Chereads / Do You Know Vampire? / Chapter 2 - Ch 1 : Dia cukup.... Aneh, bukan?

Chapter 2 - Ch 1 : Dia cukup.... Aneh, bukan?

"N-namaku Hirakawa Yui! SENANG BERKENALAN DENGAN KALIAN!"

Karena suaranya yang kecil, gadis itu berteriak sekuat tenaga, sebelum menundukkan kepalanya dalam bentuk sopan santun introduksi diri.

Diatas podium, dirinya menonjol sebagai pusat perhatian. Semua mata itu mengarah kepadanya, membuat punggung dibalik jubah gelap itu bergetar karena rasa gugup.

"–Seperti yang kalian lihat. Mulai sekarang, Hirakawa-san akan bergabung dikelas ini. Nah, mengesampingkan penampilannya, aku harap kalian bisa berhubungan baik dengannya sebagai sesama murid kelas 3."

Ketika guru wali kelas mengatakan hal itu, semua murid menjawab "Baik~~" dengan selaras. Namun berbanding terbalik dari kata-kata mereka, hampir seisi kelas memasang wajah ragu yang sama.

Kenapa ada murid pindahan di tahun ke-3 seperti ini?

Mungkin dia punya kendala dengan sekolah sebelumnya?

Gadis itu menggunakan penutup mata serta jubah kesekolah, memangnya hal seperti itu dibolehkan?

Tunggu, dia melilitkan perban disekitar tangannya!?

Rambutnya juga berantakan, dan poninya terlalu panjang!

– ketika pikiran-pikiran seperti itu mulai terbang diantara para murid, pada akhirnya, mereka menetapkan suatu kesimpulan.

(""""""""GADIS INI, PASTI BERMASALAH!"""""""")

Meski begitu, guru wali kelas hanya melakukan pekerjaannya tanpa mengetahui apa yang para murid sedang pikirkan sama sekali, dan Hirakawa Yui juga langsung mengikuti instruksi dari guru sambil terus menahan kegugupannya sendiri.

"Baiklah kalau begitu, Hirakawa-san, silahkan segera pergi ke tempat dudukmu."

"B-baik!"

Terlihat dibagian paling belakang, adalah kursi kosong yang sudah disiapkan untuknya. Dia berjalan dari sana, menuju ke tempat duduknya. Saat itulah semua mata meliriknya, rasa penasaran para murid secara terang-terangan sampai kepadanya.

Hirakawa Yui menahan nafas, dia merasakan kakinya tidak bisa berjalan dengan baik, lebih seakan-akan, lututnya bergerak layaknya robot tanpa sendi– Ugh... Semoga itu tidak benar-benar terjadi, dia berharap. Namun jujur, menjadi sorotan diantara orang banyak seperti ini adalah rasa sakit dalam berbagai makna, dan jelas, itu membuat kecanggungan aneh dalam caranya berjalan, atau mungkin inilah yang dinamakan demam panggung?

Setelah akhirnya sampai di kursinya, Hirakawa Yui menghela nafas diam-diam. Dan disaat guru memulai kelas, dia segera mengeluarkan buku pelajarannya, Bahasa Inggris– atau, begitulah seharusnya. Namun apa yang ada ditangannya sekarang adalah buku lain.

Huh... I-ini aneh, kupikir aku sudah membawa buku sesuai jadwal, tapi...

- CATATAN HARIAN PENYIHIR TERKENAL SEPANJANG MASA : ASTRE ZOLOVOEIN

- RESEP ALKIMIA DARI PARA ALCHEMISTS TERKEMUKA.

- MENGENAL LEBIH DALAM TENTANG TELEKINESIS–SIHIR KEKUATAN PIKIRAN.

- ENSIKLOPEDIA SIHIR GELAP.

Dan begitulah, seolah-olah sehabis disiram air dingin, wajahnya langsung memucat.

Dengan tangan yang gemetar, dia menutup kembali resleting tasnya dan mulai kebingungan tentang apa yang harus dilakukan. Pertama-tama, Yui yakin sudah membawa buku yang benar tadi malam– walaupun pada akhirnya dia mengeluarkannya lagi untuk memastikan sampai sejauh mana materi yang dia dapatkan dari sekolah sebelumnya lalu ketiduran.

