"Kamu kenapa nak, kok tiba-tiba murung begitu apa lagi banyak masalah dengan Rifki di rumah?" tanya Fitri yang sedari tadi mengamati Naura yang selalu saja melamun.
"Lagi capek aja Ma, belakangan Zahra juga rewel terus jadi double deh urus siang malam. Belum lagi tugas kampus juga belum selesai." ucap Naura.
"Yang sabar ya nak, pasti kamu bisa kok percaya aja."
Naura kembali teringat ucapan Bram jika dia sengaja kembali ke sini untuk mengambil Zahra dari Rifki. Mengingat itu justru membuat Naura semakin sedih, dia sudah sangat mencintai Zahra seperti anaknya sendiri tapi sekarang dia harus berpisah dengannya.
"Aku pulang ya Ma," ucap Naura.
"Loh bukannya mau nginep di sini?" tanya Fitri.
"Gak jadi Ma, Naura takut kalau Zahra nyariin."
"Yang nyariin itu Zahra apa Papanya?" ejek Fitri.
Zahra hanya tersenyum mendengar gurauan Mamanya.
Banyak sekali pertanyaan dalam benak Naura, dia berjanji akan segera menyelesaikan hari ini juga.
["Hallo, kamu di mana Ra? Apa masih di rumah Mama?"]
["Di jalan mau pulang, Mas Rifki sudah di rumah?"]
["Jangan ke mana-mana Ra biar aku jemput kamu sekarang!"]
Tanpa menunggu jawaban dari Naura Rifki putar balik menuju rumah mertuanya Fitri. Hatinya sudah tak menentu memikirkan wanita itu, entah apakah ini cinta? Dari awal menyentuhnya Rifki merasakan sensasi yang berbeda.
Tin...tin...
"Tuh suamimu dah datang Ra," ucap Fitri memberitahukan Naura yang masih duduk di ruang tamu.
Naura bangkit dari duduknya dan keluar menemui Rifki.
"Apa Zahra tadi rewel Mas?" tanya Naura.
"Tidak hanya saja tadi sempat menanyakan keberadaan dirimu," balas Rifki. Dia tahu kalau sebenarnya Naura merasa berat jika harus berpisah dengan Zahra namun Bram tetap meminta haknya untuk bisa ikut mengasuh Zahra anaknya.
"Kamu kangen sama dia?" tanya Rifki Naura menenggelamkan wajahnya dalam pelukan Rifki.
"Rasanya kok berat ya Mas," Naura mulai terisak.
"Sabar Ra, nanti kita buat Zahra yang banyak. Kamu mau kan?" bisik Rifki mencoba menghibur Naura namun justru membuat Naura semakin merona karena malu.
"Ayo pulang ke rumah, atau mau menginap di sini?" tanya Rifki.
"Kita pamit sama Mama dulu ya."
Naura masuk dan mendapati Fitri Mamanya sedang memasukkan dress panjang dalam paper bag.
"Punya siapa itu Ma?"
"Buat kamu sama Rifki, Mama sengaja bikin couple ini untuk kalian berdua."
"Makasih banyak Ma," Naura memeluk Fitri wanita yang selama ini selalu merawatnya dengan baik.
"Kami pulang dulu ya Ma, besok-besok jika ada waktu kami ke sini lagi," pamit Rifki.
"Iya nak hati-hati, sering-sering lah main ke sini apalagi jika kalian segera memberi Mama cucu pasti ramai nantinya rumah kalian."
"InsyaAllah Ma, Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam," balas Fitri.
"Apa kamu sudah makan malam?"
"Belum, apa kamu mau menemaniku makan?" tanya Rifki.
"Naura lagi gak pengen makan sebenarnya, mungkin asam lambungnya naik mas."
Rifki mendengus kesal Naura memang sedikit keras kepala jika diatur. "Kita makan dulu ya nanti baru kita pulang," usul Rifki Naura hanya mengangguk pasrah meski dirinya menolak sekalipun tak ada guna karena Rifki pasti akan memaksanya.
****
"Tidak mau Om, Zahra maunya sama Mama Naura gak mau sama Tante Cesillia apalagi Om Bram ini, antarkan Zahra pulang. Zahra mau ketemu Mama Om," seru Zahra sedari sore memberontak minta pulang ke rumah Rifki.
