Aku mencium puncak kepalanya lalu melihat jam dan melawan sambil mengerang ketika aku melihat sudah waktunya baginya untuk bangun dan bersiap-siap untuk bekerja dan waktunya bagiku untuk membangunkan anak laki- laki ke sekolah. "Bara."
"Hmm." Dia meringkuk lebih dekat dan penisku, masih setengah keras di dalam dirinya, berkedut.
"Kita harus bangun, sayang."
"Tidak bisakah aku melakukan homeschooling?" dia mengerang, membuatku tertawa, dan kemudian aku merasakan bibirnya menempel di dadaku. "Aku tidak bisa menunggu sampai hari Sabtu, ketika kita bisa tidur."
"Aku tahu, sayang. Hanya beberapa hari lagi." Aku memegang bibirku ke atas rambutnya lalu berkata, "Pergi mandi sementara aku membangunkan anak laki- laki . Aku akan menemuimu di dapur."