Untungnya, dia berhasil bangun di pagi hari dan berangkat kesekolah dengan waktu yang nyaris terlambat. Atau mungkin pada saat itulah aku salah membawa buku?

Gadis itu memegangi kepalanya "Apa yang harus kulakukan...?", Bisiknya sedih.

Kalau harus jujur, Hirakawa Yui tidak pernah punya kebiasaan membawa barang-barang kesukaannya kesekolah. Bukan karena dia tidak mau, tapi karena gadis ini tidak punya siapapun disekolah lamanya yang bisa membuatnya saling berbagi hobi dan kesukaan– Apalagi disekolah barunya sekarang. Lalu kenapa dia membawa buku yang salah? Setelah dia memikirkannya kembali, itu karena dia terlalu terburu-buru agar tidak telat datang kesekolah, dia akhirnya membawa tumpukan buku lain yang kebetulan berada dimeja yang sama.

Singkatnya, semua ini adalah kesalahannya sendiri karena tidak fokus. Bahkan setelah di ingat-ingat lagi sekarang, dia hanya bisa mengerang dengan rasa malu ugh..

"–san, Hirakawa-san!"

"Ah!"

Seseorang memanggilnya dari samping. Entah karena begitu tiba-tiba atau karena dia terlambat menyadarinya, Hirakawa Yui tersentak kaget.

Ketika dia menoleh untuk melihatnya, terlihat duduk dekat jendela adalah seorang gadis dengan mata yang menyeramkan. Keningnya mengkerut, dan suasana disekitarnya terasa berbahaya, ditambah rambut hitam gelap, dia punya mata merah terang yang tidak normal pada orang Jepang umumnya.

"A-ada apa...?"

Hirakawa Yui mencoba tetap tenang, karena atmosfir ini, lututnya menjadi lemah, dia merasa seperti menghadapi preman atau anggota Yakuza dari pada teman sekelas saat ini– itu sebabnya dia memilih untuk duduk.

"Tidak, tidak apa-apa... Maksud ku, kamu terlihat pucat tadi, jadi aku hanya memastikan."

Ketika Yui telah mempersiapkan diri untuk hal mengerikan apa yang akan dikatakan gadis didepannya, sangat mengejutkan bahwa harapan itu di kecewakan dalam arti yang baik. Sungguh, bukankah ada yang bilang jangan menilai buku dari sampulnya?

"O-oh! Itu..."

Dia terdiam, agak kebingungan antara harus memberitahunya atau tidak.

Disisi lain, melihatnya dirinya gelisah, gadis itu mengangkat kedua alisnya yang sedari tadi mengernyit. "Kamu... Jangan bilang kamu benar-benar sedang dalam masalah sekarang?"

Yui berkeringat dingin, mencoba mencari alasan, dan matanya berenang ke segalah arah. Tapi ujung-ujungnya, dia dengan malu-malu menyerah dan mengangguk.

"..... Y-ya.."

∆×∆

–––Sekolah pada waktu pagi itu tampak damai.

Dibawah sinar matahari pagi khas musim panas, nyanyian para tonggeret mengisi keheningan waktu belajar diwilayah sekolah.

Dalam suasana tenang didalam kelas, hanya suara dari guru pelajaran Bahasa Inggris lah yang terdengar keseluruh ruangan. Sementara dibarisan paling belakang tempat duduk, kedua gadis menyatukan meja mereka bersama-sama dan mulai berbagi buku pelajaran hari itu– dan momen ini berlanjut sampai istirahat datang.

"M-maaf telah merepotkanmu!" Yui menundukkan kepalanya, bersyukur karena gadis itu telah memberinya bantuan pada hari pertamanya ini.

"Jangan di pikirkan." Jawabnya, "Lagipula, bisa-bisanya kamu salah membawa buku pelajaran tepat di hari pertamamu disini." Dia tertawa kecil, membuat kesan yang pertama kali Yui dapat benar-benar hancur begitu saja.

Yui balas tertawa canggung, dia menggaruk pipinya sambil mengalihkan wajah– mencoba mencari topik lain, "Uhm... Ngomong-ngomong, aku masih belum tahu namamu..."

