Berlanjut.
Raeni sangat merindukan kebersamaannya dengan Ibu, serta Ayahnya dulu. Raeni mengenang itu semua dengan memandang bintang-bintang di langit.
Jari telunjuknya seolah sedang menghitung bintang yang tak terhingg jumlah nya itu. Dia tidak gila, tetapi dulu saat Ibunya masih hidup, Ibunya yang mengajak dirinya untuk melakukan hal tersebut.
"Aku merindukan Ibu. Saat ini aku sangat rindu Ibu. Ibu tahu, dan ingat saat kita menghitung bintang bersama?"
Raeni seolah berbicara pada Ibunya. Bercerita menguntai masa lalu yang kini tak mungkin terulang kembali. Dia tidak gila, hanya saja Raeni terlalu merindukan Ibunya, sampai suara pelan menyadarkan Raeni dari lamunannya.
"Tentu Ibu masih mengingat nya, Sayang."
Suara lembut yang sejak lama Raeni rindukan. Suara yang telah lama tidak dia dengar, dan sekarang mengusik telinganya.
Raeni berbalik badan, seketika itu juga matanya berkaca-kaca. Entah kenapa itu itu ingin jatuh?
"Kemari, Sayang!"