-Lantai 3, Kelas X IPS II.
"UDAH TELAT, SALAH SERAGAM PULA! INI HARI SELASA! KENAPA MALAH MAKE PUTIH HITAM?! LO KALO GAK NIAT SEKOLAH GAK USAH DATANG KE SEKOLAH SEKALIAN." Teriakan salah satu anggota OSIS terdengar begitu menyeramkan di pendengaran murid baru kelas X IPS II yang terkena sasaran omelan itu.
Kalanaya, si murid baru yang baru saja selesai mengelilingi lingkungan sekolah bersama salah satu guru dan langsung kena teriakan kakak kelas, termanggu bingung. Memang benar, seragam yang hari ini dipakainya salah. Tapi kan bukan salahnya juga! ia murid baru disini, mana ia tau hari ini pakai seragam apa.
Menghela nafas kecil, Kalanaya menunduk, pasrah menerima omelan demi omelan yang nampaknya tak kunjung selesai. OSIS tersebut baru berhenti mengoceh ketika sebuah suara menyela ucapannya.
"Eh nak Rida, dia murid baru disini. Baru aja sampai sini tadi pagi, makanya nggak tau hari ini pakai baju apa atau peraturan-peraturan disini, mohon dibantu nak." Bu Jian tiba-tiba muncul entah dari mana, menengahi keributan yang dilangsungkan sepihak itu.
Rida, atau nama OSIS yang tadi mengomel itu segera izin pergi setelah mendengar penuturan Bu Jian, dan ketika Bu Jian mengizinkan ia langsung pergi dengan terburu-buru dan wajah yang sedikit memerah. Malu mungkin? Entahlah. Kalanaya tak ingin ambil pusing.
"Nak, ayo berdiri. Perkenalkan diri kamu di depan kelas." Pinta Bu Jian dengan tutur kata halus. Pantas saja murid-murid disini amat menyukai Bu Jian, terbukti dari perkataan dan penampilannya, Bu Jian bisa dikatakan nyaris sempurna. Oke, angap Kalanaya berlebihan tapi percayalah, dalam satu kali pandang, pujiannya itu bukan suatu bualan semata.
Menurut, Kalanaya mulai berjalan kedepan dengan langkah berat diikuti tatapan-tatapan lain dari para murid di tempat duduk mereka masing-masing. Kalanaya Hibiscus sebenarnya murid baru pindahan dari Bandung. Alasan kepindahannya bisa dibilang tidak jelas. Kalanaya masih mengingat jelas bagaimana teman-teman di sekolah lamanya melarangnya untuk pindah. Namun apa boleh buat. Kala gak bisa menolak juga semenjak itu permintaan langsung dari papinya.
Kalanaya's Point Of View#
"Halo semuanya, kenalin gue Kalanaya Hibiscus. Pindahan dari Bandung. Salam kenal ya." Terlalu singkat gak sih? Ntar kalo gue di katain aneh gimana? Rambut gue agak melenceng ke kanan gak ya? Haduhh bikin overthingking aja sih...
"Oke segitu aja? mungkin ada yang mau bertanya ke Kalanaya?" Ucap Bu Jian, cia elah serasa artis banget ya gue.
Semua orang keliatan diam, gak ada pertanyaan mungkin. Bodo amat juga sih. Bagus gak usah ngomong panjang lebar. Mager.
Kalanaya's End Point Of View#
"Yasudah kalo nggak ada, Kala silahkan duduk sama Pentha ya.. Coba Pentha angkat kepalanya dong, pagi-pagi laptopnya udah dibuka aja, lagi main apa nak?" Semua atensi langsung langsung teralih kebelakang, menatap sang pemilik nama dengan scrunchie hitam di tangan kirinya yang sedang sibuk menatap serius benda persegi di depannya.
"Main Valoront tuh bu!"
"APAAN SI JIFAN!! BOONG BU SAYA GAK MAIN GAME!" Gadis itu kelabakan menutup laptopnya dan menatap nyalang siswa laki-laki yang tadi menyautinya.
"Bener Bu, tuh intip aja Bu laptopnya." Bukannya menyudahi perdebatan, jifan malah makin meriuhkan suasana.
