Aku harap lanjutan ceritanya masih menarik hati kalian.
Bab 2 ~Rumah kos menakutkan~
Ryeon membalikkan badan dan tersenyum lebar. Dia terlihat sangat mempesona dengan iras garis Korea Selatan serta dipadukan jas hitam yang menambah aura maskulin padanya.
"Apakah aku membuatmu menunggu lama?" Ryeon tidak menjawab, ia justru berbalik tanya.
"Ah, tidak. Justru aku yang membuatmu repot. Seharusnya kau tidak menerima permintaan Noona, anak itu selalu bersikap berlebihan."
Ryeon tersenyum lebar sampai membuat matanya menyipit, seolah apa yang dikatakan oleh Jassie sebuah lelucon. Namun, gadis itu menyadari kalau laki-laki itu bukan sedang menertawakan dirinya melainkan gemas akan cara bicaranya, karena hal itu sering terulang beberapa kali.
"Maaf, aku selalu menertawakanmu. Ngomong-ngomong, kenapa kau bisa terjebak di sini?"
"Aku—"
"Hei kau! sedang apa di sana? cepatlah kembali!"
Zaero sengaja menyela pembicaraan mereka, ia sebenarnya tidak sedang mabuk sepenuhnya. Jadi, suara lelaki yang memiliki ikatan dengannya masih dapat di kenali.
"Laki-laki itu!" geram Jassie. Matanya melirik sinis ke mobil taksi—menembus kaca gelap yang menyembunyikan Zaero.
"Kau bersama seorang laki-laki?"
Mendengar suara seorang laki-laki, Ryeon menggeser tumbuhnya lebih menyorong agar dapat memastikan bahwa itu suara laki-laki yang dikenalnya. Namun, secara bersamaan Zaero juga turun dari mobil sambil mengacak-acak rambutnya.
Ryeon tersentak. "Zaero?"
Zaero menghentikan aktivitas jemarinya pada rambut ketika mendengarkan suaranya. Ia mengangkat wajah, lalu memandang dingin orang yang berdiri jauh di depannya. Dia tersenyum jengah dan membenahi jasnya. "Apa kau sedang mengikutiku?"
"Aku? mengikutimu? ... hah, yang benar saja. Seharusnya aku yang bertanya kepadamu, sedang apa kau di sini? Meeting siang ini berantakan karenamu, bagaimana bisa kau mengabaikan pekerjaan sepenting itu?" balas Ryeon dengan emosional.
"Bukan urusanmu. Lagipula kau selalu dipercaya ayah, lalu kenapa kau membutuhkanku?" jawab Zaero tenang, bahkan terkesan meremehkan.
"Anak ini?!" Ryeon mengepal tangan kesal, untungnya ia tidak sampai melayangkan pukulan kepada anak bos itu.
"Enyahlah, aku muak melihat wajahmu!" Zaero mendorong Ryeon dengan kasar, lalu berjalan mendekat ke kap mesin mobil taksi yang sedang bermasalah itu.
"Ah, ada apa dengannya?"
Tangannya mengepal kesal dan tergerak siap melayangkan pukulan. Namun, dengan cepat Jassie menghentikannya. Dia membentangkan tangannya tepat bagian perut rata laki-laki yang terbakar emosi itu.
"Dia selalu bersikap kekanak-kanakan!" geram Ryeon hingga membuat rahangnya mengeras akibat menahan emosi.
"Sudahlah, lupakan saja. Lagipula kau akan membuang tenagamu dengan sia-sia."
"Kau benar, sebaiknya kita pergi dari sini!"
Ryeon langsung menarik paksa Jassie untuk mengikutinya, bahkan ia tidak memberikan kesempatan bagi wanita itu untuk memilih tetap atau pergi bersama. Namun, Jassie tidak memberi penolakan terhadap tindakan Ryeon. Ia hanya memutar pandangannya ke arah Zaero yang semakin menjauh dari penglihatannya.
