Chereads / THE SINNER / Chapter 3 - 0.1

Chapter 3 - 0.1

Setelah Haru mendengarkan kalimat: "...titipkan salamku kepada sakura-mu itu, ya~" dari perempuan lavender, ia langsung membalikkan tubuhnya seputar 180 derajat hingga dapat bertatapan secara langsung dengan perempuan yang tengah berseringai kepadanya. Haru pun mulai mengambil langkah menuju tempat perempuan lavender berada.

Haru tahu apa maksud dari kalimat yang dilontarkan dari perempuan lavender, apalagi dengan kalimat: "... sakura-mu..." Ia paham betul siapa yang ditunjukkan dan orang itu sangat berarti bagai Haru sehingga ia tak bisa mengacuhkan segala perkataan barusan dari perempuan lavender.

Sesuai apa yang ku harapkan~ batin perempuan tersebut; melihat Satoru tengah berjalan dengan tempo sedikit lari, mendekati ke arahnya.

Tidak butuh waktu yang lama—hanya beberapa satuan detik, Haru telah tiba di mana perempuan lavender berada. Jarak mereka hanya beda satu inci sehingga nafas yang mereka keluarkan secara rutin, bercampur menjadi satu. Aiko mengulas sebuah senyuman terpampang jelas di wajah putihnya dan timbul sedikit merah ranum di kedua bagian pipinya di saat jarak Haru dengan dirinya sangatlah dekat. Antara Aiko suka pada Haru, namun sifat tsundere-nya menghalanginya. Atau Aiko sangat berbahagia sehingga wajah mengerikannya tidak lagi terpampang karena sesuai rencananya: membuat Haru berbalik kepadanya dengan mengeluarkan umpan yang cukup bagus. Entahlah hanya Tuhan yang tahu.

Sebaliknya dengan Haru, ia hanya menatap perempuan lavender dengan tatapan datar namun tatapannya tidak berubah semenjak ia berbalik dan menghampiri perempuan lavender kembali. Haru sengaja mendekati perempuan lavender hingga hanya satu inci tersisa dan bibir mereka hampir bertabrakkan, bukan dengan maksud tujuan menggodanya—walau hanya sedikit tergambarkan, itu hanya untuk bermain-main perasaan perempuan lavender—melainkan Haru dapat menganalisa mimik wajah perempuan di hadapannya hingga ia dapat mendeteksi yang mana benar, yang mana bohong setelah perempuan tersebut menerima pertanyaan darinya.

Tidak butuh waktu lama untuk membiarkan keheningan menyelimuti suasana mereka, Haru mulai mengangkat bibir seakan ia ingin mengutarakan pertanyaannya. Namun dalam pandangan perempuan lavender; sesaat Haru mengangkat bibirnya, ia mengira Haru—tunangan prianya—akan menciumnya. Jadi, dengan refleksi—sesuai buku paduan tentang percintaan yang seminggu lalu perempuan lavender baca, pada bab 3 "Bagaimana cara mencium dengan benar" mengutarakan titik poin yang sesuai dengan kejadian perempuan lavender alami, yaitu "Jika pasanganmu membuka bibir dengan jarak dekat denganmu, maka pasanganmu ingin mencium anda. Jadi tutuplah sepasang mata Anda dan biarkan sensasi panas menguasai keadaan!"—sepasang mata perempuan lavender tertutup secara sempurna dan bibirnya sedikit dimajukan.

Haru yang ingin mengutarakan pernyataan pada perempuan lavender namun terhenti setelah melihat kondisi wajah aneh perempuan lavender. Ia pun sedikit terkekeh saat melihatnya. Alhasil kekehan dari Haru membangunkan perempuan lavender dari fantasinya dan seketika wajahnya berubah menjadi merah layaknya tomat rebus. Perempaun lavender dengan segera menyembunyikan wajahnya dari Haru menggunakan lengan kimononya.

Argh!! Ada apa dengan otakku ini?! pikir perempuan meruntukinya diri sendiri.

Namun dibalik peristiwa malunya, perempuan lavender mendapatkan peristiwa berharga baginya, yaitu baru kali ini ia melihat Haru tertawa disertai senyuman yang diolah dari ketulusan seakan tidak ada kepaksaan dari pembuatnya. Dari awal mereka bertemu, perempuan lavender tidak sekalipun melihat kondisi wajah Haru yang relaks seperti kejadian yang barusan ia alami. Ia selalu melihat senyuman Haru yang selalu dipaksakan di saat acara reuni kedua klan mereka dan selalu merengut sebal setiap kali ia bertemu dengan Haru. Makanya, perempuan lavender menjuluki Haru sebagai Mr. Poker Face. Padahal ini bukan pertama kalinya perempuan lavender melihat senyuman tulus Haru.

