Setelah drama singkat tentang cerita seorang wanita yang di tinggal pergi oleh kekasih hatinya demi wanita lain, Sakura memutuskan untuk berjalan-jalan dulu guna menghilangkan otak dan hatinya yang terasa penat.
Berbelanja beberapa baju, sepatu, tas, sandal jepit, aksesoris wanita, bahkan entah kenapa dirinya bisa membeli ponsel keluaran terbaru lagi.
Sambil menatap paper bag yang ada di kedua tangannya, desahan kesal terdengar. Lagi-lagi penyakit shopaholic-nya kembali kumat jika hatinya sedang galau.
Kalau sudah begini Sakura akan memberikannya pada yang lebih membutuhkan saja.
Seperti biasa.
Sekarang, Sakura harus pulang mengingat sekarang telah menjelang malam. Dia belum menyiapkan makan malam untuk adiknya dan dirinya.
Belum lagi ada jadwal berbelanja kebutuhan bulanan.
Sakura akan membelikan camilan saja untuk adiknya. Mengingat pemuda itu begitu menyukai makanan ringan.
---
Sakura memarkirkan Honda Civic putih hadiah ulang tahun yang ke 17 dari papanya, di sisi pekarangan rumah. Beruntung dirinya masih hidup sampai saat ini mengingat tadi dia menyetir sambil setengah melamun.
Dan yang terpenting dia tidak menabrak apapun. Siapapun.
Yah, bagaimanapun juga dirinya telah di campakan begitu saja oleh pria terkasihnya. Dan Sakura sedikit sulit untuk melupakan peristiwa yang membuat dirinya seperti orang bodoh.
Sakura mencoba untuk tersenyum di sepanjang jalan guna menghilangkan raut wajahnya yang masam, mengingat adiknya begitu pandai dalam melihat ekspresi seseorang.
Sakura tidak ingin membuat adiknya khawatir karena kondisinya saat ini. Dia akan menceritakan semuanya jika dirinya sudah siap.
Tapi toh, adiknya pasti dengan cepat mengetahuinya.
Mengambil napas dalam-dalam, lalu memasuki rumah berlantai dua yang dia dapat dari warisan kedua orang tuanya. Sakura melihat beberapa pasang sepatu yang dia yakini berhaga jutaan rupiah, di tata rapi di rak sepatu sudut teras. Lalu di susul oleh suara tawa laki-laki yang berbeda-beda dari dalam rumahnya.
Nampaknya sang adik sedang membawa teman-temannya ke sini. Dan ini pertama kalinya Sakura melihat teman sekolah adiknya.
Yah, mengingat pekerjaannya sebagai model majalah popular dan beberapa bisnis yang dia geluti sendiri. Dia terpaksa tidak ada waktu untuk mengenal dekat teman adiknya.
"Kakak pulang."
Dari ruang tengah muncul pemuda dengan postur tubuh tinggi tegap dan senyum sumringah yang berjalan menghampiri Sakura.
Pemuda itu memberikan pelukan hangat pada Sakura yang tentu saja di balas sama hangatnya oleh dirinya.
"Bawa oleh-oleh nih pasti." Ujar pemuda itu di akhiri dengan kekehan. Namun ada yang beda dengan tawa pemuda itu.
Rei Yamamoto, saudara kembar Sakura. Berusia tujuh belas tahun, lebih muda delapan tahun darinya, bersekolah di salah satu sekolah negeri di Jakarta. Memiliki wajah tampan yang begitu kental khas Jepang, seperti ibu mereka.
Kulitnya sangat putih. Iris matanya cokelat. Untuk ukuran anak SMA, Rei memiliki tubuh yang sangat tinggi. Bahkan melebihi tinggi tubuh Sakura.
Rei 178cm
Sakura 165cm
Mungkin karena Rei anak basket dan rajin olahraga pembentukan masa otot bersama teman-temannya, Rei bisa memiliki tubuh seperti menara Eiffel.
Walau usia mereka terpaut lumayan jauh, tapi wajah mereka begitu mirip. Sakura dengan wajah cantik dan manisnya. Rei dengan wajah tampan dan lucu.
"Iya." Sakura menyodorkan sebuah kantung plastik berukuran lumayan besar. "Ini Kakak beli cemilan buat stok, sih. Tapi kayaknya rumah kita kedatangan tamu, kamu makan aja bareng temen-temen kamu. Oh, iya, jangan lupa bawa masuk belanjaan kakak yang ada di mobil."
"Asik!" Rei merangkul bahu Sakura. Memeluknya dengan lebay. "Ntar aku ambil, Kak."
