Pria itu mengangguk kepalanya. "Nama gua Ragalen Noel," ujar Galen datar.
Semua terperangah dengan ucapan Galen yang bernada darat itu dan juga terkesan dingin.
Mata cokelat bening itu mengedarkan pandangan di kelas ini sehingga ia melihat satu titik di sana di mana, terdapat perempuan cantik yang kepalanya diantara kedua tangannya berlipat, ia tahu kalau perempuan cantik itu tengah tidur.
"Ya sudah kamu boleh duduk, di belakang Ardi sama Naufal," titah Bu Sukma, Galen mengangguk saja lalu berjalan ke bangku yang di tunjukan Bu guru itu.
Hampir semua orang mendesah kecewa karena guru itu tak menginjinkan sesi pertanyaan.
"Sudah semuanya jangan ribut! ibu di sini tidak mengajar kalian, ibu ada urusan di luar. jadi ibu memberi... hmmz sini Dit." Adit yang di panggil namanya itu langsung saja menghampiri guru itu.
"Iya bu."
"Ibu kasih tugas buat kelas kamu. nanti pulang sekolah saya mau tugas mereka di kumpulkan, dan kamu juga catat nama siapa aja yang tidak mengumpulkan. kamu bisa laporkan pada ibu, mengerti?" Adit mengangguk kepalanya mengerti.
"Iya bu." setelah itu Bu sukma pamit dan pergi meninggalkan kelas itu.
Semua yang ada di situ bersorak gembira.
"Woy jangan ribut dulu!" Interupsi Adit, "Bagi siapa yang tidak mengerjakan tugas atas perintah Bu Sukma. Gua catat nama kalian dan akan melaporkannya pada Bu Sukma!" Semua orang ada di sana mendesah kecewa dan juga menggerutu.
Sedangkan di bangku Galen, terdapat dua orang di depannya yang selalu menatapnya.
"Eh Noel, apa kabar nya? Gua cuma berkomunikasi lewat chat dong, gua gak ke semarang saat udah di jakarta?"
"Baik," jawabnya singkat
"Eh iya Io kok bisa sekolah di sini? Terus muka tuh kenapa lebem begitu gimana ceritanya," ujarnya lagi.
"Bisalah," jawab Galen sekenanya.
"Cerita dong Noel," timpal Naufal, Naufal juga sahabatnya dari kelas 1 SD sama dengan Ardi, dulu Naufal dan Ardi pernah main di rumah kediaman Dirga.
Walaupun sikap Galen acuh tak acuh terhadap keduanya.
Naufal pindah ke jakarta setalah lulus dari SMP nya, dan melanjutkan sekolahnya SMA Sanjaya's dan mereka di satukan di sekolah ini.
"Gua di keluarin dari sekolah gua yang dulu. dan gua baru pindah sekolah di jakarta langsung di keroyok," jawaban Galen membuat kedua pria itu kaget.
"Anjir! Kok bisa si Noel? Masa Io langsung di keroyok, padahal baru pindah sekolah?" tanya Ardi, Naufal mengangguk setuju pada ucapan Ardi.
"Lo gak tau aja, Musuh gua banyak ada di mana-mana bukan di semarang doang. dan masalah gua di keluar dari sekolahan. karena gua bikin sekarat si pengecut itu," Jawabnya datar.
"Wah dasar bener-bener bangsat dah tuh mereka."
"Gua salut sama lo. Dari dulu sampe sekarang lo gak pernah berubah juga, eh iya gimana keadaan di sana, Tanpa gua? kangen gak tuh. mereka semua yang ada di semarang?" Lanjutnya, Galen hanya mengangkat bahunya saja sebagai jawabannya. Naufal tertawa saja atas jawaban Galen.
Naufal dan Ardi juga geng dulu di semarang. Sama seperti Galen.
"Maap keun gua Noel, bukannya gua gak mau ke sana, gua di sini sibuk banget jadi gak sempet ke semarang," ucapnya Ardi lagi.
"Elah so sibuk lo Ar," Ardi menoyor kepala
Naufal dengan wajah kesal.
Bukannya mengaduh kesakitan Naufal malah tertawa saja.
"Ya gua ngerti."
"Tuhkan Noel aja ngertiin gua, emang Noel doang yang the best, ujar Ardi girang sambil menjulurkan lidahnya, meledek Naufal yang tengah kesal.
Lalu Ardi memutarkan kedua bola matanya malas.
"Eh kita boleh gabung gak?" tanya Dea tiba-tiba, di ikuti ketiga sahabatnya.
"Tumben Io lembe turah mau gabung, biasanya gak peduli sekitar?" Ucapan Ardi dapat delikan dari Dea.
"Sorry gua gak ngomong sama lo, gua pengen kenalan sama orang ganteng."
