"Gimana Mang Ujang? kok dari tadi belum selesai-selesai benerin mobilnya? apa yang rusak Mang Ujang." Pak sopir hanya menggaruk pelipisnya yang sudah di banjiri dengan keringatnya.
"Non... sebenarnya bapak gak tau soal mesin." Zea manganga lebar tak percaya dengan ucapan Mang Ujang.
"Gini aja non. Bapak akan hubungi bengkel yang udah jadi langganan non ya?" Zea mencabik bibirnya kesal.
"Ah! Mang Ujang kenapa gak ngomong dari awal, kan akunya nanti telat. apalagi mau masuk sekolah sebentar lagi. Gimana nih Mang Ujang...," rengeknya.
"Maaf non bapak gak kepikiran ke situ. mungkin saking paniknya non, maaf ya?" Perempuan itu mengehela napas pelan, lalu mengangguk kepalanya, tertanda iya sudah memaafkan pak sopirnya.
"Mang Ujang aku haus, aku mau ke Alfamart dulu mau beli minum," ucap Perempuan itu seraya menyeka keringat yang ada di pelipisnya, huft pagi ini memang sedang cerah-cerahnya.
"Jangan non, biar bapak aja yang beli minumnya."
"Gak usah Mang Ujang aku juga bisa, Mang Ujang di sini aja jaga mobil aku gak lama kok beli minumnya." Mang Ujang selaku sopir pribadinya mau tak mau mengiyakan saja.
***
Seorang perempuan baru keluar dari salah satu minimarket, menghentikan langkahnya.
Perempuan itu mendengar teriakan serta pukulan yang begitu nyaring mengerikan di telinganya, ia melihat ada pemuda tampan di keroyok kalau tidak salah jumlahnya sekitar 50 orang.
Ia ngilu melihatnya, hatinya seperti bergerak untuk menolong pemuda itu. Yang tengah dikeroyok itu, tapi ia tidak tahu bagaimana caranya.
Tak lama ide yang ada di otak kecilnya perempuan itu berjalan.
la berlari di pohon besar yang ada di sana, agar tubuhnya bisa tertutupi oleh pohon itu.
Setelah perempuan itu sudah sembunyi di balik pohon itu, tangan mungilnya mengambil handphone di saku rok abu-abunya. Untung saja ia tak lupa membawa hpnya.
Tangan mungil ia mengatotak atik hal itu. Lalu. Ninu... ninu... ninu..
Orang yang mengeroyok pria satu itu pun berhamburan pergi entah kemana, ketika mereka mendengar sirine polisi yang akan menghampiri ke-lima puluh orang itu.
Padahal itu bukanlah kedatangan polisi sungguhan melainkan bunyi suara ada di hp yang di genggam perempuan itu.
Yes Berhasil!
Di rasa cukup aman perempuan itu berani untuk keluar dari balik pohon yang lumayan besar itu. ternyata ada untungnya juga ia mempunyai tubuh mungil ini, ia jadi bisa bersembunyi.
Dilihatnya pemuda itu yang tengah menatapnya juga.
Perempuan itu menghampiri pria itu yang tengah duduk di atas tanah kering itu.
"Kamu gak pa-pa?" Tanyanya lembut, matanya menyapa lembut dengan bermanik coklat bening itu.
Pria itu tertegun.
Hatinya berdesir, luka yang ada di tubuh maupun wajahnya sedikit berkurang. Dengan melihat perempuan yang ada di hadapannya. Dengan menatapnya.
Lembut khawatir secara bersamaan.
Pria itu hanya diam membisu, ia hanya menatapnya tanpa menjawab perempuan yang ada di hadapannya.
"Hey jangan diam aja, aku obatin luka kamu ya?" Perempuan itu dengan suara sedikit cemprengnya.
Pria itu berniat untuk berdiri pun diurungkan. karena tubuh pria itu sakit semua karena di keroyok musuhnya, sial. ia akan membalasnya nanti.
Tangan Zea reflek memegang tangan pria itu.
"Apa sesakit itu?" Pertanyaan macam apa itu, bodoh sekali perempuan di hadapannya ini. Dimana-mana kalau di pukul ya sakit lah.
Spesies langka.
"Sakit?" tanya Zea, tangannya menyentuh pipi pria itu yang terluka.
Perempuan itu meringis melihatnya, ia tak bisa membayangkan jika di sana itu dirinya.
"Gak," jawab pria itu datar.
"Masa sih?" Tangan Zea memegang luka itu lagi malah menekannya kuat.
"Ssth, sakit bego!" Zea mengerjapkan matanya berkali-kali.
Pria itu tertegun melihat perempuan itu, 'Lucu,' batin pria itu.
"Eh maaf, kata kamukan gak sakit. makanya aku memastikannya," jawabnya, mata bulat itu menatap pria itu.
'Polos,' dalam hatinya.
