Ardan meringkuk di lantai seraya menangis meratapi nasibnya yang begitu tidak beruntung, ia memiliki segalanya tapi tidak beruntung soal kasih sayang dari keluarga. Dan keluarga yang terakhir ia miliki kini meninggalkannya lagi. Ardan benar-benar menyesal tak bisa melihat sang nenek saat menghembuskan napas terakhirnya.
"Oma ... maafkan aku, maafkan aku yang teramat bodoh tak pernah memperdulikan Oma." Ardan memukul-mukul lantai frustasi.
Ardan kemudian berdiri menghampiri Arini yang masih tidak sadarkan diri.
"Tuan!" panggil Toro tiba-tiba membuka pintu. Wajahnya panik sekaligus terkejut.
"Nyonya Maria meninggal, Tuan."
"Aku tahu," jawab Ardan datar.
"Apa yang harus saya lakukan, Tuan?"
Ardan diam, ini pilihan yang berat antara tetap disini menjaga sang istri atau kembali ke Jakarta untuk mengkebumikan sang nenek. Ia tak bisa memilih.
"Apa pemakaman bisa ditunda sampai aku datang?" tanya Ardan pada Toro.
"Kemungkinan bisa Tuan, tapi bagaimana dengan Nona?"