*BAB 6*
Mendengar ucapan Hellen dan sentuhan Hellen di tubuhnya membuat emosi Jimmy dapat terkendali, memang manusia di ciptakan secara berpasangan, dan memiliki pasangan yang saling melengkapi, seperti contohnya Hellen dan Jimmy. Bisa di ibaratkan jika hubungan mereka seperti api dan air, Jimmy berperan sebagai api serta Hellen berperan sebagai air, mereka saling melengkapi satu sama lain. Hellen membantu Jimmy untuk mengontrol emosinya, karena tujuan mereka kesini bukan untuk beradu mulut dengan Xander. Tujuan utama mereka adalah, membujuk Xander agar ingin tinggal bersama mereka di mansion utama keluarga Hampton.
"Huhh. . " Terdengar hembusan nafas kasar yang berasal dari Jimmy, ia mencoba mengendalikan emosinya untuk saat ini.
Xander memiliki sifat dominan sama seperti Jimmy, mungkin karena itulah Xander memiliki sifat keras kepala serta angkuh, dan itu semua berasal dari Jimmy.
"Mari kita berbicara secara baik-baik.'' ucap Jimmy lagi setelah berhasil menetralkan perasaan panas di hatinya. Ia menggenggam tangan Hellen agar emosinya tetap terkendali.
"Aku banyak pekerjaan, sebaiknya kalian pergi dari ruangan ini." Xander bukannya ingin menghindar, namun ia memang memiliki banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan dengan sesegera mungkin. Lagi pula, Xander juga enggan berbicara dengan kedua orang itu.
Luka yang perlahan mulai mengering kini harus basah dan terbuka lebar lagi. Luka yang tidak akan pernah Xander lupakan. Luka yang di berikan oleh kedua orang yang berdiri di depannya saat ini.
Xander melangkahkan kakinya menuju meja kebesarannya yang menghadap ke arah luar jendela, dari tempatnya saat ini Xander dapat melihat gedung pencakar langit yang berdiri tidak jauh dari gedung Hampton groups, tak hanya itu saja Xander juga bisa melihat lalu lalang kendaraan roda dua maupun roda empat di bawah sana. Kemacetan yang membuat Xander merasa muak, terlebih jika hari-hari kantor, kemacetan tidak dapat di hindari oleh begitu saja. Oleh karena itu Xander lebih sering menggunakan helikopter untuk transportasinya menuju ke kantor.
"Xander, kami ingin berbicara serius dengan mu." Kini giliran Hellen yang angkat bicara, mereka berdua berjalan mendekati meja kebesaran Xander. Di atas meja kerja itu tertulis nama Xander Hill Hampton yang menjabat sebagai CEO. Meski Xander tidak berjuang dari awal untuk bisa menduduki posisi ini, namun kerja keras Xander serta rasa tanggung jawabnya patut untuk di apresiasi.
"Apa kalian tidak mendengar ucapan ku?."
"Aku sibuk, sebaiknya kalian pergi dari ruangan ini. Sebelum aku menyuruh para anak buah ku untuk mengusir kalian." Ujar Xander dengan suara yang sangat dingin, tidak ada kehangatan dari setiap kata yang ia ucapkan untuk mereka yang tengah berdiri di balik punggungnya. Karena posisi Xander saat ini tengah menghadap ke arah luar jendela, secara otomatis ia membelakangi kedua orangtuanya.
Mendengar jawaban Xander membuat Jimmy mengerang menahan rasa amarahnya, suara erangan itu mampu di dengar jelas oleh Hellen yang berdiri tepat di sampingnya.
"Tenangkan dirimu Jimmy." Untuk yang kedua kalinya Hellen menyuruh Jimmy untuk tetap tenang. Sifat mereka sama sama keras kepala, jika di antara keduanya tidak ada yang mengalah maka semuanya akan kacau. Dan akan membuat keadaan menjadi semakin buruk, hubungan renggang yang terjalin selama bertahun-tahun justru akan semakin renggang.
"Mommy mohon Xander. Izinkan kami untuk berbicara dengan mu." Sambung Hellen dengan nada yang tulus. Meski ia tahu keberadaannya tidak akan pernah di anggap oleh Xander.
"Haha. Apa aku tidak salah dengar." Xander berdiri dari kursi kebesarannya lalu berjalan ke arah mereka berdua, dengan menunjukkan senyuman smirknya.
"Aku tidak memiliki seorang ibu. Dan kau jangan pernah menganggap dirimu seorang ibu di hadapanku."
"Karena bagiku, kau adalah wanita benalu, yang merebut kebahagiaan orang lain." Kalah telak, Hellen benar benar di buat terdiam oleh kalimat yang di ucapkan oleh Xander. Sementara itu Jimmy sudah tidak bisa menahan rasa sabarnya lagi.
"Xander!!!." Teriak Jimmy, suaranya menggema di seluruh sudut ruang kerja Xander.
"Ah lihatlah, ada pahlawan kesiangan disini." Ujar Xander tidak memiliki rasa takut sama sekali kepada Daddynya.
Keadaan ruangan ini terasa semakin tegang dan panas, meski sejujurnya ruangan ini terasa sejuk serta dingin. Mereka di liputi oleh amarah serta emosi yang naik hingga ke ubun-ubun.
"Jaga ucapan mu Xander."
"Daddy tidak pernah mengajari mu untuk bersikap kurang ajar seperti itu." Tegur Jimmy, meskipun ia jarang berkomunikasi dengan Xander bahkan hampir tidak pernah. Karena setiap kali ia mencoba untuk menghubungi Xander ataupun mantan istrinya yang telah tiada, tidak ada balasan dari mereka berdua. Sebagai kepala keluarga, Jimmy tidak pernah mengajari Xander untuk bersikap kurang ajar kepada seseorang yang memiliki usia yang lebih tua.
"Aku bahkan tidak ingat jika aku memiliki seorang Daddy. Karena yang aku ingat, aku hanya memiliki Mommy saja di sisiku."
"Ah aku baru ingat. Kau lebih memilih wanita ini, daripada keluarga mu sendiri." Xander mengeluarkan uneg-uneg yang selama ini ia pendam. Meski usianya sudah cukup dewasa dan matang, namun Xander belum bisa sepenuhnya mengontrol emosinya. Ia tidak akan pernah melupakan betapa sakit kehidupan di masa lalunya yang harus ia lalui bersama sang Mommy.
Xander menatap keduanya secara bergantian, masih teringat jelas di ingatan Xander, bagaimana wanita licik itu merebut sang Daddy dari Mommynya.
Bisa di katakan jika hubungan Annita dan Hellen dahulu cukup akrab. Bahkan Hellen sangat percaya dengan Annita, namun kepercayaan yang di berikan Hellen kepada Annita runtuh begitu saja, ketika ia mengetahui jika wanita itu berselingkuh dengan suaminya sendiri, yang paling menyakitkan adalah Annita telah mengandung anak dari Jimmy.