'Aghh, kepalaku pusing'. Kata yang terucap saat membuka mata dari seorang remaja berwajah cantik.
Terlihat remaja itu terbangun di tepi sebuah sungai yang besar. Tubuhnya dipenuhi oleh luka-luka yang dia sendiri tidak mengetahuinya. Pakaiannya tidak lagi berbentuk karena banyaknya sobekan yang acak.
'Tunggu dulu...'. Dia mulai memutari pandangannya ke sekeliling. 'Di mana ini? Kenapa aku bisa sampai di sini?'. Sambil mencoba mengingat apa yang telah menimpa dirinya.
Lalu ingatan itu muncul dan air matanya mengalir tanpa sadar setelahnya. Mencoba untuk tenang, Ansel berdiri seketika dan mencoba mengusap matanya. Lalu sebuah pertanyaan muncul lagi di benaknya.
'Sebenarnya di mana aku saat ini? Apa preman itu menyangka aku sudah mati, dan membuang tubuhku ke sini ya? Hm, dan juga ibu.? Bagaimana keadaannya saat ini? Di mana dia sekarang berada?'.
Di kepalanya dipenuhi oleh banyak tanda tanya tentang ibunya. Karena dia masih hidup, Ansel pun berharap ibunya juga masih hidup. Asumsi itu membuat Ansel kembali bersemangat untuk mencari ibunya.
Setelah bersemangat kembali, Ansel mencoba mengamati sekitarnya lagi. Dia berusaha melihat apakah ada orang lain selain dirinya.
Dan hasilnya nihil, dia hanya melihat sungai besar dengan lebar kira-kira lima belas meter. Serta dikelilingi oleh pepohonan rindang yang mengikuti aliran sungai.
"Zzzztt... te--, te--".
Tiba-tiba Ansel merasa mendengar sesuatu dari kepalanya. Tapi itu tidak begitu jelas.
Karena pikirnya itu hanya imajinasi, Ansel mencoba untuk mulai bergerak. Dan dia mencoba mengikuti aliran sungai, sambil berharap menemukan seseorang seperti dirinya.
Atau lebih tepatnya lagi, dia berharap itu adalah ibunya.
"Te--, tes, tes, Apa kau sudah dapat mendengar suaraku?". Suara yang terdengar seperti anak kecil kembali bergema di kepala Ansel. Tapi suara itu lebih jelas dari sebelumnya.
"Siapa disana? Keluarlah!". Seru Ansel dengan tatapan waspada ke segala arah.
"Ohh, seperti sudah bisa ya, baiklah kalau begitu. Perkenalkan! aku adalah salah satu sistem yang tertanam di dalam dirimu oleh makluk yang begitu tinggi". Dengan nada yang sedikit sombong, suara itu memperkenalkan dirinya.
Ansel terdiam setelah mendengar pengenalan yang sulit dimengerti olehnya. Dia sempat berpikir bahwa itu hanya salah dengar. Tapi dia masih ragu dengan pikirannya sendiri.
"Apa maksudmu? aku tidak mengerti. tunjukkan dirimu agar aku bisa mengenalkan diriku juga dengan baik". Jawab Ansel mencoba mencari tahu arah datangnya suara itu.
"Yaah, itu tidak perlu, karena aku tau semua tentang dirimu. Dan untuk menunjukkan diriku... saat ini masih belum. Kamu masih belum cukup kuat untuk melihat keberadaanku. Jadi, berusahalah menjadi lebih kuat bersama dukunganku".
Suara yang menyebut dirinya sistem itu mengungkapkan hal yang tidak dapat dipahami oleh Ansel. Dia mencoba mengamati sekitarnya sambil mencari tahu arti dari kata-kata itu. Tapi tidak ada satupun petunjuk yang menuntun dirinya pada sebuah kesimpulan.
"Baiklah, cukup bermain-mainnya! Aku tidak begitu paham maksud perkataanmu. Sebenarnya di mana ini sekarang?".
"Tidak.., aku tidak sedang bermain-main, kau tau?". Tegasnya dengan nada serius.
"Kalau begitu, coba kau jelaskan semua yang kau tau tentang keadaan saat ini". Sedikit kepercayaan terpancar di mata Ansel.
"Hm, hm, oke sekarang dengarkan baik-baik. Pertama kau telah mati, tapi belum mati. Maksudnya, sebelumnya kau telah mati di duniamu yang dulu. Dan saat ini kau dihidupkan kembali di tubuh orang ini. Sebentar lagi ingatannya akan dapat kau lihat".
Ansel yang begitu serius mendengarkan sedikit shock terlihat dari ekspresinya. Itu sebuah penjelasan yang tidak dapat dipahami oleh logikanya. Tapi hatinya berkata bahwa penjelasan itu dapat dipercaya.