"COMEL. Pantesan lu jomblo, punya mulut kayak cewek. Comel bener." Si Pentha-Pentha ini ngejulurin lidahnya. Ngeledek.
"HEH PENTOL GUE CAPLOK LU YE. LAGAK LO NGATA-NGATAIN AING JOMBLO, EMANG SITU PUNYA DOI??" Jifan ikutan angkat sapu, menyuarakan perang.
"APA LO! GUE GAK TAKUT GUE UDAH VAKSIN 4 KALI. GAK PAPA GAK PUNYA DOI YANG PENTING HEPI."
"ANJIM PAKSIN 4 KALI JADI APA WOY?! TITAN??"
"GAK TUH, SEHAT WAL AFIYAT. MAKIN PINTER MALAH."
"NGACO—"
"Aishh, udah udah. Kok jadi gelut gini. Biarin aja dia main game Jifan, gak pake kuota kamu juga kan? Gak papa main game online asal kamu tidak main saat jam pelajaran, oke?" Bu Jian nampak mengerling kearah Pentha dan langsung dibalas kissbye oleh si Pentha. Sudah menjadi rahasia umum disana, Pentha adalah murid kesayangan Bu Jian. Semua makhluk di kelas itu nampak geleng-geleng maklum, kecuali gadis berbando hijau di samping kiri Pentha yang sedang memperagakan ekspresi muntah.
"Ca, gue pites mampus lo." Pentha melotot sewot, menatap ekspresi temannya.
"Gak." Ucap temannya sambil mengacungkan jari tengah. Dih songong juga ni bocah.
Kalanaya mulai berjalan kearah Pentha yang sedang tabok-tabokan bersama si gadis tadi. Pentha segera menghentikan kegiatan tak berfaedahya ketika Kalanaya mulai duduk, sambil nyengir bagai kuda, ia mengulurkan tangannya dan langsung disambut oleh Kalanaya.
"Gue Peronnitha Vreiska Xen. Dipanggilnya—,"
"PENTOL!!" Sambung si temannya yang Kalanaya yakini namanya 'Ca'.
"IH SMALAN EH SIALAN!! IBUUU! CACA NGAJAK RIBUT MULU NIH BUU!"
"HEH KUDANIL! NGOMONG KAGA BENER GAYA-GAYAAN NGOMONG KASAR!! IYA KAN KALA?" Caca menegok kearah Kalanaya sambil mengangkat alisnya seram, memastikan jawaban sang hawa.
Kalanaya hanya bisa meringis, ikutan mengangguk. Iyain ajadeh dari pada jadi ribut, mungkin begitu pikirnya sekarang.
***
-Istirahat Pertama, Ruang Kelas X IPS 2.
"Kala, eh panggilnya kala nih?" Ucapan Caca seketika membuyarkan lamunan Kalanaya. Ia kemudian tersenyum kecil dan mengangkat alisnya. Mereka sedang duduk berjejer di kelas, semuanya malas pergi ke kantin saat istirahat pertama. Rame soalnya.
"Pasaran ih, jangan Kala dong." Saut Caca lagi di bangku duduknya, tepat di belakang Kalanaya.
"Eleh, emang nama lo kagak?" Pentha menjawab sambil membenarkan letak scrunchie hitam di pergelangan tangan kirinya. Ia memilih duduk disamping Kalanaya dari pada terlibat cekcok lagi dengan Caca.
"Kagak ye, Caca tuh bagus tau!" Caca nampak manyun, tak terima namanya dibilang pasaran.
"Emangnya nama panjang Caca, siapa?" Kalanaya memiringkan kepalanya, menegok kebelakang, menatap Caca yang sibuk berkaca.
"Catherine Keyvara." Imbuh Soraya disamping Caca.
Oh iya Kala juga lupa memperkenalkan satu orang lagi. Soraya Augustina namanya, ia termasuk yang paling kalem di antara mereka, juga satu-satunya makhluk yang memakai kerudung di antara ke-4 manusia ini.
"Lah cakep Catherine kenapa jadi Caca woi..." Kala terbingung-bingung.
