Mengapa dadanya begitu sesak? Melihat pemandangan itu? ada apa dengan dirinya? Mengapa hatinya begitu sakit jika keduanya selalu di lihat? Kenapa Ia tak suka jika perempuan itu bersama pria lain.
Tanpa sadar tangannya mengepal kuat, rahangnya mengetat matanya tak berpaling pada kedua orang yang berbeda gender itu.
Tingkah Galen tak luput dari keduanya yang tadi sempat ribut sekarang mereka terdiam, Galen terlihat sedang menahan amarahnya, jika di perhatikan.
Tapi tidak mungkin kalau Galen seperti itu. Memang Galen marah dengan siapa? Ya kali dengan dua sejoli itu, tidak masuk akal, baiklah pemikiran itu dienyahkan oleh kedua teman Galen.
"Eh Noel kenapa Io liat Zea sama cowok itu mulu?" Perkataan Ardi membuat Galen tersadar.
Galen bergeming.
"Emang tuh orang pacaran mulu, padahal ini di sekolah, gua iri sama si Axel. Siapa coba yang gak meleleh kalo di perhatiin kayak gitu? Gua juga mau kali, gua ... eh Noel mau ke mana? Gua belum selesai ngomong sama lo ya, Woy Noel! " Ucapan Ardi terpotong karena Galen pergi begitu saja meninggal kan keduanya.
"Eh si Noel kenapa?" tanya Ardi, dengan keningnya berkerut. Menatap Galen dengan aneh.
Naufal mengangkat kedua bahunya. "Gak tau," jawabnya sekenanya, memang ia tak tahu apa-apa dengan raut wajah Galen.
"Gua kan belum selesai interogasi si Noelnya."
"Udah sih nanti aja lagi, mungkin ada perlu," Ardi hanya mengangguk saja, lalu mereka pergi dari tempat itu menuju ke kantin.
***
Langkah Galen begitu cepat.
Kenapa? Kenapa hati ini begitu terasa sakit? Ketika kabar tentang perempuan itu yang sudah mempunyai kekasih? Bahkan ia adalah pendatang baru di sini. Kenapa dalam jiwa dirinya memberontak ingin memiliki dia.
Mengapa? Ia begitu saja tertarik pada perempuan itu sejak awal?
Jika pada akhirnya kenyataanya ia harus menelan bulat-bulat kekecewaannya, bahwa perempuan yang memenuhi pemikirannya itu sudah memiliki kekasih.
Apa yang harus ia lakukan sekarang? Mungkin ia akan menjauhi perempuan itu, jika memang itu yang terbaik.
Baru kali ini perasaan dan hatinya kacau karena perempuan, Ardu saja yang memanggil namanya rasanya malas untuk menoleh, tujuan ia satu, yaitu masuk ke dalam kelasnya.
***
Setelah bermain bola orange bersama teman-temannya, pria itu menghampiri kekasihnya yang tengah duduk di sana sambil melambai tangannya pada pria itu yang di balas dengan senyuman manisnya, sehingga kaum hawa memekik histeris yang melihatnya.
Zea mengerucutkan bibirnya.
"Kenapa?" tanya Axel seraya menaikan satu alisnya, heran dengan perubahan kekasihnya ini.
"Kamu masih tanya kenapa? Aku gak suka kamu tebar senyuman kamu!" Sebalnya.
Axel menanggapi dengan tertawa.
"Ih ketawa lagi!"
Lalu Axel mengubah mimik wajahnya. "Iya enggak tuh, maaf ya sayang." Zea mengangguk kepalanya.
"Sini kamu duduk, aku tau kamu pasti capek habis olahraga basket sama temen-temen kamu." Axel menurut duduk di samping Zea dengan cara berhadapan.
Tangan Zea mengambil minuman botol yang sempat ia beli, lalu di berikan pada Axel. "Nih minum buat kamu." Axel dengan senang hati menerimanya.
"Makasih sayang, kamu emang pengertian banget," Di balas Zea dengan senyumnya.
"Kamu keringatan, aku elap-in ya?"
Axel lansung mengangguk seraya dengan senyumnya yang manis.
Tangan Zea menyeka keringat Axel dengan teliti dan lembut.
"Zea."
"Iya?"
"Hari ini kayaknya aku gak bisa nganter kamu pulang sekolah, soalnya aku habis pulang sekolah mau latihan basket gak pa-pa kan?"
