Chereads / Jodohku seorang duren / Chapter 26 - gertakan Rahma

Chapter 26 - gertakan Rahma

"Zahra..." Naura memeluk tubuh Zahra baru juga semalaman tidak bertemu rasanya sudah sangat lama.

"Kamu sudah makan belum dek? Mau Mama masakin apa?"

"Zahra mau ikut Mama Naura aja," ucap Zahra melirik pada Bram dan juga Cesillia.

"Pokoknya Zahra gak mau ikut mereka Ma," seru Zahra.

Bram dan Rifki saling pandang. "Apa kamu memperlakukannya dengan baik?" tanya Rifki dengan tatapannya yang tajam.

"Tentu saja karena dia anakku," balas Bram ketus tak mau kalah dengan Rifki.

"Kenapa dia bisa takut padamu hah!" bentak Rifki membuat semua yang ada di dalam ruangan tersebut tercengang.

"Mas, tolong redam emosinya ada Zahra di sini."

"Ayo dek, kita makan di kantin," ajak Naura membawa Zahra pergi daripada terus mendengarkan pertengkaran yang tak seharusnya dia dengar.

Rifki dan Bram saling diam hanyut dengan pemikirannya masing-masing. "Aku minta tolong padamu Bram, jika memang kau menyayangi Zahra lepaskan dia dan biarkan dia bahagia bersama kami."

Bram menatap Rifki tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Terlebih dia berkata 'meminta' seakan dia benar-benar membutuhkan Zahra.

"Apa jaminannya jika dia hidup bahagia denganmu Rif?" sela Bram.

"Tentu saja ada, dia membutuhkan Naura sebagai mamanya. Jika dia hidup bersamamu apakah kau yakin bisa memenuhi kebutuhannya seperti seorang ibu pengganti?" Bram mengepalkan tangannya.

"Apa kau sedang mengancam ku?" tanya Bram.

"Sudahlah aku tak ingin bertengkar denganmu, lebih baik kau mengalah denganku demi Zahra. Biarkan aku dan istriku yang merawatnya."

"Tidak, aku akan melakukan apapun agar dia kembali padaku Rif, ingat itu," tukas Bram dia tak ingin mengalah seperti dulu saat Tamara meninggalkannya dan lebih memilih Rifki padahal jelas-jelas dia sedang mengandung anaknya bukan Rifki.

Bram dan Cesillia pergi dari kantor Rifki, mereka tak ingin menambah masalah baru mungkin benar usulĀ  Rifki mencoba untuk tidak menganggu Zahra dan melakukan pendekatan secara perlahan.

"Pak Rifki!" panggil Dania matanya melirik ke kiri dan ke kanan.

"Ada apa?"

"Di mana istri bapak?"

"Dia sedang ke kantin ada apa?"

"Tadi waktu ada pak Bram, Rahma datang ke sini dan mendengarkan semuanya."

Rifki terhenyak dengan penuturan Dania namun juga kesal kenapa tadi tidak menyuruhnya untuk pergi saja. "Tadinya dia nekad mau masuk tapi begitu saya bilang sedang ada tamu, dia malah nguping di pintu Pak," papar Dania.

"Lain kali jika dia datang langsung saja usir dia oke!"

Rifki pergi meninggalkan Dania yang berdiri mematung dulu sewaktu Tamara masih hidup dia tak pernah mempermasalahkan Rahma berbeda dengan sekarang setelah Tamara pergi Rahma mengeluarkan sikap aslinya bahwasanya dia juga menginginkan Rifki.

***

"Kita akan tetap di sini Cesillia, aku takkan meninggalkan anakku lagi."

"Kita harus melakukan pendekatan Mas bukan asal mengambilnya dengan paksa seperti kemarin karena yang ada Zahra akan takut pada kita."

"Kamu benar dan yang jelas kamu harus baikan dulu dengan Rifki untuk sementara setidaknya hingga Zahra mau kamu ajak tanpa rasa takut lagi," usul Cesillia.

"Aku tak mengira jika semua akan jadi seperti ini," tukas Bram penuh rasa sesak dalam hatinya.

"Boleh aku mengeluarkan pendapatku?" tanya Cesillia.

"Tentu saja,"

"Jika dilihat dari segi mana pun, Naura memang cocok menjadi Mamanya Zahra."

Bram mengerutkan alisnya menimbang perkataan adiknya Cesillia, "Kamu benar, sebenarnya dari awal aku melihatnya aku juga sudah memiliki ketertarikan padanya hanya saja aku ingin melihat sejauh mana dia berperan dalam hidup Zahra ternyata memang besar. Apa aku jua harus merebutnya dari tangan Rifki?" seloroh Bram membuat Cesillia mendelik pada Bram.

