"Mama pulang ya sama Bayu. Biar Kenan dan Abel yang jagain Alice di rumah sakit. Mama kan dari pagi sudah jada disini."
Malam tiba di kehidupan Kenan. Tepatnya pukul, hampit sembilan malam di rumah sakit. Jam besuk juga akan segera ditutup untuk umum hanya ada, maksimal boleh dua orang untuk berjaga di ruang anak.
Kenan memutuskan dia dan Abel. Lagi pula Alice juga tak mau pisah dari Abel.
"Ya sudah. Sebenarnya mama masih pengen temenin cucu mama yang cantik ini ya, yang sudah punya mama sekarang mau punya adik kan nanti?"
Lilis mendekati Alice dan mencium pipinya. Alice balik mencium pipi neneknya itu.
"Nenek harus istirahat. Biar gak sakit kayak alice." kata alice pada neneknya.
Lilis mengangguk. "Bel, nitip alice sama kenan ya." kata lilis, beralih kepada abel.
"Ngapain kenan juga ma, kenan bisa kali jaga diri." timpal kenan. Tak terima dengan ucapan mamanya. Memang dia anak kecil.
Lilis hanya tertawa. "Mama anterin nenek ya sampai keluar rumah sakit?" tanya abel kepada alice.
"Mama nanti pergi lagi dari alice. Nanti ngilang, gak balik. Susah cari mama kayak mama." alice menggenggam tangan abel dengan erat. Abel duduk dikursi dekat tempat tidur alice, yang duduk bersandar sambil makan buah dikupaskan kenan.
"Enggak kok. Mama cuma anter nenek kedepan. Nanti mama balik kesini lagi." abel mencoba membujuk alice.
"Gak usah bel. Disini saja sama kenan, ada bayu kan. Tenang aja."
"Bos. Pulang ya." pamit bayu kepada kenan. Kenan mengantar bayu dan mamanya sampai keluar rumah sakit.
Sepanjang jalan menuju keluar, lilis menggandeng tangan kenan. Menatap kenan, ingin mengatakan banyak hal. Sesuatu yang penting.
"Ken. Baik-baik ya sama abel. Jangan judes, jangan galak. Biar gak pergi, kasian Alice. Dia sudah cocok banget sama abel." pinta lilis pada kenan.
"Iya ma."
Kenan membantu membukakan pintu mobil untuk mamanya. Meminta mamanya atau bayu nanti mengabari kalau sudah sampai di rumah.
"Hati-hati bawa mobilnya bay."
Kenan menepuk pintu mobil disisi bayu. Bayu menunjukan jempolnya. Memberi isyarat kalau dia akan berhati-hati. Mobil bayu menjauh dari area rumah sakit. Kenan pun kembali masuk kedalam.
Ketika dia sampai didalam. Abel sudah duduk di tempat tidur denga alice, alice duduk bersandar dibadan abel, dengan tab yang mereka pegang.
"Main tab lagi?" tanya kenan, menatap keduanya kesal.
"Cuma dibacain cerita aja papa sama mama." ujar alice, memberitahu papanya dengan manis.
"Kan, gak usah pakai tab juga bisa. Emang mamanya gak bisa cerita apa gitu, tanpa lihat tab." kenan melirik abel.
Abel tau maksud tatapan kenan. Abel mengambil tabnya alice dan meminta kenan untuk menyimpannya. Abel akan bercerita dari beberapa kisah yang pernah dia dengar sejak kecil.
"Ini, papa simpenin tabnya. Mama cerita kisah yang belum pernah alice dengar." kata abel memberikan tabnya kepada kenan. Menatap kenan seakan menjawab tantangan kenan yang tadi.
Dia bisa cerita tanpa melihat tab. Kenan mengangguk. Dia pun menyinpan tab alice, menaruhnya diatas meja.
"Jadi apa ceritanya mama?" alice menatap abel, menunggu cerita dari abel.
"Jadi ada seorang putri kecil, yang kehilangan mamanya, sejak dia kecil, putrinya sangat cantik. Tapi ketika dia besar, dia tiba-tiba bertemu dengan seorang pangeran dan meminta putri cantik itu menjadi istri bayarannya." abel melirik kenan.
Kenan menatap kesal abel. Apa maksud abel bercerita tentang itu. Dia menyindirnya kah?
"Istri bayaran mama? Apa itu? Tapi apa nanti mereka berakhir bahagia?" tanya alice lagi. Bergantian menatap abel dan kenan yang saling beradu pandang.