Ada di kala dimana Aiko pergi ke kediaman Klan Aozora. Padahal hari tersebut bukan hari kunjungan Klan Suzuhara, hanya saja Aiko ingin berkunjung di waktu senggangnya setelah menghadapi beberapa krisis masalah yang terjadi di Klan Suzuhara. Aiko berjalan berkeliling mengitari tempat kediaman Klan Aozora tanpa maksud tujuan hingga membawanya ke tempat yang sangat asing baginya. Aiko mengedarkan pandangannya sesaat sampai di lokasi asing tersebut dan ternyata tidak hal yang menarik baginya untuk dilihat. Sebelum Aiko pergi dari lokasi tersebut, tak sengaja ia mendengarkan suara tawa riang dari kumpulan anak kecil dan seorang pria yang terdengar tak jauh dari lokasinya.

Keinginan untuk berpulang dari kediaman Klan Aozora berhasil dikalahkan oleh rasa penasarannya akan suara tawa riang yang sangat bersahabat itu. Aiko sedikit mengendap-endap menuju lokasi dimana suara tawa riang itu terdengar dan tak lama kemudian, ia menemukannya. Aiko melihat kumpulan anak kecil yang sedang bermain dengan seorang pria yang sepertinya tidak asing baginya. Rambut hitam mengkilap dengan wajah putih berseri dihiasi dengan sepasang mata biru laut yang cerah tanpa ada sekalipun warna tercampur dengan warna aslinya, serta senyuman tulus dari seorang pria itu; Aiko mengetahuinya. Pria itu merupakan Aozora Haru, seorang tunangan prianya. Dari kejadian itu, baru pertama kali Aiko jatuh cinta pada seseorang yang merupakan tunangan prianya. Namun, sayangnya senyuman tulus tersebut tidak ditorehkan kepadanya dan hanya kepada kumpulan anak kecil tersebut, orang-orang akrab, dan... dia.

Aiko sedikit menundukkan kepalanya sesaat pikirannya menerawang ke arah perempuan berambut sakura. Ya... orang itu adalah pengeculian untuk bisa melihat senyuman ketulusan dari Haru secara langsung. Ada kalanya dimana Aiko tidak sengaja melihat Haru di balik keramaian masyarakat, saat ia sedang mengurus masalah terjadi di lingkungan masyarakat. Dan itu baru kali pertamanya ia melihat Haru keluar dari kediaman Klan Aozora dengan menggunakan yukata hitam sederhana.

Aiko hendak menyapanya namun dia mengurungkan niat setelah melihat seseorang tengah berjalan bersama dengan Haru dan kemudian Haru tertawa bersama orang itu. Seseorang yang dimaksud adalah seorang perempuan berambut sakura. Melihat hal tersebut, entah mengapa hatinya merasa sakit dan terasa ditusuk ratusan belati secara bersamaan. Apakah ini dinamakan patah hati? benak Aiko sambil meremas baju kimononya. Baru kali ini Aiko dapat merasakan bagaimana rasanya patah hati itu. Rasanya sangat sakit dan membuat dirinya tak bisa berkata-kata; hanya diam termenung walaupun orang dihadapannya itu memanggilnya secara berulang kali.

Apakah Aiko menyerah dengan cinta pertamanya?

"Tidak."

Apakah Aiko merelakan semuanya dan membiarkan perempuan itu berdekatan dengan Haru?

"Tidak."

Apakah Aiko membencinya?

"Iya."

Sangat?

"Iya."

Apakah perempuan berambut sakura itu?

"Iya, aku sangat membenci perempuan itu."

Sebuah percakapan yang secara tidak sengaja terjadi di tempo itu. Tidak ada yang tahu dengan siapa Aiko berbicara namun hal yang pasti ia telah merasakan kebencian besar terhadap perempuan berambut sakura itu. Tidak hanya kebencian yang dirasakan Aiko terhadap perempuan berambut sakura melainkan kemurkaan dan kecemburuan, bercampur menjadi satu sehingga menjadikan sebuah sifat yang sangat beracun untuk kesucian hatinya yang kini berubah menjadi hitam gelap nuansa.