Atas pertanyaan Yui, gadis itu membuat tanda tanya diatas kepalanya,"Hm? Bukankah kita sudah absen tadi?"

"Uh-huh, yah, aku datang hampir terlambat jadi..."

"Ah!"

Itu benar, meskipun Yui datang tepat waktu kesekolah, bisa dibilang, dia juga terlambat disaat yang bersamaan. Tepatnya setelah bel berbunyi, dia akhirnya sampai di ruang guru dan akhirnya di bimbing kekelasnya ketika para murid telah selesai absen, itu sebabnya dia benar-benar tidak mengenal seorangpun disini.

"Kalau begitu, biarkan aku memperkenalkan diri. Namaku adalah Akemi– Sakai Akemi. Senang bertemu denganmu." Akemi meletakkan satu tangannya diatas dada, dan menunduk anggun memperkenalkan diri. Melihat itu, entah bagaimana membuat kesan berandalan sebelumnya sekarang berubah menjadi seorang tuan putri dari kerajaan tertentu.

"B-Baik! S-senang bertemu denganmu Sakai-sama!" Dan entah bagaimana juga, Yui membuat lidahnya terpeleset sampai secara tidak sengaja mengakhiri kalimatnya dengan panggilan kehormatan.

Akemi tertawa, "Pfft~ Hahaha! Itu benar-benar lucu melihat bagaimana orang-orang langsung merubah sikapnya setiap kali melihatku memperkenalkan diri seperti itu, pfufu~" Dia memukul lututnya beberapa kali seperti orang tua diacara minum-minum. "Dan diantara semua orang, kaulah yang paling lucu Hirakawa-san! Ahahaha~!"

"E-eehh?!" Yui terkejut, dibawah poni yang menutupi matanya, wajahnya di warnai merah terang. "H-hentikan itu! Aku benar-benar merasa ingin mengubur diriku sendiri sekarang! Ahhh!" Tak bisa menahan malu, dia memegangi kepalanya dan mengacak-acak rambut pendeknya.

"Fuahahaha!" Sementara di lain sisi, Akemi benar-benar membuat citranya berubah sekali lagi didepan Yui, yang mana berakhir dengan memicu kebingungan lain pada gadis berjubah itu tentang sifat sejatinya.

"Ya ampun, kau terlihat sangat bersenang-senang disini~"

Sekelompok murid datang kearah mereka, dimana salah seorang laki-laki dengan suasana bersahabat berkata santai seperti itu kepada Akemi.

"Kupikir begitu, tapi Sakai-san, kau terlalu keras tertawa!"

Disampingnya melanjuti, adalah gadis berambut coklat-kemerahan. Dia terlihat seperti seseorang yang biasanya berada dalam organisasi siswa, caranya memarahi Akemi terlihat begitu alami seolah-olah dia sering melakukan itu pada semua murid.

"Ohh! Selamat datang kalian berdua! Ngomong-ngomong, perkenalkan, kita punya teman baru disini!"

Akemi menjawab kedua orang itu dengan lambaian tangan, sebelum tiba-tiba topik beralih kepada Yui.

"Ah! Uhm, S-salam kenal! Aku adalah siswa pindahan, Hirakawa Yui! Semoga kita bisa akrab satu sama lain!"

Pria bersahabat itu bertepuk tangan, "Ohh! Kalau begitu aku juga. Namaku Sato Daichi dari kelas 3-1, Salam kenal, Hirakawa-san!" Dan bergantian memperkenalkan dirinya.

"Aku juga dengar itu, ada seorang siswa pindahan di tahun ke-3, jadi itu kau?" Gadis berambut coklat-kemerahan itu menyipitkan matanya, seolah-olah mencoba mengenali dari kepala sampai kaki. "Yosh! Satu lagi orang aneh telah di konfirmasi! Ngomong-ngomong, aku dari kelas yang sama dengan pria disampingku ini, Inoue Haruka. Senang bertemu denganmu, oke?"

"A-ah, o-oke!" Yui menjawab gugup, dia merasa gadis Haruka adalah tipe orang yang sulit untuk diajak bicara dengan manusia seperti Yui– jadi itu membuatnya cukup kesulitan saat menatapnya.