"Entah anaknya gajelas. Masa gara-gara gamon sama crush masa kecilnya, jadi tu nama dipake, deh." Pentha menatap kukunya yang lumayan panjang, tersenyum bangga.
"Ih ini tuh nama dikasih sama William, tau! Sekarang anaknya gak tau ada dimana..." Caca merenggut, teringat lagi memori yang mungkin saja ingin ia lupakan mati-matian.
"Pen, kuku lu panjang amat dah. Jorok dih," Soraya menyentil dahi Pentha yang sedang sibuk memperhatikan kukunya.
"IHHH SAKIT!!! Biarin ngapa, kan lagi dapet ini." Pentha menggosok dahinya yang nyeri sambil ngedumel.
"William itu cinta pertama Caca. Dulu banget, Caca tuh pernah di titipin di daycare waktu umur 5 tahun karena orang tuanya sibuk kerja. Ketemu sama William yang waktu itu lagi nangis gara-gara permennya jatoh. Caca dulu bego, Kal. Itu permen dipungut aja terus ditiup. Katanya 'Wushh, udah bersih lagi kok! Bisa di mam lagi!' Abis itu dikasih lagi ke William yang juga masih bocah. Alhasil, si William kena diare 2 hari." Soraya menghentikan ceritanya sejenak, membiarkan Pentha meledek Caca yang wajahnya sudah semerah kepiting rebus. Kala tak kuat menahan tawa, akhirnya ikutan ngeledekin si Caca.
"Terus pas besoknya ketemu, si Caca minta maaf sama mamanya William. Dimaafin deh, yaudah gitu. Si William lebih suka manggil Caca karena katanya Caca manis mukanya. Mirip coklat Cha-Cha. Mereka sering main dan suatu hari William pergi ke luar kota tanpa ngabarin apa-apa sama Caca. Yaudah selesai deh."
"Cia elah Cacaa... Si William juga buaya junior njir. Masih 5 tahun udah gombal aja." Kala tersenyum paling ngeselin yang bisa dibuatnya.
"Swit swit, kiw cewek, permennya aa' jatoh tuh. Tiupin dong neng." Pentha menampakan swaggy face sesaat sebelum wajahnya bertemu dengan telapak tangan Caca. Iyaps, Pentha ditubruk.
"ANJIERRRRRR. CACAAAA. MUKA GUE YANG BERHARGA."
"Rasain tuh. Siapa suruh ngeledekin orang. Kayak sendirinya gak punya doi aja."
"Hah Pentha naksir siapa?" Kala berseru antusias, ikut penasaran. Cerita mereka seru banget, serius deh.
"Si Jifan, Kal." Soraya terkekeh, melirik Pentha yang wajahnya sudah tak karuan mau ditaruh dimana.
"GUE GAK NAKSIR DIA YA!" Elak Pentha, berusaha menutupi wajahnya dengan telapak tangan sebelum ditarik paksa sama Caca. Balas dendam gitu ceritanya.
"HAHAHAHA MUKA LU KAYA NEMO NJIR. BELANG-BELANG GITU WKWKWK." Ledekan Caca semakin menjadi. Pentha yang nampaknya kesal segera bangun dan berlari keluar kelas, meninggalkan mereka ber-3.
"WOI ANJRIT, MO KEMANA LO." Telat. Pentha sudah keburu keluar tanpa mendegar ucapan si Caca.
"Kita kejar gak, Ya?" Kala mengangkat alisnya,
Soraya mengangkat bahu, "Yaudah kejar aja, ntar dia nyasar lagi."
"Ok." Ucapan Caca dan Kala sedetik sebelum melesat lari keluar kelas, keduanya nyaris bertabrakan jika saja mereka tak mampu menjaga keseimbangan.
"Lo ke kanan, gue ke kiri. Deal?" Caca mengangkat jari kelingkingnya,
"Deal." Kemudian ditautkan oleh Kala.
"YA KAGAK NINGGALIN GUE JUGA WOI...." Soraya kelabakan menyusul mereka berdua yang sudah berlari berlawanan arah.
Soraya akhirnya ikut menyusul ke kiri, mengikuti Caca yang berlari di koridor. Melupakan fakta bahwa Kala, yang kemungkinan besar bakalan tersesat dibanding Pentha.
***