CHAPTER 11
Without realizing it, saying wrong is the most painful thing. And he feels sorry, but the situation is still under control which makes him have to go back to work.
…
"Hoam…"
Erica terbangun dari tidurnya. Entah kapan ia tertidur, namun yang pasti sekarang ia sudah terbangun dari tidur dan kini menggarakkan tubuh sebagai bentuk merenggangkan otot-otot tubuhnya.
Ia menolehkan kepala ke arah dinding dan menunjukkan pukul 9 pagi.
Erica tampak melenguh, dan kini menatap ke arah laptopnya yang sudah mati. "Astaga, berarti aku ketiduran, ya? Belum sempat membereskan barang-barang yang lain,"
Dan akhirnya, ia bergerak untuk membereskan barangnya yang berserakan di atas kasur lebih dulu sebelum ia melangkahkan kaki di lantai dasar untuk melihat-lihat ada siapa saja di rumah ini sepagi ini.
"Sean udah pulang atau belum, ya?"
Erica selesai membereskan laptop dan mengembalikan ke tempat, juga kertas-kertas lainnya yang tentu saja sangat penting baginya. Ia pun sekalian membereskan kasur juga. Walaupun di rumah ini banyak maid, tapi tak ayal rasa malasnya belum hilang hanya untuk merapihkan kasur saja.
Erica duduk di tepi ranjang dan meneguk segelas air mineral yang memang selalu ia siapkan di malam harinya, setelah itu ia lebih dulu ingin memeriksa ponsel karena takut Sean menghubunginya atau apapun itu.
Jamari tangan Erica yang lentik pun mulai menari-nari di atas ponsel, ia sedang memeriksa ruang pesannya dengan Sean yang ternyata tidak ada pesan apapun.
Namun apa yang ia harapkan tak kunjung datang, tidak ada pesan dari Sean, ataupun laki-laki itu sekedar memberikan kabar kepadanya. Hal ini membuat Erica menghela napas dengan perlahan, ia memang tidak akan pernah bisa mengambil waktu Sean hanya untuknya.
Kebetulan, hari ini Erica kedapatan masuk siang karena jadwalnya bertabrakan dengan Orlin. Biasanya sih tidak masalah, namun entah kenapa khusus hari ini Vrans mengubah jadwalnya menjadi masuk siang. Ia tidak keberatan untuk hal ini, masuk siang berarti ia akan pulang malam, dan ia bisa menjaga diri jika ada sesuatu yang aneh.
Pesan dari Xena yang langsung ia buka dan nanti menyusul pesan dari Orlin.
ruang pesan |
Xena
SELAMAT PAGI BATU ES KU, KAMU SUDAH BANGUN ATAU BELUM?
07.00
Sedangkan pesan Orlin untuknya,
Orlin
Hei, bangun pagi, putri tidur. Oh ya, nanti saat makan siang, aku dan Xena ingin membicarakan sesuatu, jangan sampai ketinggalan!
ruang pesan berakhir |
Dan kini Erica dengan tatapan datar menatap layar ponsel sambil membalas pesan kedua temannya. Setelah selesai, ia kembali mematikan ponsel dan meletakkannya di atas meja samping tempat tidur.
"Laper, mandi dulu atau sarapan, ya?"
Drtt…
Drtt…
Drtt…
Terdengar suara getaran ponsel, pertanda telepon masuk. Dan ini membuatnya gagal fokus karena sang pemilik nama yang meneleponnya adalah Sean, laki-laki yang keberadaannya menjadi pertanyaan besar di kepalanya.
"Alright, now he's calling me like he doesn't feel guilty."
Walaupun sedikit mengeluh, Erica meraih ponsel dan mengangkat panggilan dari Sean. Ia menempelkan ponsel di telinga, tidak ingin menyapa lebih dulu karena yang salah adalah laki-laki di seberang telepon.
"Good morning dear, don't forget to have breakfast. Are you in the office or not?"
Suara bariton Sean adalah yang di tunggu-tunggu bagi Erica setiap ia terbangun di pagi hari, namun nyatanya itu adalah kemustahilan yang sangat jarang terwujudkan.