"Jangan gila kak, Naura itu bukan wanita sembarangan karena faktanya dia menjadi bahan rebutan oleh kakak beradik itu," ujar Cesillia disertai tawa kecil.

"Naura jadi---"

"Iya, Kevin dan Rifki mereka saling berebut Naura. Awalnya aku juga gak percaya tapi Yumna adiknya Yusuf memberitahukan fakta itu padaku."

"Kapan kau akan menemui Kevin? Bukankah kau juga jatuh cinta padanya?" tanya Bram penuh selidik.

Cesillia hanya diam karena pastinya dia sudah tahu jawabannya. Kevin takkan mau bersamanya meskipun antara dia dan Kevin merupakan sahabat kecilnya dulu.

Mengingat masa lalu memang indah namun akan terasa sakit jika tak dapat memiliki sesuatu yang terlihat jelas di depan mata.

"Melamun lagi pasti mikirin dia, iya kan?" tebak Bram yang seakan tahu isi hati adiknya Cesillia.

"Gak kok Mas hanya keingetan aja yang sudah berlalu. Aku pergi dulu ya, kalau ada apa-apa minta tolong saja sama Mbok Nem," ucap Cesillia segera keluar berniat pergi ke tempat yang penuh kenangan.

***

"Ma, kapan mama sampai kok gak telpon Mas Rifki dulu," sela Naura melihat Rini sudah ada di pintu gerbang rumahnya.

"Mama sengaja datang ke sini mau lihat kondisi kamu Ra."

"Naura baik-baik saja kok Ma, justru Naura malah sedang memikirkan Mas Rifki," tukas Naura.

"Masuk dulu yuk Ma," ajak Naura berjalan lebih dulu agar dapat membuka pintu rumahnya yang terkunci.

Setelah membereskan ruangan Naura membawa segelas jus jeruk pada Rini.

"Diminum dulu Ma, bentar lagi Mas Rifki pasti pulang kok dia bersama Zahra tadi main di mall. Baru setelahnya aku tinggal ke kampus."

"Kamu apa sedang sakit kok pucat sekali?" Rini mengecek kening Naura sedikit panas.

"Kamu sudah minum obat?" tanya Rini cemas.

"Naura gak apa-apa kok Ma, Mama tenang saja." ucap Naura menenangkan Rini.

"Mama..." teriak Zahra dari luar.

"Eh masuk rumah harus---"

"Assalamu'alaikum."

"Waalaikumussalam."

"Bagaimana tadi mainnya di mall seru gak?"

"Seru Ma," balas Zahra antusias.

"Ra, apa kamu sedang sakit? Wajahmu kenapa pucat begini?" tanya Rifki terkejut.

"Nah bener kan Naura, lebih baik kamu periksa ke rumah sakit atau panggil dokter ke rumah sekarang juga." perintah sang mertua.

Rifki meraih ponselnya dan menelpon dokter Ibra untuk segera datang ke rumah.

"Tenang Ma, dokter Ibra sebentar lagi juga ke sini." ucap Rifki.

"Kamu kenapa ikutan gak semangat? Jangan bilang kamu sedang cemburu ya Rif," ucap Rini mendelik pada Rifki "ingat kesehatan istrimu juga penting jadi kesampingkan rasa cemburu dalam hatimu itu," seloroh Rini.

"Baik Ma," sahut Rifki asal.

"Ke kamar yuk aku antar atau aku gendong sekalian juga gak apa," tukas Rifki.

"Jangan lebay Mas, ada anak malu," ucap Naura.

"Biarin aja, Zahra tahu kok jika Papanya sangat mencintai Mamanya."

Rifki mengangkat Naura ke kamar dan membaringkannya di ranjang. "Kenapa mendadak begini apa terjadi sesuatu yang tidak aku ketahui sebelumnya?" tukas Rifki menatap tajam pada Naura mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri.

"Pasti ada yang kau sembunyikan dariku Naura?" tanya Rifki dengan rasa penasarannya yang besar.

"Maafkan aku Mas," ucap Naura pelan.

"Bukan itu yang aku mau Naura, tapi aku mau kamu jujur padaku. Ceritakan apa yang terjadi?" Rifki tersu mendesak Naura.

"Tadi--tadi di kantor Naura ketemu sama Rahma dan dia--dia mengatakan akan merebut kembali apa yang harus menjadi miliknya, dia menuduhku sudah merebut dirimu darinya Mas. Dia juga akan mengembalikan Zahra ke tempatnya, pulang bersama Bram."

Seketika Rifki mengeraskan rahangnya amarahnya memuncak, berani benar Rahma berbuat nekat seperti itu.