Chereads / Catastrophic Temptation : Zombie Apocalypse / Chapter 17 - 17) Tamu Tak Diundang

Chapter 17 - 17) Tamu Tak Diundang

Perlahan Kevan membuka kedua matanya. Hal pertama yang ia lihat adalah cahaya lampu di atas tempatnya berbaring. Meski tak memeriksanya terlebih dahulu, namun Kevan bisa merasakan bahwa tubuhnya tertutup oleh sesuatu.

Selimut.

Sebuah selimut yang hangat dan lembut melapisi tubuhnya.

Dan satu hal lagi yang Kevan sadari. Ia saat ini sedang menggerakkan tangan kanannya.

Kevan menoleh. Ia bisa melihat rambut hitam legam di sebelah tangan kirinya. Suara pintu suite terbuka, dan tiga orang wanita melangkah masuk dengan masing-masing memegang sebuah kantong plastik berisikan bahan makanan.

"Kevan sudah sadar!" teriak Yurisa yang pertama kali memyadari bahwa Kevan sudah sadar.

Teriakan Yurisa membuat semua orang kaget, termasuk Rea. Gadis itu seketika bangun dan langsung menatap kedua mata Kevan.

Kevan dan Rea saling beradu tatap. Dan saat Kevan memberikannya sebuah senyuman yang hangat, Rea mendekatkan dirinya pada Kevan dan memeluknya dengan erat secara tiba-tiba.

Gadis itu menangis sejadi-jadinya.

Sebenarnya banyak hal yang ingin Kevan tanyakan. Yang ia ingat, dia sedang bertarung dengan zombie yang telah bermutasi sebelum ia tak sadarkan diri. Dan juga, ia ingat betul bahwa ia sudah kehilangan tangan kanannya.

Lalu, bagaimana bisa ia berada di ranjang suite tempat mereka tinggal ini?

Namun, Kevan ingin membiarkan Rea untuk menangis sampai gadis itu puas.

"Syukurlah." ucap Nadine sembari mengembuskan napas lega. Sedangkan Kayla, walau tak ada yang menyadarinya, namun Kayla terlihat juga ingin meneteskan air mata seperti Rea.

Kayla juga ingin memeluk Kevan dan menangis sepuasnya, namun ia tak akan melakukan hal itu.

Kevan bangkit dan kini ia dalam posisi duduk di atas ranjang. Tubuhnya hanya tertutup oleh selimut. "Sudahlah, jangan menangis. Aku baik-baik saja."

Tak ada yang menjawab perkataan Kevan. Mereka semua diam, seakan ada kata yang tertahan yang tak ingin mereka keluarkan.

"Kevan memandang ke arah Kayla, Nadine dan Yurisa. "Kenapa kalian membawa banyak sekali bahan makanan? Bukankah terlalu dini untuk mengumpulkannya?"

Saat semuanya hanya diam, Nadine lah yang berjalan mendekati Kevan.

Nadine menatap lurus ke arah kedua mata Kevan, "Apa kau tahu berapa lama kau terbaring tak sadarkan diri?"

Kevan tak menjawabnya, ia menunggu Nadine meneruskan kata-katanya.

"Sudah lebih dari seminggu. Bahkan kami berpikir bahwa kau tak akan bangun lagi." ucap Nadine yang membuat Kevan lumayan terkejut.

"Selama itukah?"

"Jika kami bertiga tak memberanikan diri untuk mengumpulkan bahan makanan, mungkin kami akan mulai memakan sesama." lanjut Nadine.

Kevan kembali diam sejenak. Rea juga sudah mulai berhenti menangis, walau gadis itu masih belum bisa melepaskan pelukannya dari tubuh Kevan.

Dengan lembut Kevan mengelus kepala Rea, "Bisakah kau melepaskanku sebentar?"

Rea mematuhinya dan berhenti memeluk Kevan.

Kevan berdiri. Dan saat ia melakukan itu, semua gadis yang ada di sana mengarahkan pandangan mereka ke arah lain. Tentu saja, karena saat ini Kevan dalam keadaan telanjang. Ia berjalan ke dalam kamar mandi dan mengunci pintunya dari dalam.

"Tak ada luka apapun di tubuhku, seakan pertarungan itu tak pernah terjadi." gumamnya sembari menatap pantulan dirinya di cermin.

Tak ada perubahan signifikan pada tubuhnya. Kevan terdiam. Dan setelah beberapa saat, ia menyadari bahwa ada satu hal yang berubah.

"Tato ini," Kevan menyentuh leher kirinya. Dan tepat di bawah tato bunga mawar hitam, ada huruf C terukir di sana. "Bukankah terakhir kali, yang muncul adalah huruf F? Apa itu ada hubungannya dengan batu permata berwarna ungu dari zombie mutasi yang terakhir kumakan?"

Kevan memutar keran shower dan mulai mandi untuk menyegarkan tubuh dan pikirannya. Terlalu banyak hal yang ada di dalam pikirannya saat ini.

Ia mencoba mengingat kembali apa saja yang ia alami sebelum ia jatuh tak sadarkan diri.

"Zombie berbentuk abnormal tahu bahwa dengan memakan kristal dari otak para zombie lain dapat meningkatkan kekuatan mereka, membuat mereka bisa bermutasi." gumamnya sembari terus berada di bawah guyuran shower.

"Mungkin zombie normal tak mengetahui hal itu. Dan juga, permata-permata dari otak para zombie itu bisa meningkatkan kekuatan manusia. Haruskah aku membuat para gadis mulai memakan isi otak zombie?"