Pria itu hanya diam saja, lalu ia mencoba berdiri lagi agak lumayan bisa meskipun tertatih-tatih.
Tak lama ia merasakan ada yang memapah tabuhnya, pria itu menoleh ke samping ternyata perempuan yang tadi menolongnya.
"Aku gak tega liat kamu kayak gitu."
"Gak usah," jawab pria itu datar, ia menolak bantuan perempuan itu, ia tak ingin di kasihani. pria itu ingin melepaskan di rangkulannya tapi perempuan itu menahannya.
"Lepas."
"Gak mau!" kukuhnya.
"Lo gak usah kasihan sama gua," ketusnya, pria itu rnenampilkan wajah datarnya.
"Aku gak kasian sama kamu, aku peduli sama kamu," ucap perempuan itu dengan ketulusan, "izinin aku obati luka kamu, dan aku gak mau ada penolakan."
Pria itu membatu, hatinya menghangat, di dalam perutnya seperti tergelitik.
Ada pancar ketulusan yang ada pada mata perempuan itu.
Sikap perempuan itu, mengingatkan pada Dia yang sudah ada di alam berbeda.
Perempuan itu setelah mengatakan tadi, ia melanjutkan memapah pria itu, pria di sampingnya tak memberontak atau mengucapkan sepatah dua kata pun dengannya.
Perempuan itu kembali lagi di tempat yang ia sempat bersembunyi tadi, di sana terdapat akar pohon sedikit besar, perempuan itu menyuruh pria itu duduk di situ.
"Kamu jangan kemana-mana, aku mau beli obat buat luka kamu." Zea setelah berkata seperti itu, ia tak lama pergi meninggalkan pemuda itu di pohon besar.
Iris mata cokelat bening pria itu setia menatap pada perempuan yang menolongnya tadi.
la tersenyum tipis, Ternyata di dunia kejam ini masih ada orang baik dan tulus.
Bola mata pria itu mengganti objek untuk ditatapnya ketika perempuan itu akan menghampirinya.
Tanpa basa-basi perempuan itu mengobati wajah pemuda tampan itu dengan telaten.
Jarak wajah mereka sangat dekat. Sehingga Pria itu menahan napasnya. Jantungnya berdegup dengan kencang, setahunya ia tak pernah merasakan pada siapapun. Apakah ia mempunyai riwayat jantung? Kalo iya ia tak tahu harus apa.
Degupan ini terasa asing untuknya dan untuk pertama kalinya juga baginya, apalagi dengan lawan jenis. Jadi ia tak tahu rasa ini apa.
Tapi ia suka Dengan debaran jantungnya.
la juga melihat wajah cantik perempuan itu di hadapannya alami, tanpa di buat-buat, ia menyukai perempuan yang apa adanya.
Termasuk perempuan di hadapannya contohnya.
la tersadar pun dari pemikirannya, langsung saja iamenggelengkan kepalanya untuk menghalukan agar tak terlalu jauh pemikirannya dengan perempuan yang ada di hadapannya ini.
"Kamu kenapa nahan napas? Terus geleng-geleng kepala lagi, kenapa?" Pria itu sikap kaku menjadi lebih kaku, wajahnya menjadi menghangat.
"Eh muka kamu kok jadi merah? Apa aku ngobatinnya salah?" Paniknya.
Pria itu terkekeh untuk pertama kalinya ia tunjukan pada orang asing.
Sesungguhnya pria itu tak bisa menahan untuk tidak tertawa. Perempuan yang di hadapannya ini alami lucu tanpa di buat-buat.
"tampan banget," ucapnya tanpa sadar.
Pria itu jadi salah tingkah dengan cara mendatarkan wajahnya.
"Ya... kok datar lagi," keluhnya. "Huh! akhirnya selesai juga ngobatin kamunya." dengan senyumnya yang manis.
Pria itu tertegun untuk kesekian kalinya, dengan wajah cantik perempuan itu.
Pria itu berdehem sebentar lalu, "makasih."
"Iya, jawabnya.
"Oh iya-" ucapan Zea terpotong ketika hpnya ada yang berdering, ternyata hape perempuan itu.
Diangkatnya hp itu, "iya, Mang Ujang." "Oh gitu."
"Iya, aku ke sana sebentar lagi, ya udah Mang Ujang." Zea setelah menjawab telepon dari Mang Ujang. ia pun berdiri tapi sebelum bener-bener meninggalkan pemuda itu.
"Oh iya, maaf aku gak bisa di sini lama-lama. Aku pergi dulu, semoga kita ketemu lagi," ucap Zea, setelah itu ia benar-benar meninggalkan pria itu sendirian di pohon itu.
Pria itu tanpa berkedip menatap punggung Zea sampai benar-benar tubuh mungil itu hilang dari pandangannya.
"Iya kita akan ketemu lagi," ucap pria itu, lalu mengangkat sebelah sudut bibirnya.
***