Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Az

🇮🇩DaoistDvA5WC
--
chs / week
--
NOT RATINGS
7.7k
Views
Synopsis
Zaid adalah seorang pemuda yang sangat religius, walaupun tumbuh dalam keluarga yang sebaliknya. Pada saat masih menempuh jenjang pendidikan S1, dia dipertemukan kembali dengan sahabat lamanya, yaitu Usamah. Usamah adalah sahabat Zaid sejak SMA, sempat terpisah dari semester satu hingga enam, dan akhirnya dipertemukan kembali. Usamah sempat terlibat dalam jalur negative yang mengikis iman dan kepribadiannya, seperti narkoba, pergaulan tanpa batas, dan wanita. Zaidlah yang menasehati dan mengingatkan kembali Usamah tentang batilnya semuanya yang dia telah lakukan. Tetapi dia tetap saja selalu terjatuh pada lubang yang sama, hingga akhirnya Usamah bertemu kembali dengan Zaid di Turki, dengan keadaan membawa masalah yang turut menyeret Zaid. Usamah ternyata menggelapkan uang hasil penjualan narkoba sebesar 100 M. Jacob adalah kurir narkoba internasional, tempat di mana Usamah mendapat sodoran narkoba untuk dijual. Jacob kemudian diutus oleh sindikat narkoba EYES untuk membunuh Usamah dan mengambil uang 100 M yang digelapkan oleh Usamah. Usamah ternyata menyembunyikan uang tersebut di Bank Swiss, dan kemudian bersembunyi di Turki. Di sinilah dia bertemu secara tidak sengaja dengan Zaid yang sedang menempuh jenjang pendidikan S2.
VIEW MORE

Chapter 1 - Petunjuk Pertama

Seseorang bertanya dengan santai, "mana yang lebih baik antara kaya yang dermawan, atau miskin yang penyabar?" Semua orang hanya terdiam dan terlihat memikirkan dengan seksama jawaban tepatnya.

"Ada yang bisa jawab?" Orang itu kembali mencoba menarik perhatian. Tetapi hingga lima menit berlalu semua orang masing termenung dengan raut wajah ragu.

"Kreekkk" Seseorang berdiri dari kursi, "menurut saya, dua-duanya baik pak."

"Maa Sya Allah, jawabannya bagus. Tapi sayangnya kurang sesuai pertanyaan, ingat yaa.. pertanyaanya mana yang lebih baik."

Melihat semuanya tampak ragu, orang itu pun menunjuk seseorang di kursi pojok kanan yang terlihat ingin menjawab tetapi penuh ragu.

"Coba kamu yang jawab nak, apa jawabanmu?" Sambil menunjuk.

"eee.. mungkin orang miskin yang penyabar pak." Suaranya sedikit gemetar dengan jawaban penuh keraguan.

"Kenapa? Apa alasannya?" Balas orang yang bertanya tersebut.

"Karena kesabaran itu tanpa batas pak, sehingga pahalanya pun tanpa batas." Jawab kembali orang yang ditanya itu.

"Bagaimana dengan kaya yang dermawan?" Orang yang bertanya tersebut berusaha mengalihkan perhatian orang-orang yang ditanya.

"Orang kaya yang dermawan tampaknya dapat membuat banyak perubahan dan kebaikan pak!" Terlihat seorang perempuan mengangkat tangan tanda izin menanggapi, sembari memberikan alasan terhadap pertanyaan orang tersebut dengan suara yang cepat.

Orang yang bertanya itu pun menjelaskan bahwa, "Nah, ini..."

Tiba-tiba...

Tok...,tok...,tok...

"Zaid..., Zaid..., Zaid..., bangun!!! Sudah jam berapa ini." Suaranya cukup keras hingga tetangga dapat mendengarnya.

"Astaghfirullah..." Bangun dengan cepat disertai perasaan kaget.

"Iya Mah, sudah bangun ini." Sahutnya atas panggilan keras tersebut.

"Kamu ini, makanya jangan begadang terus, main HP aja terus kerjaanmu!" Ibunya menasehati dengan nada cukup kesal.