"Masuklah!" titah Ryeon usai membuka pintu mobilnya, tetapi Jassie tak bergeming sedikitpun—ia masih memperhatikan laki-laki yang bersamanya tadi.
Tak suka atas respon yang didapatnya, Ryeon menegurnya dengan menepuk bahu kanannya. "Apa kau akan tetap di sini dan menemaninya?"
"Ah, ti—tidak. Bagaimana mungkin aku bisa duduk bersama laki-laki dingin sepertinya?"
Ia tersenyum manis kepada Ryeon dan memasuki mobil. Sementara itu, sebelum masuk ke mobil Ryeon memandang kesal Zaero yang sedang berusaha membenahi mesin mobil taksi. Kemudian, membanting keras pintu mobilnya.
...
Berkutat pada jalanan yang sudah mulai sepi dari penggunanya, berimbas pada suasana di dalam mobil hitam yang dikendarai Ryeon dan Jassie. Keduanya tidak saling bicara, bahkan garis canggung terlihat jelas.
Sedangkan, Zaero masih mengotak-atik mesin mobil hingga membuat pakaiannya terkena beberapa noda hitam dari mesin.
"Apa mobil ini tidak pernah dirawat? kenapa banyak komponen yang tidak terpasang dengan baik?" decak Zaero, ia terus mengomel ketika menemukan komponen mobil yang bermasalah.
"Hei, Pak! Kau coba nyalakan mobilnya!"
Supir yang hanya berdiri diam mengamati Zaero pun akhirnya bergerak, seharusnya ia jauh lebih paham dengan mesin mobil. Bagaimana mungkin laki-laki yang tinggal di gedungan lebih mengerti mesin mobil?
Setelah membutuhkan waktu yang cukup lama, mesin mobil berhasil menyala. Jadi, Zaero tak harus menunggu bantuan lain untuk keluar dari zona gelap dan sepi pengendara itu.
"Kau duduklah kursi penumpang, aku yang akan mengendarainya!" Zaeroo mengambil alih kemudi, pasti ia merencanakan sesuatu.
Benar saja, baru saja suara sabuk pengaman terpasang ia langsung menginjak pedal gas dengan kencang. Ia juga tidak memperdulikan orang lain yang sedang melintas. Bahkan, ia tak ragu menyalip mobil atau kendaraan lainnya yang menghalanginya.
"Mas, apa tidak bisa lebih pelan?!" teriak supir yang duduk terombang-ambing akibat cara mengemudi Zaeroo yang menggunakan kecepatan tinggi.
Zaeroo tak menjawabnya. Ia justru semakin kencang menginjak pedal gas hingga membuat guncangan pada mobil.
....
Angin malam terus berhembus kencang, membawa rasa sejuk dan menenangkan. Di musim yang panas, tetapi terlalu dingin untuk kulit seorang penghuni negara tropis seperti Indonesia.
Wanita berpakaian sweater merah muda yang dipadukan celana jeans hitam terus menggosok tangannya—berharap mendapatkan kehangatan. Ia juga memberikan tiupan halus pada tangannya.
Saat merasa bosan melihat kota yang ramai, ia memalingkan wajahnya melihat Ryeon yang tengah tenang menyetir. Ada sedikit rasa penasaran, mengapa laki-laki setampan dia mau menjemputnya yang bukan siapa-siapa?
'Aku memang tidak begitu jelek, tapi bagaimana dia mau melakukan ini? bukankah Noona tadi mengatakan kalau dia baru dari kantor?'
"Aku memang tampan, tapi jangan melihatku seperti itu," kata Ryeon yang mendadak membuyarkan lamunan Jassie.
"Ya, aku tahu itu. Bahkan tanpa kau harus mengatakannya," lirih Jassie dibarengi membuang muka.
"Kau mengatakan sesuatu?"
"Aniyo (tidak)" jawab Jassie menggunakan bahasa Korea yang sering didengarnya melalui drama Korea ataupun Noona.
Mendengar suara Jassie yang kaku, Ryeon tertawa lepas. "Siapa yang mengajarimu mengatakan itu?"
