"Mamah tidak sakit, kamu tidak lihat Mamah sehat walafiat seperti ini. Apa kamu berharap Mamah sakit."
"Ya, habisnya aku heran saja. Biasanya `kan Mamah selalu membela Tante Rose, tumbenan banget Mamah setuju dengan ucapan ku."
Bagaimana Lexi tidak merasa heran dengannya, karena sebelum-sebelumnya Mamah akan selalu membela Tante Rose dan membenarkan semua ucapannya. Padahal Lexi adalah anak perempuan semata wayang nya, tapi ketika di hadapkan dengan Tante Rose, Lexi akan selalu kehilangan suara dukungan darinya.
Tidak habis pikir saja, sekarang Mamah akan membenarkan ucapan Lexi dan menganggap jika tindakan Tante Rose sudah terlalu membuat Lexi sebagai seorang keponakan menjadi tidak nyaman. Lexi merasa jika seharusnya Mamah sadar akan hal ini sejak lama.
"Ucapan Tante Rose sebenarnya tidak ada yang salah, maka dari itu Mamah selalu membenarkannya. Tapi hari ini dia mengungkit perihal anak kepada kalian, padahal dia sendiri juga tahu jika kalian baru saja menikah kemarin. Mamah merasa ucapannya terlalu berlebihan tadi, tapi bukan berarti Mamah juga meminta kalian untuk menunda mempunyai anak. Justru sebaliknya, Mamah ingin kalian menyegerakan untuk mempunyai anak, mengingat usia kalian saat ini."
"Aku juga paham untuk hal itu Mamah."
"Pokoknya jangan menundanya, karena Mamah menentang keras hal ini. Kamu sendiri adalah seorang dokter Lexi, jadi kamu pasti lebih tahu dan paham akan hal ini dari pada Mamah."
"Tentu."
"Kalau begitu Mamah akan ke belakang untuk melihat tanaman bunga Mamah, kemarin salah satu keponakan kamu ada yang mencabut bunga di belakang tanpa se-pengetahuan. Mamah ingin memeriksanya."
Mamah bangkit dan pergi ke halaman belakang untuk melihat tanaman bunganya, seperti yang barusan dia katakan. Sepertinya kemarin memang ada salah satu anak sepupu Lexi yang bermain di halaman belakang dan membawa bunga di tangannya ketika kembali masuk ke dalam.
Jika Lexi ingat, seharusnya itu adalah salah satu tanaman milik Mamah yang paling di jaga. Karena tanamannya yang hanya mengeluarkan bunga selama setahun satu kali. Entah seperti apa perasaan Mamah kemarin melihat bunga yang sudah di tunggu-tunggunya tumbuh, di cabut begitu saja dan di jadikan mainan.
Dengan banyaknya orang di rumah Lexi kemarin, Mamah juga tidak bisa marah dan hanya bisa meredam kekesalannya lalu tetap tersenyum seolah tidak terjadi hal apapun. Padahal jika Lexi yang melakukannya, dia sangat yakin kemungkinan dirinya di hapus dari kartu keluarga. Tinggi kemungkinannya.
Walaupun Lexi akan keluar dari kartu keluarga orang tuanya cepat atau lambat dan dia akan mempunyai benda berbentuk kertas tersebut bersama dengan Ben. Tetap saja, itu adalah suatu kesalahan yang sangat fatal.
"Lex," panggil Ben.
"Ya?"
"Soal anak, kamu yakin ingin memilikinya dalam waktu dekat?"
Lexi berhenti memandang televisi yang memberikan informasi tentang salah satu artis dalam negeri yang baru saja melahirkan di luar negeri, yang sempat membuat Lexi merasa heran karena ternyata hal ini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Lexi bahkan mendengar beberapa perawat di rumah sakit juga ikut membicarakan hal ini.
Seperti sebuah kebetulan, dengan tayangan itu tiba-tiba Ben mempertanyakan apakah Lexi yakin ingin memiliki anak dalam waktu dekat ini. Membuatnya mengerutkan alis heran memandang pria yang sudah berubah dari sahabat menjadi suaminya tersebut.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
"Tidak, aku hanya takut kamu merasa tidak nyaman dengan banyaknya desakan dari orang yang ingin kita segera memiliki anak. Aku tahu jika usia kita berdua memang sudah tidak muda lagi dan memiliki anak secepatnya adalah yang terbaik. Tapi apakah kamu siap dengan itu semua, apalagi aku sendiri masih belum yakin apakah kita berdua benar-benar sudah saling mencintai."