=

Zaid lalu mengambil HPnya yang berada di samping bantal tidurnya. Kemudian ia mengetuk HPnya dua kali untuk melihat pukul berapa tepatnya ia bangun pagi ini.

"Astaghfirullah, ternyata sudah jam enam pagi. Lagi-lagi aku telat bangun shalat subuh. Astaghfirullah, aku..., mengapa hal ini terus terulang." Kata Zaid di dalam hati sembari merasa kesal dan menyesal dengan dirinya sendiri.

Zaid pun bersegera beranjak dari tempat tidurnya, kemudian membuka pintu dengan keadaan muka kusut bekas tidur. Pagi itu cahaya mentari pagi telah memasuki sudut-sudut rumahnya melalui pintu yang telah terbuka lebar. Zaid pun berjalan setengah sadar menuju toilet yang berada di pojok kanan bagian belakang rumahnya.

"Allahuma inni 'audzubika minal khubutsi wal khabaits" Ucap Zaid tepat di depan toilet, kemudian melangkahkan kaki kirinya ke dalam toilet tersebut.

Setelah mengambil air wudhu, Zaid pun melaksanakan Shalat Subuh di kamarnya.

"Jika terlambat Shalat Subuh sementara matahari telah terbit, tetap di-jahr-kan atau di-sirr-kan aja yaa?" Tanya Zaid kepada dirinya sendiri.

"Mungkin di-sirr-kan, kan sudah cerah ini." Jawabnya di dalam hati, dengan tekad meyakinkan diri sendiri.

Zaid pun melaksanakan Shalat Subuh saat seharusnya waktu itu digunakan untuk Shalat Dhuha atau shalat sejenisnya. Setelah Shalat Subuh, Zaid pun duduk sejenak untuk berdzikir dan kemudian ia berkata di dalam hati,

"Ternyata tadi itu hanya mimpi yaa..., hari itu malu juga. Kenapa bisa yaa aku jawab orang miskin yang penyabar, padahal lebih baik orang kaya yang dermawan. Jawaban dia yang benar lagi, harusnya kupikir baik-baik dulu sebelum kujawab." Zaid berguman di dalam hati, memikirkan mimpinya yang ternyata merupakan masa lalunya sendiri.

"Tapi aneh juga yaa..., kok mimpiku tentang masa lalu sih! Mungkin karena malu jawaban kurang tepat di depan dia kali yaa, haha..." Lanjutnya di dalam hati sembari tersenyum.

"Astaghfirullah, aku... Sudah telat shalat, dzikir pun gak khusuk." Ucapnya lagi di dalam hati, kemudian berusaha bersungguh-sungguh dan fokus dalam berdzikir.

Untungnya Zaid masih sempat untuk bersiap-siap, dan kemudian berangkat ke sekolah. Sebagai senior di sekolah, Zaid ditunjuk sebagai Ketua ROHIS. Karena hari ini adalah hari Kamis, maka setelah kegiatan pembelajaran usai, akan ada ekstra-kulikuler keagamaan, yaitu Tarbiyah. Tarbiyah sebenarnya bahasa umum untuk pendidikan di dalam bahasa arab, tetapi di dalam ekstra-kulikuler ini lebih spesifik ke pendidikan agama Islam yang memang berbeda dengan mata pelajaran PAI di sekolah, karena sifatnya yang lebih mendalam.

Di sela-sela melaksanaan Tarbiayah tersebut, Zaid menyadari penting nasehat untuk meningkatkan imannya. Untuk itulah, Zaid kemudian bertanya,

"Ustadz, saya punya teman yang sering telat bangun Shalat Subuh, bagaimana hukumnya?" Tanya Zaid dengan pertanyaan yang berusaha menjaga harga diri.

"Wah pertanyaan bagus Zaid, ini juga sebagai pengingat bagi kita semua yaa. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam kan pernah bersabda dalam riwayat Muslim. Jika seseorang itu lupa atau tertidur, maka segeralah dia shalat ketika ingat atau terbangun. Jadi kalo sampai ketiduran shalat subuh, pas bangunnya harus langsung dikerjain. Jangan sampai malah ditinggalin, wah dosa besar itu." Jawab Ustadz tersebut dengan nada berusaha meyakinkan.

