"Batu Amethyst dipercaya dapat menenangkan emosi si pemakai, menjernihkan pikiran dan meringankan ganggunan emosi." Madam Ameri kembali melanjutkan.
Yuji mencebikkan bibir. Ia membatin, 'Memangnya emosiku sesulit itu ya dikendalikan sampai memberi batu untuk menenangkan emosi?'
Meski Madam Ameri tahu apa yang dipikirkan Yuji saat ini, tapi ia hanya mengulas senyum singkat. Ia beralih ke gelang yang diberi hiasan batu berwarna kuning. Ia menyerahkan gelang itu pada Ryushin.
"Dan untuk Ryushin adalah batu Citrine. Batu ini dipercaya dapat memperluas pikiran, kesabaran, serta optimisme. Dikenal juga sebagai batu pedagang," ucap Madam Ameri.
Ryushim langsung memakai gelang berhias batu permata kuning itu.
"Asyik! Dapat batu pedagang! Ini bisa dibuat untuk penglaris 'kan, Madam?" Celotehan Ryushin baru saja langsung mengundang gelak tawa seluruh orang yang berada di ruangan itu. Ryushin berharap jika usahanya dagang barang antik dan CD bajakan akan lancar.
Ryushin memang dikenal sebagai remaja yang sangat mencintai uang. Tentu saja. Dia sudah hidup susah sejak kecil. Tidak punya sanak saudara dan tinggal di kontrakkan kecil bersama papanya, yang hanya bekerja menjadi pemanggul barang-barang. Jadi, Ryushin butuh banyak uang untuk membantu papanya memenuhi kebutuhan mereka.
"Dan yang terakhir ...." Madam Ameri memasukkan tangannya kembali ke saku jubah untuk mengambil sesuatu.
Setelah Madam Ameri mendapatkan sesuatu itu, ia lantas memasangkan sebuah kalung yang juga terdapat batu permata sebagai hiasannya, kepada kucing oranye itu.
"Kalung ini untuk Reiji. Batu Garnet, dipercaya dapat meningkatkan aura positif, pertemanan, kekeluargaan dan tujuan hidup."
Mendengar itu, Reiji langsung mengembuskan napas kasar. Madam Ameri membahas tentang 'tujuan hidup', kesannya Reiji sangat galau hingga ia diberi batu untuk meningkatkan tujuan hidup.
Meski begitu, Reiji tetap menurut saja saat dipakaikan kalung oleh Madam Ameri.
Kalung ini bagus juga, batin Reiji. Ia malah memainkan kalung dengan liontin terbuat dari Batu Garnet itu menggunakan kedua tangannya.
"Terus, cara kerja benda ini bagaimana, Madam? Apa semua saudara dan teman saya itu jadi bisa mendengar semua ucapanku?" ujar Reiji masih memainkan kalung yang ia pakai.
Gubrak!!
Kursi yang diduduki Yuju terbalik ke belakang bersamaan dengan tubuh Yuji. Yuji terlalu syok hingga ia tanpa sadar menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi dengan keras.
"Huwaaakkh! A-aku bisa mendengar suara kucing itu!" Yuji berteriak hingga membuat gendang telinga seluruh orang yang berada di ruangan itu berdengung, karena suara Yuji yang begitu melengking.
"Yuyu Kangkang! Berisik sekali kau, hah?!" bentak Siji yang melihat reaksi berlebihan adiknya itu. "Tapi omong-omong, aku juga bisa mendengar kucing itu bicara lho, Yu. Suaranya memang agak mirip Dede Rei. Tapi, terdengar aneh aja kalau kucing itu mengeluarkan suara manusia," sambung Siji setelahnya.
"Hmm ... syukurlah! Kalau kalian bisa mendengar ucapan Dede Rei. Dede Rei tidak perlu lagi mengetik di ponsel jadul itu. Susah sekali, Astaga! Mana tombolnya kecil sekali lagi. Sekali tekan langsung lima huruf yang muncul. Untuk mengetik kalimat itu saja, aku butuh waktu beberapa jam. Tapi, tetep tidak ada yang percaya. Huh! Menyebalkan!" gerutu Reiji yang masih dalam wujud kucing.
Siji bangkit berdiri dan mengayunkan langkah ke arah kucing oranye yang masih duduk di atas meja. Siji hendak meraih kucingnya itu, tapi tangannya berhenti di udara. Ia menggenggam tangannya, tidak jadi menggendong Reiji.