"Bagaimana ini Mas jika dia tetap gak makan nanti dia bisa sakit," ucap Cesillia cemas.
"Kita tunggu sampai besok pagi ya jika dia tetap seperti itu terpaksa aku telpon naura."
Bram memijat pelipisnya kepalanya kembali berdenyut sakit memikirkan nasib anaknya.
Zahra terus saja menangis meminta pulang sampai Cecil gak tega melihatnya berbeda dengan Bram yang masih terlihat santai.
"Besok ya nak, besok Tante antar Zahra ke rumah Mama Naura tapi kamu janji sekarang makan dulu ya biar gak sakit dan besok bangun pagi kita langsung ke rumah Mama Naura bagaimana?" bujuk Cesillia.
"Janji Tante?"
"Iya Tante janji jadi mari Tante gendong ke bawah trus kita makan bersama bagaimana apa kau setuju?"
Zahra memandang Cesillia dan Bram bergantian. Akhirnya Zahra mau turun ke bawah dan menikmati makan malamnya.
"Tante besok, pagi tolong buatkan Zahra ayam madu kayak masakan Mama Naura ya!"
Cesillia mengangguk sedangkan Bram hanya memandang wajah Zahra mengingatkan dirinya pada Tamara wanita yang sampai saat ini tak pernah hilang dari hatinya.
Selesai makan Cesillia meminta Zahra untuk beristirahat dan berjanji akan mengantarkan Zahra besok pagi. Zahra yang sudah lelah pun menurut saja apa yang dikatakan oleh Cesillia berharap segera pagi dan segera pulang ke rumah bersama Naura.
"Apa dia sudah tidur?" tanya Bram pada adiknya.
"Sudah Mas, apa tidak sebaiknya kita melepas Zahra Mas," ucap Cesillia hati-hati.
" Apa kau pikir aku tak tersiksa selama ini?"
"Aku tahu itu Mas tapi kasihan dia dia masih kecil dia masih butuh kasih sayang orang tua yang lengkap. Sementara dia hanya tahu jika Rifki itu adalah ayah kandungnya dan Naura adalah Mama baru untuknya. Kamu gak pernah ada dalam hatinya Mas sadar itu!"
"Jika dia sudah dewasa kau boleh memaksanya untuk ikut denganmu. Sekarang apa yang ingin kau lakukan Mas paksa dia yang ada justru dia memberontak menangis jika dia tak mogok gak mau makan dan sakit siapa juga yang rugi? Pikirkan baik-baik Mas baik buruknya buat Zahra," seloroh Cesillia pergi begitu saja meninggalkan Bram yang mematung di tempatnya.
"Apa aku salah ingin selalu bersamamu Zahra?" gumam Bram.
***
Pagi ini Naura dikejutkan dengan banyaknya bunga di kamar, dia mencari-cari keberadaan Rifki namun tak terlihat. Naura ke bawah dan melihat Rifki tengah memasak di dapur.
"Selamat pagi sayang, apa tidurmu nyenyak semalam?" tanya Rifki.
Naura duduk di pantry tersenyum mendengar perkataan Rifki. "Aku sulit sekali bangun hari ini astaghfirullah padahal aku memiliki suami yang harus aku urus," seru Naura.
"Its oke Naura aku tahu kamu pasti lelah." Rifki meletakkan beberapa macam masakan dan mengambil dua gelas oranges jus.
"Makanlah setelah itu ikut aku ke kantor!" pinta Rifki.
"Aku sedang tak ingin melakukan apapun hari ini mas."
"Apa ini karena Zahra? Ayolah Naura kita harus move on dari Zahra jika kita ingin memulai lagi sesuatu yang baru."
"Tapi Mas aku---"
"Segera selesaikan makannya nanti kita akan menemui Zahra naura." Mendengar nama Zahra Naura langsung bersemangat.
"Benar ya Mas?"
"Tapi kau harus janji apapun yang diminta oleh Bram kau tidak boleh menurutinya."
Naura mengangguk dia begitu senang mendengar akan bertemu Zahra pagi ini. "Kenapa kau begitu takut jika aku akan berpaling ke lain hati Mas?"
"Karena aku mencintaimu Naura," sahut Rifki bibirnya dengan rakus melumat bibir Naura seakan tak boleh membaginya dengan orang lain.
"You are mine," bisik Rifki.