Bau pendingin udara yang menusuk lubang hidung. Lampu lampu jalan di kanan itu berlari bergantian ke belakang. Spedometer menunjuk ke angka empat puluh kilometer per jam. Akito menutup bibirnya rapat rapat, pandangan matanya lurus kedepan, sesekali menoleh ke arah kaca spion, kanan kiri. Elaine mendampingi adik laki laki ku itu di kursi depan. Ia terdiam menempelkan kepalanya ke kaca pintu di kirinya.
Lulu yang duduk bersamaku di kursi belakang ini mulai mengoceh tentang pengalamannya tadi. Ditambah penjelasan singkat, dari Akito, aku dapat menyimpulkan sedikit. Anomali ruang dan waktu, Lulu dibawa ke dimensi lain saat ia masuk ke pintu toilet sekolah. Saat keluar dari pintu yang sama. Lulu berakhir di dimensi yang berbeda. Tak ada orang sama sekali, tak satu pun manusia berada di sekolah itu. Awan di luar juga menggumpal seperti domba hitam. Banyak makhluk mengerikan, berwujud asap yang berbentuk seperti manusia. Di dalam kepalanya terdapat benda kecil yang bersinar seperti berlian dari darah.
Makhluk itu berkeliaran diluar gedung sekolah seperti layaknya di film apkalips zombie. Namun setelah bersembunyi beberapa saat, Elaine datang entah dari mana, dan menunjukan jalan keluar berupa portal, yang berbentuk lingkaran emas yang didalamnya menghubungkan dunia kami dan dunia aneh itu. Elaine beralasan bahwa ia juga terjebak, padahal aku yakin, Elaine hanya menutupi identitasnya sebagai penyihir bulan.
Setelah percakapan yang tak masuk akal itu selesai, kereta bermesin kami ini telah terparkir rapih di parkiran sebuah gedung besar berbentuk seperti piramida. Dilapisi dengan kaca jendela, gedung ini nampak seperti berlian jika dilihat dari jarak yang jauh. Saat kami berempat memasuki pintu depan, udara dingin dari penyejuk udara menyambut. Banyak orang dewasa berbaju kantoran berjalan kesana kemari dengan kesibukan masing masing.
Berjalan maju sedikit, kami bisa melihat dua buah lift di ujung lorong yang berdampingan, yang satu merah, dan yang satu biru. Akito membimbing kami untuk masuk ke lift dengan pintu berwarna merah. Setelah menunggu beberapa detik, akhirnya kedua pintu itu bergeser dari jalan kami. Terlihat pemandangan yang sangat berbeda. Lantai, dinding dan atap dilapisi oleh alumunium putih. Bagian atas memiliki lubang berlapis kaca untuk tempat lampu terang bersinar.
Tanpa sepatah kata, kami kembali berjalan lurus ke depan. Menyusur lorong serba putih ini, dan akhirnya sampai ke sebuah pintu yang dijaga oleh dua petugas militer bersenjata. Seragamnya aneh, namun keren. Mereka berdua memakai setelan jas hitam, membawa senjata api laras panjang. Memakai masker besi yang menutupi separuh wajah, dilengkapi dengan kacamata hitam.
"Kak Natsuki..., mereka ini adalah anggota SDF," Ujar Akito sembari menghentikan langkah tepat di depan pintu putih mewah itu.
"Perkenalkan! Saya Gate-1!" Seru Petugas sebelah kiri ku memberi hormat.
"Perkenalkan! Saya Gate-2!" Laki laki di sebelah kanan ku pun melanjutkan budaya dari kawannya itu. Memberi hormat beberapa detik tanpa melepaskan pandangan lurus ke depan itu.
"Disini kita pake nama samaran, atau bisa disebut Code name," Lanjut Akito menjelaskan info dasar bagiku.
"Gate-1, apa Leader ada di dalam?" Tanya Akito santai.
"Silahkan masuk saja, Leader sudah menunggu!" Timpal Gate-1 seraya pintu besar di depan kami itu naik ke atas, membuka jalan bagi kami untuk masuk ke dalam.