Pertama, sudah pasti alasannya karena pekerjaan Sean yang terlalu padat. Sebenarnya sih tergantung job yang masuk, namun Sean sebagai pembunuh bayaran yang terkenal dan paling di cari, maka ia jarang memiliki waktu ada di rumah. Kedua, pekerjaan pembunuhan yang di lakukan pada malam hari pasti berlanjut sampai pagi, tentu saja Sean tidak biaa berada di sampin Erica saat wanita itu terbangun dari tidurnya.
"Gak kerja, nanti siang." Erica menjawab dengan cuek, efek merajuk juga karena ini bukan pertama kali Sean seperti ini. Maksudnya, ia memiliki sedikit keinginan agar laki-laki itu tidur bersamanya.
Terdengar suara seperti… entahlah, mungkin suara televisi? yang samar-samar terdengar, hal itu membuat Erica menaikkan sebelah alisnya.
"Kenapa? Ada apa dengan mu, sayang?"
"Lagi ada dimana, huh? Kenapa tidak pulang sedangkan yang aku dengar adalah suara televisi? Are you kidding me? you with a private bitch or what?"
Napas Erica naik turun. Entah kenapa, mood nya hari ini terbilang tidak stabil. Padahal, tadi malam dengan senang hati ia ikut menyaksikan apa yang dilakukan oleh kekasihnya. Aksi yang sangat keren hanya di tunjukkan kepadanya, namun entah kenapa pagi ini kembali berbeda.
"Who's that? your lover? looks like she's mad at you."
Dan yang Erica dengar adalah suara bariton lainnya yang baru pertama kali ia kenali. Suara siapa itu? Pikiran Erica berkelana kemana-mana.
"No, she's also a slut who's after me."
Damn
Dada Erica terasa sakit, ia mendengar dengar sangat jelas kalau Sean berkata pada seseorang di seberang sana kalau dirinya adalah… pelacur?
"What…" Erica melirih.
Pip
(Sambungan telepon di matikan)
Erica memutuskan untuk mematikan telepon secara sepihak. Apa yang di dengarnya tadi? Bukankah itu adalah hal yang menyakitkan? Ayolah, baru kamarin ia membantu Sean menjalankan misi, melihat kekasihnya itu menuntaskan pembunuhan, dan belum lagi pagi ini ia masih terbangun di mansion megah milik laki-laki itu.
"Am I the same as a bitch? Let's see later,"
Tidak ada kesedihan yang ditampilkan, bahkan air mata sekalipun tidak terlihat menetes dari kelopak matanya. Seperti biasa, Erica menanggapi dalam diam namun ia yakin bisa membalas Sean.
Sedangkan di sisi lain ….
Sejak misinya berhasil —yaitu memberikan barang berbentuk koper kepada seseorang yang menyewanya—, Sean bermalam di rumah laki-laki itu, James, dan sekarang waktu sudah menyentuh pagi hari.
"Who's that? your lover? looks like she's mad at you."
Sean yang sedang duduk di sofa karena sedang menelepon kekasihnya pun menolehkan kepala ke sumber suara, ia melihat James yang datang ke arahnya sambil meletakkan koper berwarna silver yang sesuai janji ingin ditunjukkan kepadanya.
Sepanjang karier menjadi pembunuh bayaran, tentu saja Sean terkenal sendirian, ini di luar dari sang kakak yang juga sama populernya dengan dirinya di dunia penjahat. Selain itu, ia tidak pernah mengenalkan orang yang di sayang karena bisa saja menimbulkan dampak berbahaya. Apalagi jika ia mengakui kalau Erica adalah kekasihnya, pasti akan terjadi hal buruk dengan wanitanya.
Sean tampak menggelengkan kepalanya. "No, she's also a slut who's after me."
Dan bodoh. Kenapa Sean malah menyamakan Erica dengan wanita yang tentu saja lebih rendah daripada kekasihnya? Sial, sepertinya ia terlalu cepat menaruh kebohongan.