Lexi menatap Ben yang berbicara kepadanya dengan penuh kehati-hatian, Lexi tahu seperti apa karakter Ben bahkan mungkin dia sudah sangat hatam dengan pria yang sudah di kenal nya tersebut selama belasan tahun.
Ben sangat memikirkan perasaan Lexi, pernikahan mereka berdua memang tidak sepenuhnya karena perasaan cinta antara satu sama lain. Lexi juga mengerti hal ini, tapi mereka sudah mengenal dalam waktu yang sangat lama. Sehingga Lexi tidak memiliki banyak keraguan ketika Ben mengajak nya untuk menikah.
Lexi tahu seperti apa Ben, begitu juga sebaliknya. Jika harus jujur, selama Lexi hidup Ben adalah pria paling baik yang pernah Lexi temui selain Papah dan Kakek Lexi. Ben mempunyai hampir semua hal yang harus di miliki oleh seorang pria. Mulai dari wajah yang tampan, cerdas, kaya, dan memiliki kepribadian yang baik.
Sejauh ini Lexi tidak pernah bertemu dengan orang yang dapat membandingi kepribadian Ben. Entah kenapa pria itu terlahir dengan begitu sempurna, namun anehnya Ben dengan semua hal yang Ben miliki tersebut. Pria itu tidak pernah memiliki kekasih satu pun selama Lexi mengenalnya.
Lexi sendiri tidak mengerti dengan pikiran yang ada di dalam kepala Ben, kenapa pria itu tidak pernah memiliki kekasih. Padahal ada begitu banyak wanita yang tertarik kepadanya dan mengejar cinta Ben seperti orang gila.
Tidak jarang Lexi mendapati jika para wanita yang menyukai dan mengejar-ngejar cinta Ben. Kebanyakan adalah wanita yang cantik, kaya raya, dan cerdas. Tidak jauh berbeda dengan Ben sendiri, tapi anehnya pria itu tidak pernah melihat mereka sama sekali bahkan untuk melirik sekalipun.
Pernah suatu kali Lexi menanyakan perihal tersebut kepada Ben, pria itu selalu memiliki banyak kalimat alasan untuk menyangkal semua perkataan Lexi. Seperti ketika semasa SMA, Ben selalu beralasan jika dirinya belum siap untuk menjalin hubungan dengan seorang wanita karena dirinya masih harus fokus dalam belajar karena semua pemikirannya dihabiskan agar dapat masuk ke dalam Universitas terbaik negeri ini.
Hal ini masih berlaku hingga Ben dan Lexi menginjak bangku kuliah, Ben masih memberikan alasan yang sama kepada Lexi setiap kali gadis itu menanyakan hal sama. Bahkan ketika Ben dan Lexi sudah keluar dari Universitas, Ben masih mengelak dengan mengatakan jika dirinya terlalu sibuk bekerja sehingga tidak mempunyai waktu untuk berkencan.
Lexi hanya dapat memutar matanya malas dengan setiap alasan yang Ben berikan kepadanya. Pria itu memang tidak pernah tertarik dengan seorang wanita dan tidak ingin menjalin hubungan dengan salah satu dari para wanita yang tergila-gila kepadanya.
Hingga saat ini hal tersebut masih menjadi sebuah misteri bahkan untuk Lexi sendiri. Ben tidak pernah menjelaskan kepadanya apa alasan sebenarnya yang di miliki oleh pria itu, hingga sekarang tidak pernah menjalin kisah asmara dengan wanita dan memilih untuk terus sendirian sampai menikah dengan Lexi sekarang.
Mereka berdua memang setuju untuk menikah dan berjanji untuk menjadi teman hidup hingga mati. Namun masih ada satu hal yang mengganjal di dalam hati Lexi yang sampai saat ini masih belum dia ungkapkan kepada Ben. Yaitu jika selama ini Ben tahan untuk tidak menjalin hubungan dengan seorang wanita, lalu kenapa pada akhirnya dia memilih untuk menikah bersama dengan Lexi.
Rasa penasaran melanda hati Lexi dan membuatnya menjadi tidak nyaman.