Chereads / Cinta Yang Belum Kelar / Chapter 18 - First Kiss

Chapter 18 - First Kiss

Aku dan Dina sedang sibuk memilah dress di lemari Dina. Dina sudah menentukan pilihannya. Tapi tidak denganku, karena aku bingung memilihnya. Dress Dina tidak cocok dengan seleraku. Dina suka pakaian dengan warna berani dan mencolok dan lagi model bajunya agak Seksi.

Dina memang mempunyai body yang oke. Sehingga bajunya terlihat seksi sekali di badanku. Padahal kalau Dina yang memakai itu sangat pas di body nya. Sedangkan body ku sedikit lebih berisi dari Dina.

Setelah mengacak-acak isi lemari Dina, aku menentukan pilihanku pada Dress hitam polos dengan panjang selutut, berlengan pendek dengan aksen brukat bagian atasnya sedangkan roknya membentuk payung dengan bahan satin mewah.

Aku mematut diri didepan cermin. Setidaknya gaun ini lebih baik dan lebih sedap dipandang mata dari pada gaun Dina yang lain. Aku memakai heels tidak terlalu tinggi karena tinggiku lebih dari cukup dari ukuran standar wanita. Dan memang aku tidak terlalu suka heels yang terlalu tinggi. Aku hanya memoles riasan tipis di wajahku dengan lipstik nude di sentuhan akhirnya. Saat dirasa cukup, Aku dan Dina segera keluar dan menuju ke tempat pesta Toko.

"Suit suit suit...Daebak, Nay? Itukah kamu? You look so beautifull, Beb!" puji Dina membuatku malu.

"Jangan berlebihan, Din. You are so much beautifull," timpalku pada Dina.

Kami berdua hanya tertawa bersama.

Wanita mana yang tak mau terlihat cantik, iya kan? Bahkan pujian kecil saja membuat senang dan percaya diri dalam diri kita.

Kami pergi naik taksi online saja. Ya kali, udah dandan cantik pakai dress begini malah bawa motor. Alamak bisa hancur semua periasannya hehehe.

********

Aku berjalan bersisian dengan Dina. Pesta kami juga diadakan di salah satu restoran milik Bos. Karena Toko kue yang baru, sudah di persiapkan untuk mulai berjualan esok hari.

Kulihat para karyawan sudah ramai sambil memakan dan meminum minuman di sana. Para karyawan berkelompok masing-masing di setiap meja bundar dengan posisi duduk setengah melingkar menghadap ke depan. Karena didepan sudah disiapkan panggung kecil.

"Hai..!!!" sapa salah satu teman yang dulu pernah satu Toko denganku waktu aku masih baru. Rena. Dia dipindah ke cabang lain karena termasuk karyawan lama hingga dijadikan kepala toko tapi di cabang lain.

Begitulah cara kerja kami. Setiap karyawan yang mempunyai predikat baik di Toko kami, akan naik jabatan. Meski bukan jabatan tinggi seperti pekerja kantor. Tapi beginilah tingkatan kinerja kami adalah sesuai dengan yang kami dapatkan.

"Hai, Mbak Rena. Ya ampun lama ya gak ketemu. Mbak, apa kabar?" sapaku.

"Iihh kamu tuh, Nay. Dibilang gak usah panggil mbak kali. Rena aja. Lagian aku gak tua-tua amat kan?" jawab Rena yang mengundang gelak tawa kelompok karyawan yang duduk bersamaku.

"Iya iya. Rena. Sini duduk bareng sama kita. Masih kosong kok," ajakku, dan Rena duduk disampingku bersama Dina dan yang lain.

Acara pun dimulai. Acara pertama adalah sambutan dari perwakilan kepala Toko yang diwakilkan oleh Bu Saras. Lalu sambutan pemilik Toko Alias Bu Bos yang tak lain adalah Bu Sakinah.

Setelah sambutan, kini beranjak pada acara hiburan. Yakni, setiap karyawan mulai ada yang bernyanyi. Menari grup ala-ala girl band korea. Ada juga yang melucu. Semua senang, tawa riang dari setiap karyawan terdengar riuh dalam satu ruangan.

