Chapter 15 - Bab 15

*BAB 15*

Xander memang sedikit sensitif, ia mudah merasa emosi dan marah, tidak heran jika ia sering mengeluarkan umpatan untuk membuat dirinya menjadi sedikit lega atau memang itu adalah kebiasaan Xander, sering mengumpat.

Kebanyakan seseorang berpikir jika seorang CEO memiliki banyak teman atau bahkan memiliki beberapa sahabat, dan mudah bergaul serta berbaur. Namun hal itu tidak berlaku untuk Xander, ia tidak memiliki sahabat ataupun teman. Orang-orang yang hadir di dalam hidupnya hanya sebatas rekan kerja saja, atau yang bisa dikatakan lebih dekat dengan Xander adalah Paul dan anak buahnya, tetapi posisi mereka tetaplah bawahan Xander. Xander memperkejakan mereka untuk dirinya.

Satu-satunya seseorang yang ia miliki di dunia ini ialah Hellen, ibu kandungnya yang sudah pergi menghadap Tuhan.

Tangan Xander terulur untuk mengambil salah satu buku yang tersusun rapi di rak, ia membawa buku itu di tangan kanannya. Kakinya kembali melangkah menuju jendela kaca yang menghadap ke arah luar mansion yang banyak di tumbuhi oleh berbagai jenis tumbuhan hijau, mulai dari yang berukuran kecil hingga besar.

Xander menatap ke arah luar jendela kaca dalam diam, buku yang ada di tangannya ia biarkan begitu saja tanpa berniat untuk membacanya.

"Tap. . Tap. . " Xander mendengar langkah kaki yang mendekat ke arahnya, meski suara itu terdengar sangat pelan namun Xander masih mampu mendengarnya dengan jelas, karena Xander memiliki pendengaran yang sangat tajam, tak kalah dari penglihatannya.

"Tuan. ." Tanpa menolah pun Xander sudah tahu suara itu milik siapa.

"Nona Nora sedang berada di dalam sauna, Tuan." Ujar Paul lagi, setelah mencari keberadaan Nora di setiap ruangan mansion ini akhirnya ia berhasil menemukan wanita itu yang sedang berada di dalam sauna.

"Kau bisa pergi." Balas Xander, ia pun melewati Paul begitu saja tanpa mengucapkan terimakasih. Sebelum itu ia kembali meletakkan buku yang ia ambil ke tempat semula. Xander adalah orang yang teliti dan rapi, segala sesuatu harus terlihat rapi dan bersih.

Jarak perpustakaan dan sauna tidak terlalu jauh, namun cukup membuat kaki sedikit terasa lelah karena harus melewati beberapa lorong untuk sampai ke tempat tujuan. Dari kejauhan Xander bisa melihat siluet seorang wanita yang sedang berada di dalam sauna itu.

Xander semakin mendekati ruangan itu, ruangan yang di design secara alami menggunakan kayu namun tetap terlihat elegan. Di bagian jendela serta pintu sengaja dibuat menggunakan kaca agar bisa melihat keadaan luar dan dalam.

Xander berdiri tepat di depan pintu sauna, tanpa berniat masuk atau memanggil nama Nora. Ia ingin Nora menyadari kehadirannya tanpa harus membuka suara terlebih dahulu. Karena posisi Nora yang membelakangi Xander, membuat dirinya tidak menyadari akan kehadiran Xander. Hingga beberapa saat kemudian barulah Nora menyadari kehadiran Xander dan segera bangkit dari duduknya untuk menghampiri Xander.

"Xander, apa kau mencariku?.'' Tanya Nora dengan senyuman yang menghiasi bibirnya. Ini adalah momen langka dimana seorang Xander menghampiri Nora tanpa ada tanda-tanda sebelumnya. Biasanya Nora lah yang menghampiri Xander terus menerus, hingga membuat pria di hadapannya ini muak dengan tingkahnya.

Xander tak menjawab pertanyaan Nora, ia justru menatap Nora dengan tatapan yang tak bisa di artikan.

"Ikuti aku." Ucap Xander dingin, ia melengos begitu saja dengan tangan yang masuk ke dalam saku celana. Membiarkan Nora berjalan di belakangnya, dengan berbagai pertanyaan yang mengisi pikirannya.

"Apa ada hal yang ingin kau bicarakan Xander?." Tanya Nora, dengan mengekor di belakang Xander sembari mengelap keringat di lehernya.

"Jika kau ingin membicarakan sesuatu, biarkan aku membersihkan tubuhku terlebih dahulu." Ucap Nora lagi, tidak mungkin jika ia harus berbicara dengan Xander dengan keadaan penuh keringat seperti ini. Nora merasa jika Xander ingin mengatakan hal yang serius, melihat dari gerak-gerik Xander yang tiba-tiba saja menghampiri dirinya, dan menyuruh Nora untuk mengikuti pria itu.

"Aku tidak suka menunggu.'' Jawab Xander menghentikan langkahnya, jika Nora tidak waspada ia bisa saja menabrak punggung tegap Xander.