"Pangerannya itu selalu menilai dengan uang. Dia bayar sejumlah uang untuk menjadikan putri itu istrinya."
"Kenapa mama? Kenapa dibayar?"
"Karena dia sombong. Karena putrinya itu sangat baik, dia butuh uang untuk pengobatan ayahnya putri itu yang sakit."
"Emm, dia pasti sangat cantik karena baik hati. Sayang banget sama ayahnya." kata alice mengangguk-angguk pada mamanya.
"Iya lah. Cantik banget." Abel dengan bangganya mengakui itu.
"Alice juga sayang banget sama papa. Alice berarti cantik ya mama?" tanya Alice mendongak menatap Abel.
"Banget." Abel dengan gemas dan manisnya mencium pipi dan juga hidung Abel. Dulu ketika dia kecil, ayahnya suka melalukan itu.
Kenan tak tau kenapa bisa Alice langsung dekat dengan Abel, dan untungnya Abel bukan orang yang memiliki uang, jadi bisa dia beli dengan uangnya. Kenan menatap putrinya, ikut merasa bahagia seperti putrinya yang kelihatan bahagia itu.
"Udah, alice tidur. Besok kan mau pemeriksaan." Abel menarik selimut unuk menyelimuti Alice. Meminta Alice berbaring karena sejak tadi duduk bersandar padanya.
"Mama, Alice takut disuntik." Alice hampir menangis mengatakan itu pada Abel.
Abel juga sebenarnya takut melihat jarum suntik yang besar. Tapi demi Alice, Abel mencoba menghibur dan memberanikan dirinya.
"Gak apa-apa, kayak digigit semut. Kan ada mama nanti, nanti mama peluk Alice kok." kata Abel kepada Alice, mengusap kepala Alice dan mencium keningnya.
Semakin dilihat, Kenan semakin takjub dengan akting Abel. Dia sudah benar-benar seperti mamanya Alice yang sungguhan.
"Selamat malam sayang, tidur. Jangan pikirin besok. Pokoknya mama janji bakaln ngabulin apa aja kalau Alice sehat," kata Abel lagi mencoba membujuk Alice.
"Adek ya mama, yang lucu. Nanti habis ini kita liburan sama-sama. Ya papa?" pinta Alice kepada papanya.
"Iya. Janji, liburan dan adek." Kenan mengangguk.
"Alice tidur ya mama. Mama jangan kemana-mana, tidur disini peluk Alice."
Abel mengangguk. Kenan mencium kening Alice untuk mengucapkan selamat malam dan selamat tidur.
"Papa."
Ketika kenan akan pergi, tidur di sofa, Alice menahan tangan papanya itu.
"Papa sekalu lupa pada mama, ucapkan selamat malam dan cium kening mama, papa. Sekarang kan ada mama, bukan cuma Alice yang mau yang harus disayang."
Kenan dan Abel saling menatao dengan canggung. Kenan tentu tak bisa menolak permintaan Abel. Kenan pun akhirnya mencium kening Abel. Abel hanya pasrah saja.
"Usap perut mama papa, biar adeknya cepet ada," kata Alice lagi.
"Bukan gitu bikin adek Alice." Kenan tertawa mendengar ucapan anaknya itu.
"Terus, bikin adek gimana papa?" Alice malah jadi tanya kesitu.
Abel menggeleng menatap Kenan. Itu bukan ranah untuk membahas dengan Alice, yang masih kecil.
"Papa usap perut mama aja." tanpa mengatakan apapun, tiba-tiba saja tangan kekar Kenan mengusap perut Abel, membuat Abel sedikit terkejut dan geli.
"Cium perut mama juga papa, biar adeknya ikut senang nanti," pinta Alice lagi.
"Tapi kan belum ada adeknya Alice, nanti aja kalau udah ada ya." Abel mengalihkan pembicaraan. "Tidur yuk. Mama udah ngantuk."
Abel yang sejak tadi duduk, akhirnya berbaring dan menarik selimut. Tidur dengan memeluk Alice. Memeluknya erat.
"Udah tidur ya."
Abel memeluk Alice erat. Menciumi pipi Alice.
"Mama, papa mau cium perut mama." pinta Alice kepada Abel.
"Geli Alice, udah ahh. Nanti aja kalau ada adeknya, ini kan belum ada," bisik Abel yang membuat Alice tertawa.
Kenan hanya bisa melihat dan mendengar tawa Alice. Kenan tak pernah melihat Alice sebagia itu. Kenan sangat bahagia melihat Alicenya seperti itu. Apapun yang terjadi, Kenan akan mempertahankan Abel.