Dan ketika semua perkenalan itu selesai, Haruka melihat sekeliling kelas, memperhatikan setiap murid yang sedang berbicara satu sama lain, dan murid-murid yang pergi keluar kelas untuk menyelesaikan urusannya sendiri– dan di akhiri dengan menatap Akemi sambil bertanya. "Dimana dia?"

"Dia? Siapa maksudmu?" Akemi balik bertanya, dengan senyum menggoda sama sekali tidak menutupi kebohongannya.

"T-tentu saja dia! Memangnya siapa lagi?!" Sambil tergagap, Haruka dengan wajah memerah mencoba bersikap tenang. Tapi reaksinya yang seperti itu menimbulkan kejahilan lain pada diri Akemi.

"Ahh, dia bilang dia tidak ingin bertemu denganmu karena kejadian kemarin... Karena itulah dia bergegas keluar kelas setelah bunyi bel tadi." Akemi memutar matanya, dengan lihai mengganti senyum di wajahnya dengan ekspresi bosan.

"Kejadian kemarin... T-tidak mungkin...." Ketika Haruka mendengar 'kejadian kemarin', pipinya menjadi merah dan dia membeku sesaat ditempat, namun setelah sadar apa yang sepenuhnya dikatakan Akemi, warna diwajahnya menghilang seketika. "Eh, tidak mungkin, apa dia marah? Padahal aku yakin dia merasakan hal yang sama, tapi apa itu hanya perasaanku saja? Ini gawat, apa yang harus kulakukan? Apa dia membenciku? Apa yang harus kulakukan!?"

"Tidak, tidak, tidak! Disini kau seharusnya bertanya kenapa aku bisa tahu soal itu kan?!" Kata-kata Akemi sepertinya berdampak lebih buruk dari yang dia sendiri perkirakan, melihat reaksi temannya sendiri yang sudah melewati batas, Akemi mendorong tubuhnya menjauh dan dengan wajah jijik berkata, "Uwahhh, gadis ini tak ada harapan!"

Disisi lain Daichi melihat temannya yang bereaksi berlebihan, dan tertawa kecil. Dengan senyum yang sama sekali tidak berubah dimulutnya, dia memberitahu, "Haruka, anak ini hanya mempermainkanmu tahu."

"Aku tahu! Tapi bagaimana jika yang dia katakan benar?!"

"Y-yahh..." Pertanyaan itu agak membuatnya kesulitan, memangnya, mana dia tahu benar atau salahnya masalah orang lain? Meski begitu, dia tetap mencoba membantunya, dan memberikan saran, "Kalau begitu, kau tidak punya pilihan selain bertanya kepadanya kan?"

"APA?! DA-I-CHI! Bagaimana aku bisa bertanya kalau orang itu sendiri tidak ada disini?! Grr..!!"

"H-hei! Tenang sedikit Haruka! Aku mengerti! Aku mengerti! Jadi berhenti menarik dasiku!"

Mungkin karena Haruka merasa kesal tentang bagaimana temannya memperlakukan masalahnya dengan santai, dia mulai menarik-narik dasi Daichi. Tingkahnya saat ini lebih terlihat seperti anak nakal yang mencoba meminta uang dengan paksa dari murid baik-baik.

Dilain posisi, Yui melihat semua adegan itu dengan senyum yang di paksakan, ketiga orang ini sedang membicarakan seseorang yang bahkan tidak dia ketahui, jadi dia sama sekali tidak bisa mengikuti percakapan mereka. Merasa terasingkan, dirinya baru mengingat bahwa dia harus segera izin untuk kembali kerumahnya agar bisa membawa kembali buku pelajaran untuk hari ini.

Dia tidak merasa itu bagus untuk tiba-tiba menghancurkan suasana, dan sejak awal, dirinya juga bukan orang yang pandai membentuk kata-kata, Yui pikir bahwa langsung pergi dari sana adalah cara terbaik yang bisa dia lakukan– meskipun dia tahu bahwa tindakannya itu akan membuat mereka tersinggung, namun begitulah caranya berinteraksi dengan orang-orang selama ini.

Sambil berpikir begitu, Yui membelakangi mereka, dan diam-diam pergi. Dia merasa lega karena tidak ada yang memerhatikan, tapi disaat yang sama juga sedih tentang betapa kecilnya eksistensinya diantara orang-orang.

