Bwushhh!!!!
150 BPM
Angka yang tersirat di pergelangan tangan kiriku. Debu debu berterbangan mengelilingi tubuhku. Menutupinya seperti bulu di tubuh beruang. Lampu indikator di lengan robotik ku ini menyala terang dengan warnanya masing masing. Detik demi detik berlalu, aku masih merasakan efek samping dari lompatan amtar dimensi. Isi kepalaku masih kacau tak karuan, meskipun sudah memakai topeng pelindung. Ku buka mata sedikit demi sedikit. Melihat ke depan. Pasir-pasir tandus yang berterbangan di sekelilingku ini berasal dari tanah yang aku pijak.
Listrik bertegangan tinggi masi menyelimuti tubuhku, namun seketika menghilang ketika aku menghirup napas dari balik topengku ini.
Target: Nomor 30
Jarak: 10 meter
Dua baris kalimat yang berada di pojok kiri layar topengku ini. Sekarang aku berhadapan dengan diriku yang lama. Bukan untuk reuni, bukan untuk berbicara. Namun untuk menghapusnya dari kenyataan ini. Pandangan yang tertutup debu pasir ini mulai membaik, mereka yang berterbangan mulai tertarik gravitasi, atau tertiup angin. Lalu, siluet laki laki yang berdiri tepat di hadapanku itu menjadi kenyataan. Memakai jubah hitam yang menutupi seluruh tubuhnya. Namun ia tak ragu untuk menampakan wajahnya di depanku. Rambut merah berantakan yang berdebu. Bola mata kirinya bersinar warna biru awan.
"Akhirnya kau datang!" Ujar nomer 30 tanpa rasa bimbang sedikitpun.
"Nomor tiga puluh, menyerahlah! Sang Penulis ingin menghapusmu dari kenyataan!" Kata ku lantang sesuai perintah yang tertulis di dalam topeng yang aku pakai ini.
"Hehe... dasar kaleng sampah, apa kamu tau kalau dia hanya memanfaatkanmu?" Ucap Nomer 30.
"Dan... namaku adalah Sano! aku bukan alat yang kalian namai dengan angka!" Pekiknya dengan nada penuh luka yang mendalam.
"Hmm?" Aku memiringkan kepala sedikit tanpa sepatah kata.
Angin sepoi sepoi bertiup melewati kami. Padang pasir yang tandus ini menjadi tempat pertemuan antara dua orang berbeda pendapat. Biru langit itu kesepian, karena tak ada awan awan yang berenang di permukaannya. Sang Surya pun terpelongo melihat kami berdua.
"Cih..., pemula!" Gumam Sano melempar jubah yang ia kenakan ke sembarang arah.
Terlihatlah jaket hitam lengan panjang yang ia kenakan. Dan celana panjang hitam, sama seperti yang aku kenakan. Namun, Sano Tak lagi mengenakan peralatan seperti tangan dan sepatu robotik lagi. Tanpa sarung tangan besi, syaraf dan pembuluh darah Sano terlihat bersinar di dalam kulitnya. Kali ini Sano hanya menggunakan Time Fluids warna biru di bagian kiri tubuhnya. Karena hanya pembuluh darah dari tangan sampai mata kirinya terlihat bersinar.
"Oi! Kamu tau? Tempatmu berdiri itu adalah Piramida!" Sano mengarahkan tangan kirinya ke padaku.
Aku menoleh kebingungan, karena tanah yang ku pijak mulai bergetar kesana-kemari. Satu persatu batu besar muncul entah dari mana. Benda keras berbentuk balok itu tersusun dengan sendirinya mengelilingiku. Satu persatu dengan kecepatan tinggi. Tubuh kecilku ini mulai terjepit oleh bebatuan yang perlahan membentuk Piramida. Cahaya dari langit mulai meninggalkanku. Hanya dalam hitungan detik, mataku ditelan kegelapan. Namun dengan bantuan topeng dari Dewa, aku bisa melihat bagaimana kondisi tubuhku dari atas langit.
Benar saja, sekarang aku terperangkap di dalam Piramida Giza. Bukan lagi terperangkap di dalamnya, aku malah terjepit diantara konstruksi batu batu yang menyusunnya. Sano sangat cerdik, ia memancingku ke Mesir. Namun sebelum aku datang, ia menggunakan kekuatan Cairan Waktu merah untuk menghapus Piramida Giza dari peradaban. Lalu, ketika aku datang, ia ganti menggunakan Cairan Biru di pembuluh darahnya itu untuk mengembalikan sejarah seperti semula.