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda perihal ini dalam hadis riwayat Bukhari, bahwa seseorang yang ketiduran hingga lalai Shalat Subuh maka dia telah dikencingi oleh setan pada kedua telinganya. Nah ini juga penting nih untuk diingat, jadi mulai sekarang tidur jangan tengah malam. Usahakanlah tidur lebih awal, jangan hanya habiskan waktu dengan main HP, apalagi jika tidak terlalu penting. Dan saat ingin tidur, niatkan betul-betul untuk bangun Shalat Subuh dan jangan lupa berwudhu dan berdoa sebelum tidur. Insya Allah gak akan telat lagi jika semua ini diamalin." Ustadz itu menambahkan supaya jawaban lebih jelas dan solutif.

Mendengar jawaban tersebut, Zaid merasa tertampar. Karena dalam pertanyaannya, dirinyalah yang ia maksud sebagai teman yang sering telat bangun Shalat Subuh. Kemudian Zaid bertanya kembali,

"Kalo telat bangun dan keadaan sudah cerah, apakah Shalat Subuhnya tetap di-jahr-kan atau di-sirr-kan saja Ustadz?"

"Tetap di-jahr-kan atau dikeraskan yaa, karena sifat Shalat Subuh, Maghrib, dan Isya yang harus di-jahr-kan. Tapi jangan keras-keras juga sampai tetangga dengar, paling tidak kita sendiri dapat mendengarnya. Wallahu A'lam." Jawab Ustadz itu dengan lugas dan jelas.

"Waduh, ternyata keliru juga tadi aku." Umpat Zaid di dalam hati.

=

"Nah begitu Usamah, terkait masalahmu itu. Ini sebagai nasehat, soalnya kamu tadi dibangunin berulang kali sampai di Masjid sudah iqomah, ehh... kamunya masih belum bangun." Zaid memberikan nasehat kepada Usman yang telat bangun Shalat Subuh.

"Iya, iya Zaid. Aku ngerti, Insya Allah aku lebih cepat tidur deh, supaya gak telat lagi." Sahut Usamah dengan sedikit tersenyum.

"Tapi aku baru tau loh, soal kaya yang dermawan dan miskin yang penyabar itu." Lanjut Usamah menanggapi cerita masa lalu Zaid.

"Iya, Alhamdulillah aku juga masih ingat tentang itu. Itu empat tahun yang lalu sewaktu SMA, walaupun awalnya jawabanku kurang tepat." Jawab Zaid sambil mengingat-ingat kembali masa lalunya.

"Tapi aneh yaa, masa lalu yang dimimpikan kembali, hahaha." Usamah menimpali sambil sedikit tertawa.

"Iya juga sih, tapi ada hikmahnyalah." Ungkap Zaid dengan nada berusaha menerima dan mengambil hikmah dalam setiap kejadian.

Zaid dan Usamah memang tinggal satu kos, sehingga keduanya saling mengingatkan dalam masalah sehari-hari. Keduanya saat ini sedang menempuh semester enam pada jurusan yang berbeda, Zaid mengambil jurusan biologi dan Usamah mengambil jurusan hukum di universitas yang sama. Dari segi usia, Usamah ternyata lebih tua satu tahun dibandingkan Zaid. Wajar saja, ternyata Usamah sebelumnya pernah kuliah di jurusan yang berbeda selama satu semester. Sehingga saat ini mereka satu angkatan, walaupun dengan jurusan yang berbeda. Keduanya adalah sahabat yang saling mengerti, walaupun memiliki sifat yang berbeda. Zaid begitu dingin, pembawaannya tenang, jika orang melihatnya seakan-akan dia seorang introver, padahal jika mendapat kesempatan berbicara dia akan sangat mendominasi. Sedangkan Usamah, begitu humble, sangat suka menanggapi berbagai hal, orang-orang yang mengenalnya menyebut dia nyinyir, wajar saja dia memang dikenal banyak cakap atau cerewet.