–– Hal yang dia lakukan setelah keluar kelas adalah pergi ke ruang guru, dari sana dia meminta izin untuk kembali kerumah. Karena wali kelasnya sudah melihat bagaimana Yui berbagi buku dengan Akemi sepanjang kelas, dia di izinkan untuk pulang, namun tentu saja Yui tidak bisa lari dari hukuman dan tetap mendapat peringatan keras karena ceroboh dihari pertamanya.

Dia tidak bisa berkomentar apapun soal ini, lagipula kesalahan yang dia lakukan cukup bodoh sampai-sampai terasa memalukan. Akan lebih baik jika dia bisa menebusnya dengan cara yang bertanggung jawab, pikirnya.

Lalu, setelah beberapa waktu terbuang akibat ceramah dari guru, Yui dengan tergesa-gesa berlari. Mulai dari koridor, tangga sampai halaman sekolah, sosoknya menjadi pusat perhatian karena jubah yang dipakainya– tapi Yui tidak mengindahkan sama sekali semua itu, pikiriannya kini lebih fokus untuk pergi kerumahnya dan mengambil beberapa buku pelajaran untuk kelas setelah istirahat, dan tentu saja, dia tidak ingin terlambat lagi.

Sekolahnya berada di tengah kota, tepatnya tidak jauh dari stasiun kereta, dan Yui berangkat ke sekolah pagi ini menggunakan KRL dari rumah. Tetapi sekarang, dia tidak akan menggunakannya. Ketika dia berlari melewati orang-orang diluar sekolah, Yui segera memasuki gang sempit diantara 2 gedung.

Gadis itu terus masuk lebih dalam, ke area dimana ia yakin tidak ada orang sama sekali– dia sempat menginjak kubangan air disana sebelum akhirnya berhenti tidak jauh dari tong sampah. Yap, sejak awal, tempat itu banyak digunakan toko-toko dipinggir jalan sebagai tempat menaruh sampah yang nantinya akan dijemput oleh truk, oleh sebab itulah orang-orang tidak akan lewat sana meskipun bisa digunakan sebagai jalan pintas.

Berdiri agak menjauh dari tong sampah, Yui menoleh ke kiri dan ke kanan, depan dan belakang, memastikan tidak ada orang disana.

Disaat dia merasa semuanya baik-baik saja, Yui meletakkan tangannya pada dinding gedung, memejamkan mata, dan berkata, "Pyles!"

Selaras dengan kata-katanya, sebuah lubang terbentuk pada dinding didepan tangannya, dan lama-kelamaan melebar menjadi bentuk oval setinggi dirinya.

Gadis itu mendengus, senyum lebar terbentuk di bibirnya. Dan dengan berbangga diri, dia berjalan memasuki portal.

– Namun, satu hal yang tidak Yui ketahui, adalah ketika dirinya memasuki portal tersebut, seseorang dibuat tercengang setelah memperhatikannya dari atas veranda bangunan lantai 3.

"A-APA ITU?!"

Seorang gadis dengan kantung hitam dibawah matanya melongo dan menjulurkan setengah tubuhnya keluar pembatas veranda karena penasaran.

Dia berambut pirang ditambah mata biru, dan penampilannya lebih kearah blasteran daripada orang barat. Namun dengan baju olahraga dan rambut yang acak-acakan, kecantikannya menjadi tertutupi dibawah kesan tak ter-urus.

"Sebelumnya Vampir dan sekarang gadis penyihir? Beri aku istirahat, ya ampun..." Gadis itu berucap dan menghela nafas. Wajahnya terlihat lelah, entah apa yang sebenarnya dia telah lalui– tapi semua itu akan menjadi cerita di lain hari.

∆•∆

Tempat dimana Yui tiba adalah kamarnya sendiri, tetapi bukannya keluar dari dinding kamar seperti bagaimana dia masuk sebelumnya, portal tersebut muncul pada langit-langit ruangan, yang akhirnya membuat gadis itu terjatuh dengan wajah mencium lantai.

"WHOA?! ––Ack!!!!!"

Pendaratan yang tidak sempurna mengirim rasa sakit pada lengan dan wajahnya, membuatnya mengerang. Tapi meskipun dia tidak terkilir, Yui mendapati darah keluar dari hidungnya, "Aw, aw, aw, aw!" Dia mimisan.

