Chereads / Takdir dan Kebahagiaan / Chapter 20 - Pertarungan Takdir 3

Chapter 20 - Pertarungan Takdir 3

Satu per satu gelembung cahaya keluar dari tubuh penyihir itu. Sano langsung membalikan fokus, dan berlari ke arah kekasihnya itu sembari berteriak.

"Nooooooo!!!!!!! Mana mungkinn aku kalah!!"

Sano membuka kedua tangannya bersiap untuk mendekap Shiro. Namun itu sudah terlambat, penyihir itu sudah lenyap menjadi gelembung cahaya yang bertebaran ke angkasa. Hanya tersisa jubah yang Sano genggam erat di tangannya. Air mata mengalir keluar membasahinya. Aku tak tahu kekuatan apa ini, dan Sano pun nampaknya sepemikiran denganku. Dia jauh lebih berpengalaman, jika dia memiliki kekuatan ini, maka dia sudah mempersiapkan strategi untuk menghadapi ku.

"Aaaaaaa!!!!! Aku sudah lelah dengan semua ini!!!" Pekiknya penuh kebencian.

Seketika api merah dan biru membara di kedua tangannya itu. Kedua bola matanya berubah jadi seperti anggur tua. Ia berbalik memandangiku, lalu berkata.

"Oi!!! Kalau kamu menang melawanku! Kamu layak mendapatkan Shiro!-"

Swusshh!!!

Bukk!!!! Krakk!!!

Ia memiliki kecepatan bagaikan cahaya, dan kekuatan bagaikan seribu letusan gunung. Sano menghantam punggungku, dan mematahkan beberapa tulang rusuk di dalam tubuhku. Aku yakin tulang ku ini tidak serapuh manusia biasa, bahkan jauh lebih kuat. Namun Sano dengan mudahnya meremukan rusukku. Ku terpental maju ke depan beberapa ratus meter. Hantaman kuat ke dinding piramida menghentikan badan kecilku ini. Tak puas mematahkan tulang. Sano masih ingin melanjutkan serangannya.

Kali ini ia menciptakan pedang besi dari energi yang membakar tubuhnya itu. Pedang itu seketika menancap di tanah dengan tinggi setara dengan perut Sano. Menggenggamnya dengan kedua tangan, lalu mengangkatnya ke atas langit. Cahaya ungu terang memancar keatas, berasal dari pedang di tangan Sano. Seperti lampu senter yang menerobos kegelapan, awan hitam di atas medan perang ini membukakan cahaya pedang Sano keluar ke angkasa.

"Satu kali sabitan dari Chronos, akan menghancurkan dunia ini....," Gumam Sano bersiap menghantamkan pedang cahayanya itu ke tanah.

Ya, aku pasti mati bila berdiam diri si sini. Pedang itu mempunyai nama Chronos, yang artinya adalah waktu. Memiliki kekuatan yang tak terbatas, sesuai kemampuan si penunggangnya. Semakin kuat keinginan sang penggunanya, maka semakin kuat juga pedangnya. Chronos mempunyai kekuatan untuk membuka gerbang antar dimensi. Yap, bilah pedang itu bisa membuka ruang dan waktu hanya dalam satu tebasan. Selain itu, Chronos juga bisa berperan sebagai penghancur semesta. Satu tebasannya bisa menghapus keberadaan satu semesta. Seperti yang akan dilakukan oleh Sano.

Semua isi semesta ini akan lenyap dalam sekejap mata. Dimensi nomor 3521 ini akan terhapus dari buku takdir Sang Penulis secara permanen. Sang pelindung takdir nomor 30 itu sekarang sudah menjadi penghancur takdir. Dan aku sebagai penggantinya, tidak bisa berbuat apapun.

"Huuuaaaaaaaaa!!!!!" Pekik Sano menggerakan pedang cahayanya itu kebawah.

Sinar energi berwarna ungu itu seakan membelah langit, awan hitam yang dilewatinya seakan lenyap. Energi itu terus turun dan akhirnya membelah bagian atas piramida yang menghentikan punggungku ini. Dunia serasa bergetar ketakutan akan kekuatan Sano. Saat ini, aku hanya memiliki satu pilihan, yaitu berpindah dimensi menggunakan kekuatanku. Namun, tanpa sarung tangan besi dari Sang Penulis. Aku masih belum bisa berpindah dimensi semauku. Yang artinya aku bisa tersesat di salah satu dimensi, dan malah menghancurkannya. Karena aku tidak seharusnya terlihat oleh orang di Semesta manapun.

Bukan hanya itu konsekuensi yang akan menimpaku, lebih parah lagi. Aku akan kehilangan ingatan bila tak memakai topeng pelindung. Sungguh pilihan yang sangat sulit, mati di sini, tempat ini. Atau lari, dan menghancurkan semesta lain tanpa mengetahuinya. Ku pejamkan mata sejenak, walau akau tak punya waktu, dan tak bisa menghentikan waktu. Karena Chronos sudah menyobek separuh dari dunia ini.

Natsuki~

"Huh?!" Ku buka kelopak mataku yang baru saja pasrah itu.

Suara perempuan yang ku dengar itu seakan memintaku untuk mengambil pilihan kedua. Karena jika tidak, sinar pembelah semesta itu akan memakanku hidup hidup. Ku bulatkan tekad, mengaliri kedua tanganku dengan Time Fluid-nya masing masing. Biru, dan merah, ketika energinya cukup terkumpul, aku menghantamkan kedua tinjuku ini satu sama lain. Membuat percikan dan ledakan kecil, lalu lenyaplah tubuhku dari Dimensi 3521.

Rasanya seperti berada di laut dalam, dan jatuh dari ketinggian di saat yang sama. Hanya ada cahaya putih di kanan dan kiri. Aku hanya bisa diam dan membiarkan nasib membimbingku. Lagi pula aku akan kehilangan ingatanku setelah ini. Aku hanya bisa berharap untuk tidak menghancurkan alam semesta yang aku pijak nantinya.