Pip
(Sambungan telepon mati)
Dan Sean mendengar sambungan teleponnya mati. "Shit." Ia mengumpat kecil, lalu menatap ke arah layar ponsel yang tidak lagi menampilkan panggilan dari kekasihnya.
"Oh, she came after you and begged you to come back for love, or what?"
"No, just charge what she thinks is lacking."
Merasa pembicaraan ini tidak perlu di teruskan, James pun tutup topik pembicaraan ini dengan berdehem karena kembali fokus dengan koper yang dibawakan Sean untuknya. "Ini pekerjaan untuk mu, jangan mengecewakan ku."
"Dan apa imbalan besar untukku?"
"Apapun yang kamu inginkan."
Menarik, benar? Walaupun Sean sudah memiliki segalanya dari kelengkapan kekayaan seperti Mansion besar, memiliki pesawat, jet, bahkan helikopter pribadi dan lain sebagainya, tak dapat di pungkiri ada saja apa yang ia inginkan.
Jelaskan terlebih dulu apa yang harus aku lakukan.
James tampak menganggukkan kepala. Tampilannya yang masih terlihat kharismatik dan berwibawa.
"Baiklah. Kita sama-sama penjahat di dunia ini, dan pasti pekerjaan tambahan yang aku perintahkan untuk mu ini cukup berat. Di dalam koper ini berisikan chipset, dan kamu harus membantu ku untuk menyebarkan virus di perusahaan besar yang berada di Amerika Serikat." James menjelaskan, namun tidak terlalu panjang.
Sean yang mendengar itu menganggukkan kepala. Ini kasus kelima —sebagai pekerjaan tambahan di luar pembunuhan ilegal yang ia lakukan—, yang ia terima mengenai penyebaran virus komputer. Biasanya mencakup kejahatan pencurian uang atau bahkan dokumen-dokumen penting, bahkan bisa berniat untuk menghancurkan seseorang. Namun, untuk niat James, ia belum bisa membacanya.
"Hanya itu? Dimana aku bisa menemukan lokasinya?"
"Cambridge, kau harus kesana. Dan aku meminta mu untuk malam ini menyelesaikan semuanya, sanggup?"
Apa yang mustahil bagi Sean? Semua bisa ia lakukan dan selalu ada jalan bagi kejahatan yang ia lakukan. Ia tampak menganggukkan kepala, lalu menunjukkan smirk yang tampak jelas menghiasi permukaan wajahnya. "Ya, mudah."
"All right, I'll prepare all your needs, for my weapons, I have a lot of sophisticated ones."
Sean menaikkan sebelah alisnya. "Hm? Tentu saja, aku akan kesana setelah kau mempersiapkan segalanya." Ia berkata dengan tenang, bahkan ia terbilang santai.
Padahal Sean tidak kepikiran kenapa mafia di hadapannya ini malah meminta bantuannya dan bukannya bergerak sendiri? Yang pasti ada hal besar yang menjadikan laki-laki itu malah menyuruhnya. Sayangnya, Sean terlalu malas berpikir di luar kepentingannya.
James menatap Sean. Sebagai sesama penjahat, mereka memang mungkin saling menguntungkan.
Sean terkenal sebagai penjahat yang profesional. Ia sudah membuat banyak sekali perjanjian dengan sesama penjahat, bahkan jika ada yang ingin melengserkan kepopulerannya pun ia bisa langsung menyusulnya kembali.
"Berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk menangani masalah ini?" James bertanya, ia memperkirakan.
Sean langsung memperkirakan. "Jika aku berangkat jam sepuluh, kemungkinan sampai di sana jam dua belas atau satu siang. Dan dari situ aku harus menyamar untuk memperhitungkan titik semu ruangan, belum lagi memeriksa keamanan dan menghapalkan jalan yang paling efektif untuk masuk kesana."
James menarik senyuman kala mendengar penuturan laki-laki yang sekarang ada di sampingnya. Ia tidak salah mempekerjakan orang, dan Sean adalah pikihan yang paling bagus untuk diajak bekerja sama.
"I didn't hire you wrong, now let's move on and let's hurry so it's over."
"As you wish, Mr. James."
…
Next chapter