"Baiklah, aku akan bersiap-siap dengan cepat.'' Jawab Nora tidak ingin mengecewakan Xander, meski ia tahu jika harus membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk membersihkan tubuhnya. Namun demi Xander, Nora rela mempersingkat waktu bersiapnya.

"Ruang kerja." Setelah mengatakan hal itu, Xander pergi meninggalkan Nora begitu saja.

Dan Nora, ia sedikit berlari menuju ke kamarnya untuk membersihkan tubuhnya dari keringat. Ia tidak ingin membuat Xander menunggu lama di dalam ruang kerja miliknya.

"Tok. . Tok . ."

Tangan Nora mengetuk sebuah pintu yang ada di hadapan, pintu yang menghubungkan dengan ruang kerja milik Xander. Nora perlahan masuk dan langsung di hadapkan dengan Xander yang sedang berdiri tegak menghadap ke luar ruangan.

Nora tidak tahu apa yang sedang Xander pikirkan, selama ini Xander tidak pernah membuka dirinya kepada Nora. Xander selalu memberi batasan di antara mereka berdua, meski terkadang Nora mencoba mengorek tentang kehidupan Xander. Namun Nora tidak pernah berhasil, pria itu menutupi kehidupan pribadinya dengan rapat, jika kalian pikir selama tinggal di mansion ini Nora dapat mengenal Xander dengan baik dan mengetahui kehidupan pribadinya, maka jawabannya adalah tidak, tidak tahu sama sekali. Nora hanya berhubungan dengan Xander ketika mereka akan melakukan hubungan intim saja. Walaupun Nora tahu hubungannya dengan Xander tidak baik, namun Nora sangat menikmati hubungan ini. Nora berpikir jika ia harus bersabar menghadapi sifat Xander yang dingin serta angkuh. Nora tidak berpikir jauh, seperti bisa saja Xander memiliki niat buruk terhadap dirinya. Nora tidak berpikir ke arah itu sama sekali. Entah ia yang terlalu naif atau terlalu percaya kepada Xander.

"Apa yang ingin kau katakan padaku Xander?." Nora memecah keheningan ruangan ini, karena Xander tak kunjung menghadap ke arahnya. Nora juga bukanlah wanita baik-baik, sebelum terperangkap di mansion ini kehidupan Nora sangat bebas. Ia pergi ke tempat hiburan malam hampir setiap hari, menghamburkan uangnya disana, dan ia juga gemar bergonta-ganti pasangan.

"Aku ingin mengakhiri hubungan ini, dan kau bisa pergi dari mansion ini mulai besok." Jawab Xander tanpa menghadap ke arah Nora. Entah sejak kapan Xander memulai hubungannya dengan Nora, hingga ia harus mengakhiri hubungan ini.

"Kau ingin mengakhiri hubungan ini secara tiba-tiba?.'' Nora berjalan ke arah Xander dengan pikiran paniknya, ia tidak ingin mengakhiri hubungan ini dan harus pergi meninggalkan mansion milik Xander. Bukan Nora tidak ingin meninggalkan kehidupan mewah ini, namun Nora ingin terus berada di sisi Xander. Berada di sisi Xander dan tinggal satu atap dengan pria itu adalah suatu pencapaian yang besar bagi Nora. Karena tidak semua wanita bisa masuk bahkan tinggal di mansion ini. Dan untuk masalah kemewahan, Nora sudah terlahir kaya sejak dulu. Jadi ia tidak khawatir jika harus kehilangan kemewahan dari mansion ini.

"Aku tidak ingin mengakhiri hubungan ini Xander." Sambung Nora berdiri di samping Xander, ia sedikit mendongak untuk melihat wajah tampan Xander.

"Apa kau pikir aku serius menjalani hubungan ini bersama mu Nora?."

"Kau sangatlah naif Nora, dan kau hanyalah seorang jalang bagiku." Tutur Xander dengan menatap tajam mata Nora. Xander dapat melihat jika Nora terkejut mendengar penuturannya.

"A-apa maksud mu Xander?." Tanya Nora dengan perasaan campur aduk, ia tidak mengerti apa yang di maksud dengan perkataan Xander. Nora pikir Xander menikmati hubungan ini dengan cara yang berbeda, dengan tidak banyak berbicara.

"Kau adalah umpan bagiku Nora, tidakkah kau sadar itu?."

"Apa kau terlalu mengagumi ku hingga tidak sadar dengan apa yang telah kulakukan?." Tangan Xander menyentuh wajah Nora lalu mengangkat dagu wanita itu agar semakin dekat dengan wajahnya.

"Kau dan keluarga mu sangatlah bodoh."

Nora terpaku dengan tatapan Xander, tatapan yang mampu membuat Nora terhipnotis karenanya.

Rencana Xander sangatlah rapi dan mulus, sehingga ia berhasil mengakuisisi perusahaan milik keluarga Nora, lebih tepatnya perusahaan milik ayahnya.