Zea menghela nafasnya lalu mengangguk tak lupa dengan senyumnya.
"Makasih udah ngertiin sama aku, kamu pulang aja sama sopir kamu dulu ya? Nanti kalo udah sampe rumah kamu kabarin aku ya?" lanjut Axel.
Lagi lagi Zea menganggukan kepalanya. "Ya udah, aku ke kelas dulu ya?"
Axel mengangguk kepalanya. "Aku juga mau ke kantin, mau menyusul temen aku yang satu itu."
Zea tertawa saja mendengar ucapan Axel.
"Ya udah, aku juga mau ke kelas. Aku ke kelas dulu ya?"
Yang di tanggapi Axel mengangguk kepalanya.
Tak lama Zea meninggalkan lapangan basket itu dengan lari kecil.
***
Bunyi bel pulang pun berdentang beberapa menit lalu.
Galen sudah ada di atas motor miliknya lalu tak lama ia menancap gasnya keluar dari sekolah barunya.
Di sisi lain, Zea memesan taksi online karena mobil miliknya masih ada di bengkel, pak Bambang tadi nelponnya karena beliau sudah memesan taksi online. Katanya mobil miliknya harus di servis dulu.
memang ia tak memberitahu pada Axel bahwa mobilnya mogok pagi tadi, sebenarnya ia tadi ingin mengatakan mobilnya tengah masa perbaikan tapi ia lupa begitu saja.
Tak lama taksi yang di pesannya sudah ada di hadapannya langsung saja Zea masuk kedalam penumpang mobil itu.
Ketiga teman Zea memang sudah lebih dulu untuk pulang makanya Zea sekarang sendirian.
Galen tengah menjalankan motor miliknya pun terhenti, karena motor yang di kendarinya tak enak.
Lalu ia mengeceknya. la berdecak kesal.
"Sial! Ban motor gua bocor!" Monolognya. Lalu motor yang ia gunakan itu, di bawanya motor miliknya di pinggir jalan.
Setelah itu ia merogoh handphone-nya yang ada di dalam saku celana abu-abunya, lalu menekan nomor orang itu.
Saking sibuknya ia tak menyadari, jika dirinya ada di tengah-tengah jalan. Orang di teleponnya tak di angkat-angkat juga.
Galen masih fokus dengan hpnya, lalu
ia tersentak kaget jika tubuhnya ada yang menyeret di pinggir jalan, sampai tubuhnya terguling-tuling di atas aspal jalan, ia merasa tubuh ada mendekapnya.
Tak lama ia mendengar ringisan suara milik perempuan yang ada rengkuhannya.
"Kamu gak pa-pa?" Galen menatapnya wajah cantik itu dengan tatapan kosong, ia belum memahami apa yang terjadi.
"Galen, kamu gak pa-pa kan? Gak ada yang luka kan? Kamu kenapa ada di tengah jalan berbahaya tau!" Sungutnya.
Galen masih dalam bergemingnya, "Galen hey, kamu gak pa-pa kan?" tanya perempuan itu yang sudah menolong nyawanya, sambil melambaikan tangannya di depan wajah pria itu.
Galen pun tersadar dari terkejutnya, "Zea?"
Mereka pun melepaskan rengkuhannya, Lalu mereka berdiri.
"Iya aku, kamu kalo lagi nelpon lain kali jangan ke tengah jalan, itu sangat berbahaya, nasihatnya.
Ia juga tak menyadari, jika dirinya ada di tengah jalan saking kesalnya karena ban motornya bocor.
Untung saja perempuan itu menolongnya coba saja di sini tak ada Zea entahlah apa yang terjadi padanya.
"Makasih," kata Galen datar.
"Ih gak ikhlas itu ucapan makasihnya, tuh muka masih lempeng aja kaya tembok," cerocos Zea.
Ucapan Zea membuat pria itu tersenyum, "makasih."
Zea menyengir lebar, "Gitukan aura gantengnya makin-makin bersinar terang!," antutiasnya setelah mengucapkan itu Zea cekikikan.
Galen mengulumkan bibirnya agar tak tertawa mendengar ucapan Zea tadi, dan wajahnya juga menghangat.
Perempuan itu membuatnya jadi mood baik terkadang juga buruk. Secara bersamaan.
Perempuan itu sudah terporak-perondakan hatinya.
"Ingat jangan gitu lagi," ucapan Zea memudarkan lamunan Galen, lalu ia mengangguk saja.
***