Mereka berdua berjalan beriringan menuju ruang tengah, di mana terdapat TV LCD berukuran besar yang terletak di depan meja dan sofa panjang--di kedua sisinya terdapat sofa tunggal--berwarna merah muda. Terdapat beberapa bantal sofa karikatur bunga sakura yang empuk. Di bawahnya di lapisi karpet beludru merah yang tipis, namun begitu halus.
Suara Rei terdengar seakan menahan tawa saat berkata, "Hoy! Kenalkan, Kanjeng Ratu Sakura. Pemilik dari rumah, telah datang."
Sakura agak terkejut melihat tiga kepala yang sedang asik memainkan video game serentak menoleh ke arah mereka, ke arahnya.
"Katanya kalian pengin banget tau kakak aku." Lanjut Rei.
"Wih! *Namihazureta..."
"**Totemo utsukushiku, kureiji!"
Rei tertawa sombong. "Yah, yah, kakak gue emang cantik. Liat aja adiknya kayak gimana." Terselip nada bangga di kalimatnya.
Dan Sakura pun sedikit geli melihat raut wajah tiga pemuda itu yang seakan tengah bertatap muka dengan artis Hollywood. Terperangah.
Sakura berjalan mendekat dan berdiri tepat di sisi sofa panjang, di samping pemuda yang agak familiar di ingatannya. Dia melihat satu-persatu bocah SMA--yang sedang berdiri--di depannya saat Rei mengenalkan para pejantan ini sebagai sahabat.
"Yang kulitnya agak cokelat kek tai namanya Rizal."
Terlihat dari sudut pandang Sakura, Rizal sepertinya bocil yang aktif. Periang. Murah senyum dan penuh semangat. Bahkan senyum pemuda itu menular pada Sakura.
Rizal mengulurkan tangan, mengabaikan ucapan Rei. "Aku Rizal. Salam kenal, Onee-chan."
Sakura tersenyum, menjabat tangan Rizal yang berkulit eksotis. "Salam kenal, saya Sakura. Mm.. Kita lagi di Indonesia, jadi gapapa panggil 'kakak' aja."
"Enggak, ah. Aku mau panggil Onee-chan aja, mumpung punya kenalan orang Jepang. Dan lagi biar kita cepet akrab." Rizal tertawa.
Suara Rei kembali terdengar. "Jangan gombalin Nee-chan gua, lu."
"Ceilah! Posesif, ah!" Gerutu Rizal main-main.
"Bodo amat." Rei kembali mengenalkan. "Nah, yang albino namanya Dava."
Saat menggenggam tangan Dava, Sakura tahu jika pemuda yang memiliki kulit yang begitu putih untuk jenis lelaki Asia ini selalu merawat tubuhnya dengan baik. Lihat saja telapak tangannya yang lembut.
"Dava. Salam kenal, kak Sakura."
Sakura membalas senyuman itu. "Salam kenal, Dava."
"Dan ini..."
Sakura sedikit mendongak, melihat jika tinggi mereka yang berbeda. Walau kening Sakura sebatas bibir pemuda itu.
Sebenarnya semua teman adiknya sangat tinggi-tinggi. Tapi dari keseluruhan yang paling tinggi memang adalah Rei, lalu pemuda di depannya. Rizal, dan Dava.
Pandangan Sakura teralih pada sosok pemuda dengan rambut hitam legam yang agak acak-acakan dan bermata cokelat. Dan jika tidak salah, Sakura melihat ekspresi keterkejutan yang terlihat di wajah pemuda itu, walau tidak sampai tiga detik. Lalu terganti dengan tarikan senyum tipis di sudut bibir yang penuh dan merah.
Sakura sama sekali tidak menyukai raut itu. Seakan dirinya berdiri telanjang di depan mata yang menyorot tajam dan intens padanya.
Dan Sakura benar-benar tidak menyukai bocah ini.
Tapi, gua kayaknya pernah liat nih bocil. Di mana ya--oh! Dia kan yang di kafe tadi. Yah, bodo amat! Bikin risih banget tatapannya.
"...siswa yang katanya paling populer di sekolah kita. Namanya Elias."
Saat Sakura masih dalam pikirannya, dia di suguhkan uluran tangan dari sang pemilik nama, yang saat ini menampilkan senyum yang Sakura yakini akan membuat perempuan mana saja bergetar.
Tapi tidak dengan Sakura, yang justru membuat dirinya merinding.
"Elias Lingga Patibrata." Pemuda itu sedikit mendongakkan dagunya, angkuh. Ekspresi sombong yang melampaui batas terlihat di wajahnya. "Pewaris tunggal perusahaan tembakau, batu bara, minyak bumi dan tambang emas."
Sewaktu sekolah menengah pertama hingga atas, Sakura ingat jika dirinya pernah dijahili oleh beberapa siswi yang tidak menyukainya, secara habis-habisan. Hampir setiap hari memakan hati karena sifat dan perlakuan mereka padanya.