"Tubuh orang ini? Apa maksudmu?". Balas Ansel dengan kening yang mengkerut.
"Seperti kataku, coba kau perhatikan wajahmu di air itu".
Mendengar itu, Ansel berjalan ke tepi sungai dan melihat wajahnya sendiri. Di atas riak kecil air itu, sosok wajah yang belum pernah dia lihat terpampang. Sangat tampan, dengan mata sipit tajam seperti elang dan alis yang meruncing seperti pedang. Meski sedikit samar, tapi itu memang tampan dan jelas itu bukan tubuhnya.
Ansel menyentuh wajahnya dan menarik pipinya. Mencoba meyakinkan dirinya sekali lagi bahwa itu bukan mimpi. Dan memang itu jelas terasa berdenyut. Kemudian dia kembali berdiri sambil berusaha tenang.
"Lalu, seperti pengenalanku yang sebelumnya, aku adalah sebuah sistem yang berada di dalam dirimu. Jadi kau tak perlu melirik ke sekitar untuk mencariku. Saat ini kau masih belum dapat melihatku. Tapi ketika sudah saatnya, kau akan mampu melihat wujudku". Ungkap sistem itu melanjutkan yang masih terdengar seperti suara anak kecil.
"Jika benar, apa yang kau lakukan di dalam tubuhku?". Sahut Ansel yang mulai tertarik.
"Aku akan bertindak sebagai pemandu dan memberikan dirimu sebuah quest. Di mana, jika kau mampu menyelesaikan quest tersebut, maka kau akan mendapatkan sebuah hadiah atas keberhasilanmu".
"Bagaimana jika itu gagal?".
"Jika itu gagal.., Sebuah hukuman tentu ada. Tapi tenang saja, kau tak akan mati jika gagal beberapa kali saja". Jawab Sistem itu dengan nada yang dingin.
Ansel tertegun dan mencoba menelan ludahnya. Dia membayangkan hukuman itu akan menjadi mengerikan jika banyak kegagalan.
"Ja-jadi begitu. Lalu kapan quest itu akan diberikan kepada ku?".
"Huhu, itu akan datang jika saatnya tiba. Sekarang kau bisa melakukan apa yang kau mau hingga quest itu datang."
Ansel mulai berpikir tentang apa yang akan dilakukan oleh dirinya sekarang. Lalu ia kembali teringat dengan ibunya. Orang yang paling dicintainya di dunia manapun selain ayahnya yang telah meninggal.
"Dan untuk sekarang, itu saja. Apa ada sesuatu yang ingin kau tanyakan lagi?". Tanya Sistem itu kepada Ansel yang sedang termenung.
Satu hal yang ada di dalam hatinya saat ini, yaitu ibunya. Ansel ingin mengetahui tentang keadaan ibunya itu. Jika ibunya datang ke dunia ini juga. Dia berharap dapat bertemu kembali dan akan melindunginya.
"Dapatkah kau mengetahui tentang keadaan ibuku?".
Sambil mengharapkan sebuah jawaban yang sama dengan keinginannya. Ansel menutup matanya karena takut itu bukan jawaban yang dia butuhkan.
"Tenang saja, Dia juga di dunia ini. Tapi asal kau tau, aliran waktu berbeda di sini. Ibumu telah datang di dunia ini tiga tahun yang lalu. Dan dia juga menempati tubuh orang lain. Untuk sekarang, hanya ini yang dapat ku berikan".
Perasaan lega jelas terpampang di wajah Ansel. Itu sudah menjadi sebuah tujuan baru baginya untuk menemukan ibunya. Tapi informasi itu tidak mengatakan tentang dimana keberadaannya. Jadi dia harus berusaha sendiri.
"Baiklah, sementara aku akan istirahat menjelang quest itu tiba. Oh iya, satu hal lagi. Saat ini identitasmu bernama Anselastor. Sedikit mirip dengan namamu sebelumnya. Dan tempat ini bernama sungai Kayla dari hutan Deird. Selanjutnya semoga berhasil".
Setelah Sistem itu menghilang, tiba-tiba sebuah ingatan baru mulai masuk ke dalam kepala Ansel.
Rasa yang begitu sakit seperti ribuan jarum menusuk langsung ke otaknya dalam hitungan detik. Deretan cuplikan kisah seperti sebuah film yang berjalan lebih cepat dari pada cahaya di mulai dalam kepalanya.
Dan dalam sekejap itu juga, rasa sakit itu mulai memudar. Kenangan baru telah tertanam bersama jiwanya. Ansel sudah mengetahui identitas pemilik asli tubuh miliknya dan alasan keberadaan tubuhnya saat ini.