ... Dokkk ... Dokkk ...

Sontak Reiley menggebrak jendela mobil Jay. "Buka cepet," gugup Reiley.

Jay yang menyadarinya langsung membuka pintu mobil yang terkunci rapat itu.

"Sorry ... sorry, aku nggak tau kamu diluar sedari tadi." Jay mempersilahkan tunangannya agar segera masuk ke dalam mobilnya.

"Gila sih ini, bisa-bisanya, tadi baru 'lo gue' sekarang 'aku kamu' lagi. Waras?" pekik Reiley sambil melilitkan sabuk pengaman ke tubuhnya. "Udah jalan sekarang. Ke arah kampus gue dulu. Ntar gue kasih tau jalan selanjutnya," suruh Reiley gugup. Ujung matanya tidak bisa lepas ke arah belakang—takut mamanya mengikutinya.

"Astagaa ... gimana, sih? Aku nggak paham sama sekali sumpah. Sebenernya ada apa? Ini larut banget loh! Mama papa kamu tahu, kalo misalkan kamu sekarang keluar sama aku? Di ijinin?"

"Eh kalo nyetir yang cepet dong. Kenapa pelan-pelan? Lo nggak tau gue sedang buru-buru?" bentak Reiley mengalihkan pembicaraan.

"Iya sorry ... sorry." Menancapkan gas.

***

"Nggak tau juga, Kak. Yang pastinya tadi, Kak Elle itu masuk ke jalan itu. Dan jalannya hampir ilang. Sumpah nggak kuat, ayo pulang aja. Ngapain juga kesini? Ngeri ihhh," rengek Esme, si maknae yang paling penakut.

"Beneran, Me? Kok belum balik-balik? Gue merinding sialan. Sell, lo kok diem aja sih? Kemana perginya, Elle? Lo pasti tau sesuatu bukan?" cecar Elend diselimuti kepanikan. Ia tak menduga akan uji nyali di desa pedalaman seperti ini—hanya dengan membawa flashlight hp saja.

Sellena bersikap aneh. Ia diam tak bergerak ataupun menjawab pertanyaan dari Elend dan Esme yang ketakutan sedari tadi.

"Sell ... Ellera kok lama? Lo jawab dong! Di tanya diem aja lo. Di jalan itu memang ada apasih? Ada sesuatu di dalam sana? Bisa-bisanya berani banget tuh anak." Elend tidak bisa berhenti merengek karena tempat yang di masuki Ellera memang semenyeramkan itu. Apalagi ini tengah malam. Tidak ada satu orang pun yang berani lalu lalang di jalan gelap gulita seperti ini.

"Kak, jangan bikin kita cemas dong. Kak, Elle ngapain?" Esme mengoyak tubuh Sellena yang sedari tadi diam.

Sontak Elend mengarahkan flashlight ponselnya ke arah wajah Sellena. Memastikan apa yang telah dilakukan Sellena sebenarnya. Sehingga mengabaikannya "Sell...." lirih Elend menggeliat. Melihat tingkah aneh Sellena. Spontan Esme menarik tangan Elend. Ia sangat ketakutan saat melihat wajah Sellena.

"Sell, lo jangan main-main sama kita! Lo gila? Mau nakut-nakutin kita? Engga, Sell. Engga lucu tau, ngga? Elle mana? Tinggal jawab apa susahnya? Masa pipis doang berjam-jam, bikin risau aja. Besok kita pulang! Semua keluarga nungguin kita dirumah. Jangan macem-macem awas saja. Tengah malem ngilang, di cariin malah lari masuk ke jalan itu. Ingat ini bukan tempat kita. Kita harus patuh dan hormat di tempat asing seperti ini," bentak Elend mulai kesal. Meski takut, akan tetapi sikap dewasanya tak akan hilang.

"Berisik! Kalian diam aja udah. Kita tunggu sampai Ellera keluar dengan sendirinya. Kalau misalkan belum juga keluar, kita tunggu lagi sampai benar-benar keluar. Tugas kita hanya menunggu, Elle sampai keluar." Sellena angkat bicara. Nada suaranya bahkan sangat datar. Membuat Esme dan Elend semakin merinding.

"Nih anak ngantuk apa kesurupan, sih? Heh Sell ... sadar, Sell. Lo itu, ya." Dengan menabok tubuh Sellena, mungkin itu akan sedikit membuat Sellena sadar.

"Setelah hitungan ketiga. Ellera pasti akan keluar. Satu ... dua ... tiga ..." Sellena memejamkan matanya sejenak, sembari menghitung.

"Sell, hentikan! Nggak lucu tau nggak!" Elend semakin merinding, dan Esme tidak bisa melepaskan tubuh Elend dari tubuhnya. "Kak, ayo balik, Kak." Benih bening berjatuhan di pipi Esme. Ia tak kuasa menahan rasa takut.

"Kalian masih di sini? Gue kira udah balik duluan," celetuk Ellera, keluar dari jalur jurang itu.