Bahkan Sakura pernah dilempar batu oleh komplotan siswi preman di sekolah.
Dan walaupun seperti itu, selama Sakura hidup tidak sekalipun dia membenci orang lain. Meski pada teman-teman sekolahnya. Bahkan pada mantannya.
Sakura orang yang ikhlas dan penuh ketabahan walau hujan badai menerjang dirinya tetap teguh.
Tapi sekarang, rasanya Sakura bisa memahami bagaimana rasanya memiliki hati sehitam rambut pemuda di depannya. Hanya karena seonggok perkataan itu saja tapi sudah mampu membangkitkan gairah liar di dalam dirinya.
Sakura ingin mencincang manusia ini!
Karena Sakura paling anti dengan manusia yang secara diam-diam mendeklarasikan diri sebagai manusia sempurna dengan perkataan bagaikan;
Merendah untuk meroket.
Sakura tersentak ketika merasakan belaian kecil di punggung tangannya. Bahkan jika tidak fokus pada apa yang dia genggam, sepertinya dia tidak akan tahu jika itu adalah belaian erotis yang pemuda itu coba salurkan padanya.
Sialan, nih, bocah.
Dan Sakura harus menarik tangannya cepat-cepat jika tidak ingin mengumpat di depan adiknya.
"Saya Sakura." Bersamaan dengan Sakura yang menarik tangannya hingga berada di sisi tubuhnya kembali.
Sedikit mengelap bekas tangan dari pemuda yang mengaku bernama Elias di celana pendek yang dia kenakan.
Enggan untuk berlama-lama di ruangan itu, Sakura berinisiatif untuk beristirahat di kamarnya. Toh, dirinya memang benar-benar lelah.
Sakura menyentuh lengan Rei. "Kakak ke kamar, ya. Agak capek." Lalu menatap Rizal dan Dava. "Jangan lupa di makan ya camilannya. Maaf cuma seadanya." Di akhiri dengan senyum manis.
"Ini lebih dari cukup, Kak."
Rizal mengangguk mengiyakan ucapan Dava.
Rei mengelus rambut Sakura dengan sayang. Tahu jika Sakura sedang tidak baik-baik saja. "Nanti aku ke atas kalau udah selesai masak."
Walau Sakura lebih tua dari Rei, tapi jika menyangkut masak-memasak Sakura selalu mengandalkannya pada sang adik. Tapi Sakura tetap memasak dan pekerjaan rumah dia yang kerjakan juga. Hanya saja, Rei selalu memaksa jika pemuda itu ingin sedikit meringankan beban kakaknya.
Dan di satu sisi, untuk anak seusianya yang belajar dari resep internet, masakan Rei juga tak kalah enak dengan restoran mahal.
"Udah, gak usah masak. Kamu persen lewat ojek aja."
Sakura merogoh tas selempang mungil yang dikenakannya. Lalu mengeluarkan lima lembar uang dengan pecahan seratus ribu dan menyerahkannya pada Rei.
Setelah mengucapkan basa-basi pada teman-teman adiknya, tak terkecuali pada Elias--karena Sakura masih menjunjung tinggi nilai sopan santun dan ramah tamah pada tamu. Meski Sakura tidak menginginkan tamu seperti Elias di rumahnya--Sakura berjalan ke lantai atas menuju kamarnya yang ada di ujung, di samping kamar Rei.
Sakura menutup pintu kamar dengan dorongan kaki. Meletakkan tasnya di meja rias, melepas kemejanya, celananya. Dan melepas ikat rambut yang di kenakannya.
Lalu menghempaskan tubuhnya yang letih di ranjang besar nan empuk. Menghirup aroma campuran antara bunga sakura dan vanila yang menyebar di seluruh ruangan. Tanpa menghapus riasan, menyisakan dirinya hanya mengenakan celana dalam dan kamisol yang membungkus tubuhnya.
Desahan lelah keluar dari sela bibir. Terlalu berat kejadian yang dia alami hari ini; di putuskan oleh pacar di depan bocah SMA, dan yang lebih parahnya lagi bocah itu adalah sahabat adiknya.
Dan yang lebih, lebih, lebih, lebih sialannya lagi anak itu memiliki sifat yang bikin mood Sakura turun drastis.
Rasanya Sakura tidak merelakan adiknya memiliki sahabat seperti Elias.
Beberapa menit berlalu, tanpa sadar Sakura telah terlelap dalam tidurnya. Namun begitu dia akan menggapai mimpi indahnya, suara ketukan pintu terdengar dari arah belakang tubuhnya.
Karena terlalu lelah untuk membuka pintu, juga karena Sakura yakin itu adalah Rei, dia hanya bergumam bak lebah untuk menginterupsi seseorang yang dia yakini adalah adiknya, untuk masuk.