Saat aku mengedarkan pandangan, tiba-tiba aku bertemu pandang dengan Ardhan. Dia terlihat memandangku lama. Aku mengalihkan pandangan. Entah kenapa hanya dilihat Ardhan saja membuat aku salah tingkah jadinya. Aku pamit pada Dina untuk ke toilet sebentar. Aku hanya gugup. Dan ingin akan menetralkan jantungku yang sepertinya mulai bekerja tidak normal.

Dari dalam toilet aku sedikit mendengar suara lelaki yang menyanyi merdu di telingaku. Menurutku itu suara yang cukup menenangkan. Aku tersenyum. Ternyata salah satu karyawan disini ada bakat menyanyi juga. Pikirku.

*****

-----🎼🎼🎼-----

"Lihatlah luka ini yang sakitnya abadi

Yang terbalut hangatnya bekas pelukmu

Aku tak akan lupa

Tak akan pernah bisa

Tentang apa yang harus memisahkan kita

Di saat ku tertatih

Tanpa kau disini

Kau tetap ku nanti

Demi keyakinan ini

Sekembaliku dari Toilet aku tertegun melihat siapa yang duduk diatas panggung sambil menyanyikan lagu. Aku terhenyak. Susah payah jantungku perbaiki dari kata tidak normal. Sekarang makin menjadi tidak karuan. Sehingga membuat lututku terasa lemas.

Apalagi Ardhan memandangku, saat aku kembali dari toilet. Aku segera mengalihkan pandangan dan kembali ke tempatku semula. Aku gugup. Dan semoga Dina dan yang lain tak melihat sikap anehku.

----🎼🎼🎼-----

Jika memang dirimulah tulang rusukku

Kau akan kembali

Pada tubuh ini

Ku akan tua dan mati

Dalam pelukmu

Untukmu seluruh nafas ini

Kita telah lewati

Rasa yang pernah mati

Bukan hal baru

Bila kau tinggalkan aku

Tanpa kita mencari

Jalan untuk kembali

Takdir cinta yang menuntunmu kembali padaku

Di saat ku tertatih

Tanpa kau disini

Kau tetap ku nanti

Demi keyakinan ini

Jika memang kau terlahir

Hanya untukku

Bawalah hatiku dan lekas kembali

Ku nikmati rindu yang datang membunuhku

Untukmu seluruh nafas ini

Untukmu seluruh nafas ini.....

*****

Ah tidak tidak. Ardhan hanya sedang menyanyi. Dan pasti Ardhan sekarang sudah punya kekasih. Tidak mungkin dia menyanyi untukku. Mustahil. Aku harus melupakannya. Harus. Monologku sendiri.

Rasanya keringat dingin mulai menjalar di sekujur tubuhku. Dulu Ardhan memang selalu bernyanyi untukku saat kami berdua. Ardhan selalu terlihat manis dan tampan saat menyandang gitarnya. Oh my god. I feel fall in love again. Stop Anaya stop! Aku menggeleng kepala seperti orang bodoh.

"Nay, are you okay?" tanya Dina tiba-tiba yang langsung membuyarkan lamunanku.

"Ah, Iya, Din. Ada apa?" jawabku gugup.

"Aku nanya kok balik nanya sih?" gerutu Dina.

"Kamu sakit, Nay?" sambung Rena disampingku.

"Ah, enggak kok. Aku gak papa," jawabku cepat.

"Tapi lo pucet, Nay," ucap Dina lagi.

"Masa sih? Gue pake lipstik nude kali," elak ku.

"Lo beneran gak papa?" tanya Rena lagi.

"Gak papa kok. Kalian berdua kenapa si? Lebay deh," kekehku mengalihkan perhatian Dina dan Rena. Mereka berdua hanya mendengus dan mengedikkan bahu.

Acara pesta telah selesai. Aku beranjak pergi bersama Dina dan Rena. Saat akan keluar dari tempat pesta tiba-tiba kami dicegat salah seorang karyawan laki-laki. Aku pernah melihatnya beberapa kali. Tapi aku tak tahu namanya.

"Hai? Boleh minta waktunya sebentar gak? Kenalin, namaku Galih. Kamu Anaya kan? Boleh kenalan gak?" ucap salah seorang karyawan yang datang tiba-tiba.