Entah mengapa, pikirannya selalu diisi dengan perempuan berambut sakura itu ditambah lagi ujaran kebencian selalu berdenging di kepalanya. Saat mengingat sosok perempuan berambut sakura itu, rasanya Aiko ingin memotong tiap jari perempuan itu karena telah menyentuh barang kepemilikkannya tanpa izin, memotong rambutnya dengan gaya buruk sehingga Haru merasa enggan dekat dengannya lagi, memotong sepasang kakinya agar tak perempaun tersebut tak bisa kemana-mana semasa proses penyiksaan berlangsung. Andaikan... andaikan! Waktu itu ia mengejar Haru bersama perempuan itu sehingga ia dapat mengetahui identitas perempuan tersebut. Jika ia mengetahuinya, maka...

"Hey," panggil Haru yang berhasil membawa Aiko kembali ke dunia kenyataan.

Aiko mendongak ke atas dan alangkah terkejutnya jarak Haru dengannya sangat dekat sekali. Jika dia membuat pergerakan maju sedikit saja, maka dipastikan bibir mereka akan bersentuhan secara alami. Namun, Aiko melewatkan kesempatan itu karena ia takut saat melihat tatapan Haru yang tak begitu bersahabat dengan tatapan tajam... sangat tajam seakan dapat menusuk Akio secara batin.

"Aku yakin kamu mengetahui apa yang akan terjadi setelah mengatakan seperti itu. Kamu tahu, menjadi orang bodoh bukan cara mainku," kata Haru yang semakin memangkas jarak anatar mereka berdua sehingga nafas mereka bertabrakkan.

"P-perkataan... apa ya, kamu maksud?" balas Aiko gugup dengan pertanyaan.

"Apa yang kamu bilang?"

Sial! Aku mengeluarkan kalimat yang salah! batin Akio saat melihat tatapan Haru yang semakin tajam. Aiko tahu bahwa nyawanya saat ini telah terancam.

Tak merasa puas dengan jawaban yang diberikan; malahan yang dibalas ialah sebuah pertanyaan, Haru secara sengaja mengeluarkan aura intimidasi yang cukup besar dan dalam waktu singkat, daerah lorong kini menjadi daerah di bawah kekuasaan aura Haru. Aura intimadisi milik Haru lebih mencekam dan berbahaya dari sebelumnya di saat ia berumur 17 tahun. Sepertinya, setelah ia menerima kekalahan yang begitu pahit dan menjadikannya tidak percaya diri dengan teknik kemampuannya, ia bergiat melatih diri tanpa bersantai dan tanpa bersenang-senang dengan anak lainnya selama 5 tahun. Memang, kehidupan yang Satoru jalani sungguh berat semasa SMP dan hingga di usianya saat ini.

Perempuan itu menegukkan ludah secara paksa. Setelah Haru mengeluarkan aura intimidasinya, ada hal aneh menghampiri setiap anggota badan seperti: kedua kaki gemataran seolah kehilangan bagian-bagian fungsi kerja otot kaki, satu per satu keringat dingin mulai berjatuhan dari bagian pelipis hingga mencapai titik akhir, dan nafasnya tak beratur secara normal membuatnya merasa sesak dada—padahal setahunya, ia tidak pernah memiliki riwayat penyakit.

Namun apa penyebab dari hal yang ia rasakan? Oh, benar. Semua hal yang ia rasakan disebabkan aura intimidasi Haru. Ia sangat yakin hal itu dilihat dari ekspresi wajah Haru yang tak bisa digambarkan walaupun dengan bantuan dokter psikologi, Aiko yakin mereka tak akan bisa menggambarkkannya secara jelas karena wajah Haru tertutupi dengan warna hitam kelam. Apakah karena Haru mengeluarkan aura intimidasi sehingga membuat wajahnya seperti itu? Tidak ada yang tahu. Yang Aiko tahu—perkiraan—ekspresi haru saat ini merupakan ekspresi kesal.

Kaki Aiko mulai melemas yang sepertinya sepasang kakinya tak lagi bisa bertahan menompang berat badannya. Sehingga membuat Aiko jatuh tersungkur di atas dasar kayu dan secara refleks, ia menundukkan kepalanya. Kepala Aiko terasa sangat berat untuk diangkat setelah Haru mengeluarkan aura intimidasi setengah menit yang lalu. Selain hal itu, Aiko merasakan rasa kekecewaan terhadap dirinya karena baru pertama kali dalam sejarahnya, ia menundukkan kepala kepada lawan seakan ia meminta permohonan untuk diampuni dan membebaskannya.

