Sudah satu bulan Farah menjadi pengantin, dia terbangun dalam keadaan syok mendapati dirinya seperti ini.
Farah menangis, hal berharga dalam hidupnya sudah di renggut paksa darinya, menyisakan troma yang mendalam.
Farah bergetar ketakutan setiap kali melihat Adrian ada di hadapannya, yang selalu memandang tajam kearahnya.
"Kau ingin membunuhku? Maka cepat lakukanlah, bunuh saja aku sekarang, aku sudah tidak sanggup lagi," Farah berteriak kepada Adrian, dengan sisa-sisa tenaganya, dia memberanikan diri untuk melawan Adrian.
"Memohonlah kepadaku, mungkin saja, aku akan merasa iba dan mengabulkan permintaanmu itu," ucap Adrian dengan datar dia lantas menarik kursi yang ada di dekat ranjang duduk sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.
Farah langsung mohon pada Adrian, dia sudah tidak sanggup lagi menerima siksaan darinya.
Lebih baik di akhiri saja, namun sayangnya, Adrian tidak sebaik itu untuk langsung membunuhnya.
"Aku memang ingin kau mati, tapi tidak secepat itu, kau harus merasakan dulu penderitaan Vania selama hidupnya, Pembunuh," Adrian geram dia benar-benar serius dengan ucapnya.
Adrian langsung meninggalkan Farah begitu saja di ruangannya, lelaki itu melangkah keluar dan menginstruksi kepada dua pengawalnya di depan pintu.
"Jangan memberinya makan dan siksa dia," ucap Adrian dengan dingin dan Dia langsung pergi begitu saja.
Kedua pengawal itu pun melakukan perintah Adrian dia menyiksa Farah, sebenarnya mereka tidak tega, namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
Mereka hanya bisa menjalankan perintah Adrian, karena jika tidak maka nyawa merekalah yang akan jadi taruhannya.
Adrian sangat kejam dan berdarah dingin siapapun pasti takut ketika mendengar namanya, tak ada satu orang pun yang berani mengusiknya apalagi berurusan dengan Adrian.
Adrian tak akan pandang bulu dan tidak memiliki belas kasih kepada musuhnya.
Semua orang berusaha untuk menghindar dan tak berseteru dengannya, ataupun memiliki masalah dengan Adrian mereka lebih milih menjilat agar posisi mereka aman.
Walaupun anak semata wayang, namun dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, bahkan dirinya tak memiliki teman.
Karena sikapnya yang pemalu dan tak mudah bergaul dengan orang lain, dia begitu pendiam.
Selama ini Farah menjalani hidupnya dijalan yang benar, tapi mengapa Tuhan begitu tega padanya.
Dirinya harus menjalani hidup dengan merasakan siksaan, dari orang yang begitu dia sayangi, yang entah kapan siksaan itu akan usai.
Masih teringat di benak Farah, ketika Adrian menarik tangannya, menyeretnya bahkan mendorongnya, menekan bahunya hingga dia meringis kesakitan.
Adrian lalu berteriak memakinya, menghina, bahkan merendahkannya.
Farah tidak tahu kenapa Adrian sampai menuduhnya membunuh Vania, entah siapa orang yang menghasutnya.
Padahal Farah tidak terlalu dekat dengan Vania mereka hanya sekedar berteman saja, ada saat dimana mereka duduk bersama di suatu kafe.
Vania mengajaknya, karena tidak enak menolak, Farah pun ikut dengan Vania.
Mereka larut dalam suasana dan mulai berbincang, Farah hanya menceritakan sedikit tentang orang yang dia sayang, itupun karena Vania bertanya padanya.
Farah pun tak tahu jika Adrian adalah tunangan Vania, karena memang selama ini dia hanya memperhatikan lelaki itu dari jauh, mengaguminya dalam diam.
Klak...
Bunyi pintu terbuka, Farah langsung pura-pura tertidur, dia takut jika yang datang adalah Adrian.
Farah tidak ingin di siksa lagi oleh lelaki itu, terlebih ditanya-tanya perihal kematian Vania.
Adrian membuka pintu, melihat Farah terbaring meringkuk disana, Lelaki itu lalu mendekatinya, memperhatikan wanita itu saat tidur.
"Kenapa kau masih saja bersandiwara, harusnya kau jujur saja, apa alasan mu membunuhnya, Vania selalu menceritakan keburukanmu padaku, bahkan dia sering bercerita tentang dirimu yang penuh tipu daya," ucap Adrian mengingat kembali ucapan Vania.
Andai saja bukan tunanganku yang kau bunuh, mungkin nasibmu tidak akan seperti ini," ucap Adrian, dia tidak tahu jika Farah tak benar-benar tertidur, dia hanya pura pura tidur.