"Untuk kali ini, aku mohon berhentilah menertawakanku." Jassie merajuk, ia merasa tidak berselera berbagi tawa dengan laki-laki di sampingnya itu.
"Baiklah, Mianhe (Maaf)!"
Jassie mendecit, lalu berkata, "Sebaiknya kau menggunakan satu bahasa saja. Ah, ini salahku kenapa tiba-tiba menggunakan bahasa Korea."
"Baiklah, mulai saat ini aku akan menggunakan satu bahasa. Jangan khawatir aku tidak akan membuatmu kebingungan dengan perkataanku. Dan, mengenai Zaero ... aku mohon maafkan dia."
"Aku rasa tidak sepantasnya kau yang meminta maaf. Zaero tidak melakukan tindakan kasar atau yang lainnya, bahkan selama perjalanan dia hanya tidur."
"Tidur? bagaimana mungkin seorang yang sedang mabuk ..." Ryeon berpikir keras atas apa yang didengarnya. Ia tak pernah menemui orang mabuk dapat diam begitu saja, kecuali dia tidak mabuk sepenuhnya. "... Jassie, apa kau melihatnya sedang minum?"
"Tidak. Aku menemukannya di jalan—tak jauh dari tempatku bekerja paruh waktu di restoran cepat saji."
"Tapi ... dia terlihat baik-baik saja. Apa kau yakin dia sedang mabuk?" tanya Ryeon lagi tak yakin, ia masih menyimpan ragu saat melihat penampakan Zaero yang terbilang tidak cukup berstamina.
"Kenapa kau begitu mengkhawatirkan kondisinya? bukankah kau sendiri yang mengatakan kalau dia bahkan mengabaikan semua perkataanmu?"
"Tidak, aku hanya sedikit merasa aneh," elak Ryeon bersamaan dengan berhentinya mobil yang dikendarainya.
Mobil berhenti di depan sebuah gedung yang terlihat sunyi dan minim cahaya. Hanya satu bohlam besar yang menggantung pada bagian tengah bangunan—tepat di antara pintu gerbang.
"Apa kau tinggal di sini?"
Ryeon mengernyitkan dahi heran, mengapa wanita yang seharusnya dapat menikmati fasilitas mewah di tempat kerja orangtuanya justru lebih memilih tinggal di sebuah tempat yang tampak aneh dan menyeramkan.
"Ada apa? kau terkejut? ... orang miskin sepertiku, tidak berlaku bagaimana tempat tinggalku. Asal tempat itu aman dari kejahatan." Jassie membuka pintu mobil dan bersiap pergi. "Terimakasih sudah memberikan tumpangan. Aku harap kau tidak tersinggung dengan ucapanku."
Tidak langsung beranjak pergi, Ryeon justru mengawasi Jassie yang berjalan ke arah bangunan usang dan senyap itu. Dan, tidak lama kemudian seorang wanita tua keluar dari balik gerbang bangunan yang dituju Jassie. Dari sisi lain juga ada beberapa orang berjalan ke arah yang sama—ke pintu gerbang.
Setiap pergerakan yang dilakukan oleh beberapa orang itu, tidak lepas dari pandangan Ryeon. Ia dengan teliti menerka gerakan yang dilakukan mereka, hingga datang seorang laki-laki muda berlari ke arah Jassie. Dengan cepat, Ryeon meninggalkan tempat kemudi mobil dan berlari untuk menghalangi pria muda yang dilihatnya.
Brugh!
Namun, tindakannya membuat semua orang memperhatikannya. Ryeon telah mendorong Jassie hingga membuatnya terjatuh.
Orang-orang yang semula berjalan ke arah pintu gerbang terdiam di tempat, matanya berbinar tajam seolah menghakimi Ryeon. Dan, laki-laki muda itu juga memandang bengis kepadanya.
"Kenapa? kenapa kalian memandangiku seperti itu?" teriak Ryeon.
Bersambung ....
Makasih ya yang udah baca:)