"H-hidungku~~!!" Yui buru-buru keluar kamar, berlari dengan kepala menghadap keatas.

Dengan sepatu yang masih di pakainya, dia menyusuri lorong apartemen, memasuki ruang tamu dan berjalan kearah freezer didapur. Yui mengambil beberapa es batu dan plastik kecil, dan secepatnya menghampiri sofa.

Setelah itu, dia duduk dengan punggung tegak, dan mengambil tisu untuk mengelap darah pada hidungnya, lalu mencoba melakukan penanganan awal.

Butuh waktu sekitar 10 menit sampai darah berhenti keluar, tapi dia tahu kalau dirinya tidak bisa melakukan aktivitas yang bisa menyebabkan kepalanya bergerak terlalu banyak, sebab Yui takut mimisannya akan terjadi lagi. Dan meskipun gadis itu sendiri ingin bertahan lebih lama untuk memastikan bahwa hidungnya sudah benar baik-baik saja, dia juga tidak ingin dimarahi lagi untuk yang kedua kalinya disekolah.

Karena itulah Yui bangkit dari sofa, berniat berjalan ke kamarnya– disaat akhirnya dia menyadari bahwa separuh lantai ruangan mempunyai jejak sepatu yang berasal darinya.

Ah, Yui memucat, aku lupa melepasnya....

∆•∆

Entah bagaimana, Yui akhirnya bisa sampai kesekolah ketika bel berbunyi dan waktu istirahat telah usai.

Lagi-lagi tepat waktu.

Meski begitu, mengesampingkan perasaan Dejavu yang aneh, dia juga berpikir tentang seberapa cerobohnya dirinya hari ini, mulai dari hampir terlambat, salah membawa buku bahkan sampai mengotori lantai rumah.

Alhasil, Yui harus membersihkan sisa jejak sepatu yang dia buat sendiri, dan sekali lagi, dia sama sekali tidak bisa komplain soal ini.

Segala sesuatu harus dihadapi dengan benar, bukan begitu?

– Berjalan di koridor dengan beberapa buku di tangannya, dirinya menjadi pusat perhatian (lagi) ketika semua orang mulai kembali ke kelasnya masing-masing. Merasa tidak ingin menjadi yang terakhir, Yui juga menghampiri kelasnya, buru-buru mendahului beberapa murid yang ingin masuk.

Buku itu sebenarnya tidak berat, tapi Yui bukanlah gadis atletik, lengannya saat ini terasa nyeri, terutama bahunya. Karena tidak tahan, Yui segera menaruh tumpukan buku ditempat duduknya, dan segera meraih tas yang tergantung disamping meja. Tapi, entah itu karena memang perasaannya atau hanya kebetulan, Yui menoleh kearah Akemi– yang saat ini sedang menatapnya dengan mata yang menakutkan.

Yui hampir tersedak. Tatapan itu membuatnya ngeri, berbeda dengan tadi pagi, yang satu ini seperti mengirim niat membunuh kepadanya.

Eh?! A-apa?! Kenapa?! M-mungkinkah dia masih marah karena aku tiba-tiba menghilang tadi?

Tentu saja Yui mengerti, bahkan jika dia dalam posisinya, dirinya pasti akan merasa marah jika orang yang dia ajak bicara dengan sangat bersahabat beberapa saat yang lalu tiba-tiba pergi tanpa memberitahunya sama sekali.

Tapi, memangnya itu perlu? Menatap orang yang membuatmu marah seperti itu dengan mata yang menyampaikan pesan untuk membunuh, BUKANKAH ITU BERLEBIHAN?!

Yui merasa ingin berteriak, akan tetapi, dialah yang paling mengerti lebih dari siapapun, bahwa segala kesalahan yang dia buat, harus dihadapi dengan cara yang bertanggung jawab.

"M-maaf..." Celakanya, kata-katanya terputus, seperti yang diharapkan! Tidak mungkin aku bisa meminta maaf begitu saja jika dia terus menatapku seperti itu! Dan dia kehilangan kepercayaan diri dengan begitu mudah.

".... Hidungmu, ada apa dengan hidungmu?"