Siji membalikkan tubuh dan kini membantu Yuji berdiri. Ia membenarkan kursi adiknya yang terbalik di lantai tadi. Yuji duduk di kursi yang disediakan oleh Siji.
Siji dan Yuji kini duduk dengan tenang kembali.
Siji terlalu malu jika mengingat bagaimana ia sudah menunjukkan kekonyolannya di depan Reiji, adiknya yang polos itu. Kalau Reiji sampai mengadu pada Yuji tentang kebiasaan Siji tiap malam Minggu bagaimana? Rasanya Siji ingin lupa ingatan saja agar dia tidak terlalu malu pada adik-adiknya itu.
Tidak hanya sering melakukan ritual para jomblo di tiap malam Minggu, Siji bahkan menunjukkan kebiasaannya yang sering membaca majalah porno dan menonton anime mesum. Kalau dia sampai dilaporkan Reiji pada orang tua mereka bagaimana? Lebih parahnya lagi, dilaporkan pada si tukang gosip, Yuji. Pasti muka Siji langsung terpampang di mading sekolah sebagai siswa termesum di HIS.
SIJI benar-benar tidak punya muka saat ini. Ia terlalu malu bahkan hanya untuk menatap mata Reiji saat ini.
"Kenapa kamu, Siji? Bukannya senang malah terlihat begitu kecewa. Dede Rei sih paham kalau Bang Yuji nggak mau dekat-dekat, soalnya dia memang ada alergi sama kucing. Tapi, kenapa reaksimu begitu, Siji? Kau tidak suka ya mempunyai Adek seekor kucing?" Reiji malah baper sendiri karena reaksi aneh kakak-kakaknya itu.
Siji tak langsung menjawab. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapan tangan. Ia duduk membelakangi Reii saat ini. Terlalu malu.
"Ah, jangan-jangan Siji sudah benci sama Dede Rei, ya? Bukannya kalia sudah berusaha keras mencariku selama ini? Kenapa saat bertemu, kalia terlihat begitu tidak senang, huh?" Ini suara Reiji. Ia berjalan di atas meja untuk mendekat ke arah Siji yang terus membelakanginya.
"Kuhuhuhu ... a-aku benar-benar bisa mendengar suara Adek kita, Yu. Apa ini mimpi, hiks? Rasanya begitu mengharukan," sahut Siji. Ia masih menutupi wajah menggunakan kedua telapak tangan.
Yuji mengepalkan tangan kuat. Dia ingin sekali memeluk adiknya saat ini, tapi jika Reiji masih dalam wujud kucing seperti itu, Yuji tidak bisa terlalu dekat. Akhirnya, Yuji hanya bisa menangis dalam diam tidak seperti Siji yang menangis seperti anak kecil.
"Huweee ... aku benar-benar kangen sama kamu, Rei! Adek yang menjadi kesayangan kami semua, meskipun kadang-kadang laknat juga. Huweee .... " tangis Siji yang langsung dihadiahi pukulan kejam dari Yuji.
Sulit digambarkan perasaannya saat ini. Antara terharu dan senang. Ternyata, adik yang selama ini ia cari-cari hingga harus terjebak di bangunan kuno dan menghadapi monster, berada di dekatnya. Siji masih ingin terus bersama kucing itu, untuk selamanya.
Siji tidak masalah jika ia harus melihat adiknya yang berwujud kucing itu di sekitarnya. Asalkan Reiji tetap berada di sisinya, Siji tidak mempermasalahkan wujud adiknya saat ini. Itu pun jalan terakhir jika usaha mereka mengembalikan wujud Reiji akan gagal nantinya. Namun, Siji sudah bertekad kuat untuk membantu adik bungsunya kembali ke wujud manusia.
"Siapa yang adik kesayangamu, Siji?! Dede Rei ini Adek kesayangannya Bang Yuji kok. Tapi, gara-gara Bang Yuji punya alergi kucing, jadi Dede Rei menahan diri untuk tidak terlalu dekat dengannya!" Saat mengatakan ini, tatapan Reiji berubah sendu, menatap ke arah Yuji.
Yuji terlihat terus mendongak. Mungkin agar air matanya tidak jatuh dan akan dicap sebagai pemuda cengeng oleh adiknya itu.
Bersambung ....