"Nah itu udah tau namanya kan? Ngapain minta kenalan lagi?" sahut Dina ketus. Aku menahan tawa karenanya. Tapi rasanya tak sopan sekali menertawakan anak bernama Galih ini. Aku menyikut Dina agar tak menyinggung perasaan Galih.

"Oh, hai. Salam kenal, Galih," sapaku sambil menganggukkan kepala.

"Ehm, boleh minta nomer hp nya gak ,Nay?" tanya Galih to the point membuatku risih karenanya.

"Iihh Modus banget deh. Udah, Nay, ayo balik! udah malem nih," ajak Dina dan aku segera berpamitan pada Galih.

"Anaya!" panggil seseorang di belakangku.

Ardhan berdiri didepan ku. Pandangan mata kami bersirobok. Aku salah tingkah jadinya. Aku menoleh ke arah Dina untuk mengalihkan pandangan dari Ardhan.

"Ehmm maaf, Dina. Bolehkah Anaya pulang dengan saya?" ucap Ardhan tiba-tiba membuat ku menoleh padanya. Hah?!! What the hell?! Kenapa tiba-tiba ajak aku pulang? Batinku.

"Itu sih terserah Anaya, Bos. " Sahut Dina mengedikkan bahu. Aku melotot padanya.

"Oke Anaya kamu pulang sama saya ya?"

"Kenapa harus?!" jawabku ketus. Kulirik Dina yang menyikutku. Mungkin Dina pikir sikapku tak sopan pada Bos. Aku berdecak kesal.

"Karena saya menyuruh kamu pulang sama saya. Ada yang mau saya katakan," ucap Ardhan lagi. Aku mendengus kesal padanya.

"Katakan disini saja. Setelah itu saya pulang bersama Dina," ketusku. Kulihat Ardhan memberi kode pada Dina agar segera pergi dariku. Aku menoleh ke arah Dina dan menggeleng untuk jangan pergi.

"Sorry, Nay. Gue pulang dulu ya?" pamit Dina seraya berlari dariku. Aku mengejar Dina, tapi Ardhan menahanku.

"Tolong lepaskan tangan saya, Bapak Ardhan yang terhormat," ucapku dingin padanya. Bukannya melepaskan aku. Tapi Ardhan menyeretku pelan ke arah mobilnya.

" Bos. Lepaskan tangan saya. Saya mau pulang!" ucapku kesal.

"Saya antar kamu pulang,"

"Saya mau pulang sendiri Bos."

"Tidak ada penolakan. Ada yang ingin saya katakan"

"Oke fine!! Katakan disini! Sekarang!!" teriakku melepas tangan Ardhan kasar. Ardhan menghentikan langkahnya menghadapku. Nafasku memburu karena kesal.

Kulihat Ardhan memandangku tajam.

Dia berjalan mendekatiku. Terus mendekat sampai aku tak ada tempat lagi untuk menghindar. Aku menubruk badan mobil Ardhan dibelakangku. Aku takut. Jantungku serasa akan melompat dari tempatnya.

Ardhan mengikis jarak diantara kami berdua. Dan rasanya saat ini nafasku terhenti seketika. Udara disekelilingku terasa panas. Lalu benda kenyal itu menempel sempurna di bibirku...

Aku melotot tak percaya apa yang dilakukan Ardhan. Beraninya dia....

Plak...

"Apa yang kamu lakukan Ardhan!!!!" teriakku melepas ciuman itu. Aku mengelap bibirku kasar. Beraninya Ardhan mencuri ciuman pertamaku. Saat kami sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi.

"Chagi-a, maaf. Aku..." kulihat Ardhan kaget dengan ucapannya sendiri.

"Chagi???? Kamu ingat aku??? Kamu bohong padaku? iya??!!!" ucapku kaget. Aku hanya menganga dengan apa yang aku lihat sekarang. Wah... Sungguh aku tidak percaya ini.

"Dasar brengsek!!!!!!" Aku memukuli dada Ardhan berulang kali. Lalu aku berlari sekuat tenaga meninggalkan Ardhan. Bodoh!!! Menyebalkan!!! Arrghhh!!!!!

TBC...