Akemi bertanya, dari suaranya, terdengar seperti dia sedang menahan sesuatu.

"Ah, uhmm.... Itu, karena jatuh..." Dibawah tatapannya, Yui menjadi tergagap– apa yang ingin dia katakan menghilang begitu saja dari pikirannya.

"Begitu..." Dengan memalingkan wajah, Akemi seolah mengisyaratkan bahwa percakapan mereka berakhir disitu.

"Ah..." Yui kebingungan, sifat gadis itu yang berubah begitu tiba-tiba membuatnya sedih. Dan sebenarnya, walaupun hanya sebentar, momen dimana dirinya ditertawakan oleh Akemi benar-benar membuatnya senang. Tentu, semua ini berawal dari kesalahannya sendiri, tapi... Jika saja permintaan maaf yang sepele darinya bisa memperbaiki keadaan ini, jika sekarang dia mencoba lebih berani daripada dirinya yang dulu...

"Sakai-san!" Hatinya menguat, dan niatnya sangat lurus, saat ini, Yui berteriak memanggil Akemi. Meskipun suaranya seharusnya kecil, dia membuat seisi kelas yang tadinya masih ramai dengan para murid yang baru kembali dari luar menjadi terdiam memperhatikannya– beruntungnya, ketetapan hatinya sekarang lebih kuat ketimbang rasa malu, atau mungkin dia memang tidak menyadari bahwa dirinya sedang menjadi pusat perhatian sekarang.

"Ada apa? Pertengkaran?

"Tidak tahu~"

"Uwaa~ Sakai-san terlihat menyeramkan lagi.."

"Kau benar, sudah lama aku tidak melihatnya seperti itu."

"Biar kutebak, gadis pindahan itu pasti salah paham?"

"Itu sering terjadi bukan?"

Murid-murid berbisik diantara mereka sendiri, memerhatikan dari jauh apa yang sebenarnya akan terjadi. Lalu, di barisan paling depan tempat duduk– tepatnya dekat pintu masuk, seorang anak laki-laki yang juga kebetulan memerhatikan itu mengeluarkan kamera dari dalam tasnya, dan berjalan keatas podium untuk memotret kejadian itu.

"Ya, ya, teruslah seperti itu teman-teman, dan biarkan aku mendapatkan berita yang bagus dari ini." Laki-laki itu tersenyum, dengan cara yang aneh menarik kedua ujung bibirnya dari telinga ke telinga. Dan dia dengan lihai memotret kedua pasangan yang menjadi pusat perhatian saat ini.

Kembali lagi ke Yui, teriakannya barusan bukan hanya membuat seisi kelas terkejut, tapi juga Akemi yang jelas-jelas namanya di panggil.

"H-haa?!" Panggilan yang tiba-tiba membuatnya tidak bisa bereaksi dengan benar, dan secara tidak sengaja menjawab seperti orang bermasalah. Akemi lalu menoleh, hanya untuk melihat Yui yang sedang membungkuk 90 derajat kearahnya.

"M-maafkan aku!"

"Eh?"

Di lain sisi, Yui dengan sangat ketakutan mencoba tetap berani, dan menyampaikan semua penyesalannya pada gadis didepannya.

"A-aku minta maaf karena tiba-tiba pergi tanpa memberitahumu tadi, aku tahu ini terdengar seperti pembelaan diri, tapi kupikir aku hanya akan mengganggu kalian jika tiba-tiba menghancurkan suasana saat itu. Tapi, tapi! Aku tahu bahwa aku bertindak sangat egois tanpa memikirkan perasaan kalian terlebih dahulu! M-meski begitu! Bukan berarti aku punya niat untuk menyinggung kalian! Itu sebabnya aku minta maaf! M-MAAFKAN AKU YANG SANGAT MEMENTINGKAN DIRI SENDIRI INI!!"

Yui berseru keras, membuat nafasnya menjadi kasar. Bukan secara fisik, tapi setelah apa yang dia katakan ini, mentalnya kelelahan, dan ada perasaan dimana dia ingin lari dari semua ini, tapi dia menahannya kuat-kuat.