Adrian lantas berdiri dan keluar dari kamar, melangkah menuju ruang kerjanya.
"Kenapa Vania menjelek-jelekan aku, aku tak pernah mengusiknya, bahkan kami hanya dua kali saja jalan bersama ke kafe dan berbagi cerita," ucap Farah, dia semakin tak mengerti dengan keadaan ini.
Percuma jika dia menjelaskan pada Adrian, lelaki itu tak akan mempercayainya, Farah pun berusaha untuk tetap kuat menghadapi semua ini.
Malam hari Adrian keluar dari ruang kerja, dia sudah selesai mengerjakan pekerjaanya.
Saat dia hendak berjalan kekamar, tanpa sengaja ekor matanya melihat Farah sedang duduk termenung, entah apa yang sedang dia fikirkan.
Adrian lalu melangkah memasuki kamar Farah dan mendekatinya. Farah yang tahu akan kehadiran Adrian langsung menundukkan kepalanya.
"Bagaimana, apa kau sudah ingin mengatakan alasan membunuhnya, Kenapa kau membunuh Vania?" tanya lelaki itu sambil melangkah maju mendekati Farah.
Lebih baik kau jujur berhentilah bersandiwara, karena aku tak akan bersimpati padamu," ucap Adrian dengan tatapan tajam kearah Farah.
"Sudah aku katakan, bahwa aku tak membunuhnya, aku tidak membunuh Vania tunanganmu itu," jawab Farah dengan suara lirih, dia takut, sangat takut, bahkan untuk menatap lelaki yang ada di hadapannya saja dia tak berani.
"Tutup mulutmu jika hanya kebohongan yang kau katakan, kenapa kau tak jujur saja, aku bisa saja membunuhmu hari ini juga, cepat katakan padaku, kenapa kau membunuhnya hah?" Teriak Adrian.
Dia begitu geram kepada Farah karena wanita itu selalu mengelak dan tak mengakui perbuatannya.
"Maka cepat lakukan, bunuh aku sekarang, seribu kali kau bertanya padaku, jawabanku akan tetap sama, aku tidak membunuhnya, dan bukan aku pembunuhnya," ucap Farah memberanikan diri menatap Adrian yang sedang menatapnya dengan pandangan menghunus.
Farah lelah dia sudah berusaha untuk bicara pada Adrian, bahwa bukan dia yang membuat Vania terbunuh, namun lelaki itu tetap tidak percaya padanya.
Adrian emosi mendengarkan penuturan Farah dia langsung mendekat dan mencekik Farah, mata wanita itu mulai memerah, dan meneteskan air matanya.
Farah mulai kesulitan bernapas karena Adrian mencengkram lehernya hingga begitu kuat.
Adrian tersadar dia langsung melepaskan cengkraman tangannya, Farah terbatuk-batuk karena ulah Adrian, lehernya memerah meninggalkan jejak tangan akibat dicekik oleh lelaki itu.
Adrian berjalan keluar kamar lalu berkata, "Tidak semudah itu untuk kau tiada, aku akan terus menyiksamu, sampai kau mengatakan yang sebenarnya."
Adrian membanting pintu melangkah, meninggalkan kamar Farah.
Farah hanya bisa menangis mendapatkan perlakuan seperti itu oleh Adrian, dia merasa tak sanggup lagi untuk menjalaninya.
Terbesit dalam benak wanita itu untuk mengakhiri hidupnya, mungkin dengan dia tiada semua penderitaan ini akan berakhir, toh tak ada satupun yang peduli padanya, tak ada siapapun yang mengharapkannya.
Kedua orang tuanya pun tak menghiraukannya lagi, bahkan tak pernah berkunjung ataupun menemuinya, semenjak dia menikah dengan Adrian.
Farah merasa dirinya hanya seorang diri, tak ada teman, saudara ataupun keluarga, bahkan orang yang dia sayangi sejak SMA pun membenci dirinya.
"Kenapa Tuhan, kenapa aku harus menjalani hidup seperti ini, apa salahku Tuhan, aku bahkan tak mengenalnya tapi aku dituduh membunuhnya," ucap Farah sambil menangis
A ... farah berteriak histeris tubuhnya bergetar hebat dan dia mulai menangis dengan sangat hebat.
"Aku tidak membunuhnya, aku bukan pembunuhnya, kenapa kau tidak mempercayaiku, aku sudah berkata jujur padamu, harus dengan cara apa lagi aku menjelaskannya padamu," teriak Farah dengan begitu kencangnya
Adrian mendengar teriakan itu, dia langsung menghampiri Farah ke kamarnya, namun dia malah melihat Farah sedang tergeletak di lantai pandangannya kosong, dan dia selalu bergumam menyebutkan dia bukan pembunuh.
Adrian langsung meminta Joe membawanya ke rumah sakit.