Kevan mematikan keran shower, mengambil shampoo dan mulai berkeramas.

"Tapi meski batu-batu permata itu berhasil padaku, tak ada jaminan itu akan berhasil juga pada mereka. Aku tak akan mengambil resiko seperti itu."

Kevan mengambil botol sabun dan mulai mengoleskan cairan sabun ke seluruh tubuhnya.

"Dan juga, ukiran huruf di leher kiriku, aku ingat terakhir kali adalah huruf F. Sekarang sudah menjadi huruf C. Jika tak salah ingat, di komik tentang kiamat zombie yang pernah kubaca, huruf-huruf itu melambangkan tingkatan kekuatan yang dimiliki seseorang."

Kevan selesai melumuri seluruh tubuhnya dengan sabun. Ia kembali memutar keran shower dan mulai membilas seluruh tubuhnya dari kepala hingga ujung kaki. "F adalah tingkatan terendah. Di atasnya ada E, D, C, B, A. Dan yang tertinggi adalah hutuf S."

Setelah tubuhnya telah bersih dari cairan sabun dan shampoo, Kevan mengambil handuk putih yang tergantung di belakang pintu kamar mandi dan mengeringkan tubuhnya.

"Jika aku benar-benar pingsan selama seminggu, dalam waktu selama itu, entah sudah berapa banyak zombie abnormal yang berhasil bermutasi di luar sana." gumamnya sembari menggosok rambutnya menggunakan handuk untuk mengeringkannya.

Setelah selesai, Kevan melilit handuk putih itu di pinggangnya dan memandang kembali pantulan dirinya di cermin, "Setidaknya listrik dan air masih berfungsi. Itu berarti mesin generator masih belum dihancurkan oleh zombie yang bermutasi."

Kevan membuka pintu kamar mandi dan berjalan keluar.

Kayla, Nadine, Yurisa dan Rea sudah berada di meja makan. Di hadapan mereka terdapat beberapa makanan instan yang cukup mudah untuk dibuat.

Nadine menunjuk ke arah sebuah tas belanja yang terdapat di dekat pintu kamar mandi, "Kami juga membawakanmu pakaian."

Kevan mengambil tas belanja itu dan kembali ke dalam kamar mandi untuk berpakaian. Tak lama, Kevan akhirnya bergabung bersama mereka.

"Jangan pernah lakukan itu lagi." ucap Kayla secara tiba-tiba yang membuat mereka semua berhenti makan untuk sejenak. "Bertarung sendirian melawan zombie-zombie itu, jangan pernah lakukan itu lagi."

Kevan diam untuk sesaat.

Suasana menjadi benar-benar hening.

Kayla menoleh ke arah Kevan. Mereka semua bisa melihat bahwa kedua mata Kayla sudah mulai berlinang air mata. "Apa kau tak tahu betapa terkejutnya aku saat melihatmu terbaring di bawah sana, dengan semua mayat zombie-zombie itu? Aku kira bahwa kau benar-benar mati. Jangan pernah lakukan hal itu lagi, mengerti?"

Tubuh Kayla gemetar saat mengatakan hal itu kepada Kevan.

Kevan pun menundukkan kepalanya, "Baiklah. Aku minta maaf karena telah membuat kalian semua khawatir."

Nadine memberikan Kayla tissue yang langsung diterimanya.

Yurisa kembali melanjutkan santapannya, "Tapi, apa kalian tak merasa aneh? Tak ada zombie sama sekali saat kita pergi mencari bahan makanan tadi. Apa itu ada hubungannya dengan konvoy tentara yang melewati hotel ini tadi malam?"

Kevan menoleh ke arah Yurisa, "Konvoy tentara?"

"Ya. Tadi malam, ada beberapa mobil yang sering kulihat di pangkalan militer. Mereka membunuh semua zombie yang ada di jalan, dan ada beberapa yang mengumpulkan sesuatu dari otak para zombie itu."

Nadine menelan makanannya. "Awalnya kami ingin meminta bantuan mereka. Namun, mereka tak terlihat seperti tentara sama sekali. Lebih mirip segerombolan orang yang entah bagaimana berhasil membajak kendaraan milik tentara, serta senjata milik mereka. Jadi, kami sengaja diam menunggu mereka pergi."

Kayla kembali memandang ke arah Kevan, "Bukankah kau juga pernah melakukan hal yang sama? Kau pernah mengumpulkan batu-batu aneh dari dalam otak para zombie setelah membunuh mereka."

Kevan terdiam sejenak. Namun yang ia katakan selanjutnya membuat mereka semua terkejut.

"Kita harus cepat pindah dari sini."

Nadine mengerutkan keningnya, "Kenapa begitu tiba-tiba?"

Kevan menatap lurus ke arah Nadine, "Saat mereka lewat, kalian tak mematikan lampu, bukan?"

"Iya, kami tak mematikan lampu. Memangnya kenapa?"

Terdengar suara beberapa kendaraan mendekat. Kevan berdiri dan berjalan mendekat ke arah jendela. Dari atas sana, Kevan bisa melihatnya. Itu adalah suara kendaraan milik tentara yang Nadine bicarakan. Beberapa orang turun dari mobil itu, lengkap dengan senjata api di tangan mereka masing-masing.

Salah seorang dari mereka mengadahkan kepalanya dan beradu pandang dengan Aldy. Orang itu tersenyum lebar.

"Ada apa?" tanya Nadine yang kini sudah berdiri di samping Kevan.

Kevan menatap tajam ke bawah sana dengan ekspresi wajah yang mengeras, "Sudah terlambat."