Meskipun hanya sedikit, dia bisa merasakan keringat dingin meluncur di punggung nya. Dan walaupun Yui tahu bahwa jubah yang dia pakai akan sangat membuat tubuhnya panas di musim seperti ini, dia tetap memakainya. Tetapi, dirinya tidak akan pernah mengira bahwa disaat-saat seperti ini, dan momen ini– dia merasa ingin melepas jubahnya dan berdiri didepan pendingin ruangan.

"Ahh, itu..." Akemi mulai angkat bicara, dia lalu membenarkan posisi duduknya menghadap Yui dan melanjutkan. "Pertama-tama, Hirakawa-san... Duduklah terlebih dahulu..."

Atas kata-katanya, Yui duduk, dia menatap Akemi serius seolah siap menerima apapun– tapi disaat yang bersamaan juga gugup, membuat kedua tangannya bergerak-gerak tidak nyaman diatas pangkuan pahanya.

"Yang aku ingin kau tahu, kejadian itu tidak membuatku marah sama sekali."

"Huh?"

Yui terdiam, kata-kata itu membuatnya lega sekaligus senang– dan tentu saja, sangat bingung. Kenapa dia tidak marah? Lalu kenapa dia terlihat seperti marah? Apa itu adalah sesuatu yang tidak ada hubungannya dengannya?

"Aku pikir kau agak salah mengartikan sesuatu disini. Maaf, itu juga salahku karena tidak memberitahumu, tapi karena berbagai 'keadaan', aku akan menjadi seperti ini untuk sementara waktu."

"Berbagai.... Keadaan?"

"Itu benar... Jadi, uhh, yaa, tak usah di pikirkan? Maksudku, aku tidak marah atau apapun, oke?" Dengan eskpresi yang tidak berubah sama sekali, Akemi mengacungkan jempolnya seperti mengatakan 'semuanya baik-baik saja!".

Sungguh, seberapa jauh gadis ini akan membuat Yui kebingungan? Di hari pertama mereka bertemu, dia sudah berkali-kali menghianati harapan Yui, dan bukan dalam arti yang buruk, tapi juga sesuatu yang membuat nya tidak tahu harus apa.

"A-ah! Aku mengerti..."

"Hm?"

Guru datang saat itu juga, membubarkan kelompok murid-murid yang entah sejak kapan mulai menjauh dari Yui dan Akemi– seakan-akan memberi pasangan itu ruang untuk berbicara.

"Baiklah semuanya! Kembali ketempat duduk kalian masing-masing!"

Pelajaran berikutnya adalah sejarah, dan guru telah memulai absen ketika kelas berjalan normal. Disana, Yui merenung menatap tumpukan buku didepannya, masih ragu tentang apa yang dikatakan tetangga tempat duduknya ini. Sejenak, Yui melirik Akemi, gadis itu tidak merubah ekspresinya sama sekali bahkan ketika absen, dan reaksi guru serta teman sekelasnya yang lain memperlakukan hal itu seperti sesuatu yang biasa saja.

Terus terang, terlalu banyak hal yang terjadi hari ini, dan itu menimbulkan perasaan lelah pada Yui, manalagi bukankah semua ini berjalan terlalu lancar? Duduk terbengong di tempat duduk, Yui berkali-kali mencubit lengannya, sepertinya ini bukan mimpi.

Jika saja– hanya jika saja semua ini benar-benar baik-baik saja... Bisakah dia berteman seperti para siswa lainnya? Yui menoleh kembali kearah Akemi, wajahnya yang menakutkan tadi lama-kelamaan memudar, matanya tidak se-menyeramkan tadi, tapi dia masih terlihat marah. Sambil tersenyum hangat, Yui sedikit menyipitkan matanya,

Yah...tidak ada salahnya mencoba kan?

∆°∆

Di pelajaran berikutnya, Yui tertidur, dia benar-benar tertidur begitu tiba-tiba.

Anehnya, guru sama sekali tidak menegurnya, dan ini memberikan para murid banyak pertanyaan tentangnya.

Sementara disampingnya adalah Akemi yang ekspresinya sudah kembali normal, dan hanya meninggalkan wajah penasaran ketika dirinya diam-diam memerhatikan Yui yang sedang tertidur. Dibawah tatapannya yang ambigu, tidak ada siapapun selain dirinya yang tahu apa yang sebenarnya dia pikirkan saat ini.