"Gua juga ganteng!" Sambar Ardi.
"Menurut lo? Menurut gua gak!" Dea setelah mengucapkan kata itu, ia menghampiri Galen yang menatapnya datar.
"Jangan mau, sama lambe turah."
"Yang gak berkepentingan harap diam." Dea menyindir ucapan Ardi. Sedangkan Naufal hanya memutarkan kedua matanya malas.
Dea menghampiri Galen, lalu mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Galen.
"Kenalin, nama gua Dea." Galen tak membalas uluran tangan Dea.
"Ragalen Noel." Dea tersenyum kecut, lalu tangannya yang masih di udara lalu ia turunkan.
Kedua teman Galen hanya menahan tawanya.
"Kenalin juga, di samping gua Cia, terus sampingnya lagi Nabila dan terakhir Zea," katanya lagi.
Sedangkan mata Galen melihat ke arah perempuan terakhir itu.
Zea pada akhirnya menatap pria itu. "Eh kamu yang di keroyok kemarin itu kan? Gimana luka kamu? Udah mendingan ... hmm ... Galen ah iya Galen." Hanya nama awal saja yang ia dengar, nama terakhir pria itu adalah "Galen' yang jelas tersamatkan di telinga Zea kalau panjangannya perempuan itu tak memperhatikan, malah memperhatikan yang lainnya. Karena ada yang menyebut nama kekasihnya yang akan turnamen basket sebentar lagi.
Semua di meja itu cengo mengarah matanya bergantian Galen dan Zea.
Apalagi kedua sahabatnya ini tahu watak pria datar itu.
Pria itu akan marah mengamuk, jika ada yang menyebut nama Galen, selain neneknya.
Itu yang keduanya tahu.
Makanya keduanya lebih kaget, tentang Zea yang memanggil sebutan Galen menurut keduanya Zea adalah orang asing, tapi di raut wajah tampan Galen tak ada amarah ataupun aurah menyeramkan.
Keduanya juga tak percaya bahwa Galen sudah mengenalnya dan juga tentang pengeroyokan, mereka akan interogasi Galen nanti.
"Udah mendingan," jawabnya datar.
"Muka kamu udah banyak lebam, terus kelewat datar lagi, Tapi Gak pa-pa walupun begitu kamu tetep ganteng kok." kelima orang itu mendelik tak percaya pada ucapan polos milik Zea.
"Eh Zea, kita ngerjain yuk tugasnya," ucap Nabila, mengalihkan pembicaraan.
"Wah iya, aku lupa, ayo!" Nabila menghela nafas pelan.
Dea dan Cia hanya diam saja, sementara Naufal dan Ardi masih cengo, tentang apa yang di ucapkan oleh Zea.
Sedangkan, tanpa sadari entah kedua sahabatnya atau semuanya yang ada di kelas ini, Galen tersenyum tipis, karena Si perempuan polos, Zea.
***
"Eh Noel, gua belum puas tentang yang lo jelasin tadi? gua juga penasaran. kok Io udah ketemu aja sama si Zea?" Naufal menjitak kepala Ardi keras, membuat pria itu meringis kesakitan.
"Sakit bego kepala gua!" Sarkas Ardi seraya memegang kepalanya yang sakit karena Ardi.
Pria itu bernama Naufal memutarkan kedua matanya malas. "Lo nanya gak tau diri banget, eh kalo nanya tuh orang mah satu-satu, jangan berutunan. Iya kalo Noel jawab kalo gak? Kan hati lo yang nge-jleb!"
Ardi melirik Galen, lalu matanya mengarah ke Naufal. "Iya sih, tapi jiwa pikiran dan hati gua meronta-ronta pengen tau," balas Ardi menggebu-gebu.
"Ya, ya.. terserah lo deh Frian."
"Woy nama bokap gua itu, jangan di bawa-bawa!" Nge-gas Ardi, sambil menggaplak kepalanya Naufal.
"Eh sakit tulul!" "Sakitkan lo? Itu yang gua rasain tadi."
Kedua teman Galen ini, membawa dirinya bukan di kantin melainkan di bawah pohon mangga yang di mana terdapat tempat duduk beralas keramik biru.
Dan di sana juga terdapat berdekatan dengan lapangan basket.
Tapi mungkin waktu ini kurang tepat untuk dirinya di sini.
la melihat di pinggir sana ada seorang perempuan cantik yang sudah mengusik hatinya hari ini tengah duduk bersama pria lain dengan saling berhadapan.
Ia juga melihat perempuan itu memberi minum pada pria itu lalu mengelap peluh pria itu juga, mungkin pria itu sehabis bermain basket.
Perempuan itu mengelap keringat pria itu dengan penuh perhatian, berbicara dengan pria itu dangan penuh ekspresif.
Sial!
***