201
....
"Aku jelek ya, Sayang, gendut begini? Lucu?" la
duduk di sampingku, masih dengan wajah
cemberutnya. Aku tersenyum, membelai
butnya yang akhir-akhir ini dikatnya.
"Enggak. Kamu makin cantik, kok," ujarku
menghiburnya. Bukan sekedar menghibur. Karena
ia memang makin cantik tiap harinya. Dan cintaku
padanya makin bertambah juga tiap harinya.
"Bohong!" Dia memukul lengan atasku pelan.
Bukannya meringis kesakitan, aku terkekeh
melihatnya seperti itu.
"Bener, kok, Sayang. Kamu jadi lebih cantik
semenjak hamil." Aku tak bohong sama sekali.
Sudah kubilang kan tadi kalau Reina, istriku,
makin cantik.
Ya, dia Reina yang itu. Reina si gadis kecil yang
kubenci dulu. Reina yang membuatku jatuh hati
saat lebih mengenalnya, yang mengaku memiliki
perasaan yang sama denganku. Reina yang
membuatku jatuh dan terjerembab dalam
perasaan yang teramat dalam. la yang
kutinggalkan karena merasa hubungan kami
takkan mungkin. Namun nyatanya, sekarang ia