Untuk beberapa saat Sakura tidak mendengar suara apapun yang menandakan jika Rei telah masuk. Mungkin Rei berniat kembali ke lantai bawah karena melihat dirinya yang terbaring. Karena Rei bukan tipe orang yang suka mengganggu ketenangan orang lain. Kecuali di saat-saat tertentu.
Tapi begitu suara samar pintu yang tertutup, dan suara langkah kaki berjalan mendekatinya, Sakura yakin jika adiknya benar-benar ingin tahu apa yang sedang terjadi padanya saat ini.
Dengan suara parau Sakura bergumam, "Kakak nggak apa-apa, Rei. Kamu temenin temen-temen kamu aja." Dengan sedikit enggan karena kantuk, dia melanjutkan, "Malem ini tidur sini, Kakak bakal cerita semuanya. Kakak janji."
Tubuh Sakura berguncang pelan karena seseorang merangkak naik ke atas tempat tidurnya. Di atas tubuhnya. Dan karena hal itu membuat tubuhnya menjadi terlentang. Sedikit menyingkap bagian bawah kamisolnya.
"Ada apa, Rei?" Tanpa membuka mata, Sakura bergumam seperti orang mabuk. "Ngapain di atas Kakak? Kamu gak mungkin tiba-tiba jadi nafsu ,kan, pas liat Kakak kayak gini? Kayak gak pernah liat Kakak pakek koloran aja."
Namun hanya deru napas berat yang terdengar, membuat Sakura kesal sendiri.
Suara Sakura menjadi tegas. "Sana. Jangan ganggu Kakak dulu. Gak kayak biasanya kamu--"
Bersamaan dengan kelopak matanya yang terbuka, menampilkan sesosok makhluk yang membuat dirinya mendidih, tepat di atas tubuhnya.
Sakura tidak dapat menyembunyikannya rasa terkejutnya hingga tanpa sadar kedua tangannya mendorong dada keras itu dengan kasar.
"Brengsek! Apa yang lo lakuin di sini!"
Sial! Bocah ini sama sekali tidak bergerak seinci pun! Padahal Sakura sudah mengerahkan seluruh kekuatannya.
Bocah Hulk!
Sakura menambah tenaganya untuk mendorong tubuh Elias, dan berinisiatif untuk bangun. Tapi tetap! Elias sama sekali tidak bergerak sama sekali.
Tubuhnya di kukung dengan tubuh besar pemuda itu. Bahkan Sakura tidak bisa menggerakkan kakinya.
Dalam sekali sentakan keras Elias membuat kedua tangannya yang terkepal sudah berada di sisi wajahnya. Membuat akses pemuda itu untuk bisa mendekatkan wajahnya padanya.
Hanya beberapa inci lagi hingga bibir mereka bersentuhan.
Sakura menggeram. Tatapannya tajam sarat akan perintah saat dia berkata, "Minggir."
Dia benar-benar tidak mengerti apa yang di inginkan pemuda ini.
Menyusup ke dalam kamar seorang wanita adalah suatu tindakan kriminalitas!
"Rei!--"
"Percuma, Sakura. Dia gak akan denger teriakan kamu."
Alis Sakura menyatu, membuat kerutan di dahinya. Terlebih mendengar namanya di panggil dengan begitu entengnya.
Elias yang mengerti ketidakpahaman yang terlihat di wajahnya, kembali berbicara. "Mereka semua keluar."
Oh. Sakura paham.
Sakura menyeringai jijik. Mengungkapkan sebuah pernyataan. "Sengaja."
Elias mengendikkan bahu. "Seperti itulah."
Apa yang di rencanakan bocah ini?
Elias melanjutkan, "Dan di rumah ini cuma ada kita berdua."
Sakura tanpa sadar menggertakkan giginya. Dia baru tahu jika ada bocah SMA yang diam-diam memiliki sifat bajingan seperti Elias. Dan parahnya ia adalah sahabat adiknya.
Sungguh di sayangkan.
"Apa yang lo mau?"
Elias tertawa kecil. Tawanya membuat darah Sakura berdesir aneh.
"Yah... Jika kamu pengin tau. Bagaimana sambil menunggu kepulangan mereka paling cepat dua jam lagi..."
Dada Sakura naik turun dengan cepat. Napasnya bergemuruh karena desakan untuk menghajar wajah tampan Elias dengan tangannya yang masih terkepal.
"Kita habiskan waktu ini dengan hal yang lebih menantang."
🍅tebece🍒
maaf yaa, karena nulis dari hape jadi gabisa ngasih garis miring di beberapa kalimat dan kata yang semestinya pakai garis miring :(
Kamus;
*Luar biasa
**Sangat cantik, gila!