Aiko merupakan wanita yang memiliki jiwa berkompetisi dan selalu menantang setiap orang yang memiliki jabatan politik tinggi, bidang profesor, atau orang yang Aiko anggap memiliki daya kepintaran yang setara atau melebihi dengan daya kepintarannya. Dalam sejarah, Aiko selalu menang sehingga ia dijuluki sebagai Otak Besar. Tidak hanya itu, Aiko sangat percaya diri atas kemahiran dan kepintarannya yang ia kuasai sejak usianya masih dini dan karena hal itu membawanya ke sebuah kehidupan yang dipenuhi dengan keberuntungan. Tetapi saat ini, sepertinya dewa keberuntungan tidak memihaknya kembali hingga menjadikannya sebagai orang bodoh di hadapan tunangannya sendiri. Apakah karena ia memiliki sifat buruk kepada perempuan sakura itu? Sudah Aiko duga, ternyata perempuan tersebut membawa segala nasib buruk untuk kehidupannya.

Aiko hendak menengadah walaupun isi kepalanya saat ini semakin berat seiring berjalannya waktu. Namun, secara tiba-tiba lehernya diserang dengan cengkeraman yang semakin lama semakin ditingkatkan kekuatan cengkeraman tersebut. Sehingga Aiko bisa merasakan betapa tajamnya kuku Haru seakan-akan hampir menusuk ke dalam jika Haru mencengkeraman lehernya lebih kuat lagi. Jika hal itu terjadi, maka tak diragukan kembali Aiko bakal meninggal di tangan Haru. Membayangkan hal itu saja membuat sekujur tubuh Aiko merinding dan... ia benci menyatakannya tapi... saat ini ia sedang dilanda ketakutan. Itu baru kali pertama Aiko merasakan sifat negatif selain kecemburuan dan amarah.

Bukan berarti Aiko hanya berdiam diri saja dan menerima perkiraan nasibnya seakan-akan ia pasrah dengan kehidupan—tentu saja tidak!

Aiko memang takut, sangat takut sampai ia ingin langsung melarikan diri dari tempat kejadian dan berdiam diri di kamar selam berbulan-bulan atau bahkan sampai bertahun-tahun. Namun, apakah Aiko secara mudahnya melepaskan harga dirinya yang bernilai tak terhingga; ia bangun selama bertahun-tahun? Tentu saja, jawabannya adalah tidak! Sebagai anak yang dipercayakan oleh ayahnya sebagai garis penghubung keturunan antara Klan Aozora dengan Klan Suzuhara, Aiko bersumpah akan mengorbankan apapun untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dan Klan Suzuhara inginkan, termasuk ayahnya.

Tanpa berlama-lama walaupun ketakutan hampir menguasai tubuhnya, Aiko menggerakkan bagian anggota tubuhnya yang bisa digunakan. Kedua tangannya berusaha melepaskan atau kalau bisa melemahkan kekuatan cengkeraman Haru sekuat tenaga berdasar kapasitas tenaga Aiko. Sepasang kakinya pun tak kalah bergerak hebat bagaikan Aiko sedang berjalan di atas udara namun secara gesit dan iramanya berantakan. Aiko melakukan perlawanan sekuat tenaga seakan hormon adrenalin menyebar secara keseluruhan hingga jantungnya berdetak 115 per menit dari detak jantung normal.

"Percuma saja."

"Huh?" Seketika pergerakan Aiko mulai melambat setelah mendengar suara Haru dari keheningan yang berlangsung selama seperempat menit yang lalu.

"Percuma saja kamu melakukan perlawanan, hasilnya selalu sama. Kamu tahu kan apa maksudku, otak besar?" tutur Haru.

Seketika sepasang mata Aiko membulat secara sempurna. Ia tidak menyangka bisa melihat ekspresi Haru dengan sebegitu jelasnya hingga membuatnya tak bisa berkata-kata. Sepertinya warna hitam kelam tak lagi menutupi wajah tampannya. Apakah aura intimidasi Haru mulai melemah? Tapi, apakah Haru sengaja melakukannya atau...

Tanpa diketahui Aiko, sudut bibirnya terangkat hingga membentuk sebuah seringai. Haru melihat seringai terbentuk di wajah Aiko, walaupun kecil, ia bisa melihat dengan jelas ukiran wajah tersebut. Sepasang mata Haru melebar hingga memperlihatkan warna iris mata—sepertinya—bergemetar seakan ia melihat suatu hal traumatis. Di hadapannya, sekilas muncul bayangan pamannya yang tengah menyeringai ke arahnya seakan mengejek bahkan merendahkan harga diri Haru. Persis dengan kejadian 9 tahun yang lalu, dimana kali pertamanya Haru mengalami sebuah kekalahan telak.