"Sayang, aku berangkat dulu ya. Hati-hati di rumah. Jangan kecapean."
Kenan ada diluar rumah, dengan istri tercintanya. Dia mencium kening sang istri sebelum berangkat ke kantor, rutin setiap pagi. Lali mengusap perut buncit sang istri yang kini hamil lima bulan.
"Baik-baik didalam perut mama ya sayang," kata Kenan lagi. Kali ini dia mengusap perut istrinya lalu meninggalkan satu kecupan manis, penuh sayang diperutnya.
"Iya pasti dong papa. Kan mau ketemu papa sama mama," jawab sang istri yang seperti mengibaratkan dia adalah bayinya yang menjawab.
Kenan tersenyum manis menatap wanita yang dia cintai, yang kini sudah dia nikahi, yang sedang mengandung anak pertama mereka itu. Sudah mereka periksakan kalau kemungkinan anak pertama mereka berjenis kelamin perempuan. Awalnya Kenan ingin anak laki-laki, tapi tak apa.
Anak perempuan juga anak yang manis. Dia pikir dia juga bisa membuatnya lagi kan. Tapi kenyataan mengatakan tidak.
***
**
*
Kenan melamun di sepanjang jalan menuju ke kantor. Untungnya ada Bayu yang selalu menyetir, coba kalau tidak. Jangan sampai Kenan menyusul mamanya Alice. Bagaimana dengan Alice-nya nanti.
"Bos. Telfon dering tuh," kata Bayu yang menyetir mobil, konsentrasi lihat jalan, sampai konsentrasinya buyar mendengar suara telfon Kenan yang tak juga diangkat.
"Hah?"
Kenan melamun, mengingat masa lalunya yang indah, kenangan yang manis dengan mendiang mamanya Alice. Kenan melirik ponsel yang bahkan dia genggam. Walpapernya masih foto pernikahan mereka dan foto bayinya Alice.
"Iya," katanya menjawab Bayu. Dia mengangkat telfon.
Hari ini client minta ketemu diluar. Sekalian lihat rumah-rumah untuk properti, perumahan barunya dan sekalian memantau lansung pengerjaan mendesain dalam rumahnya.
"Ke lokasi Bay, sudah ada disana katanya yang mau beli," kata Kenan kepada Bayu setelah mengangkat telfonnya.
"Baik pak."
Bayu ini suka sekali memanggil Kenan apa saja, kadang Bos, Pak, Kenan saja pun sering, tapi lihat situasi dan kondisi. Mereka ke lokasi kerja. Disana sudah ada clientnya.
"Halo nyonya."
Kenab menjabat tangan wanita paruh baya yang sedang mencari sebuah rumah mewah. Dia janda, belum punya anaknya. Katanya sih dia sengaja menjanda, soalnya, kata dia menikah itu tidak membuat dia bahagia. Mending main sama brondong muda.
"Halo Tuan Kenan, ganteng ya, masih muda," kata dia, menatap Kenan lama, bahkan menjabat tangan Kenan lama.
"Terimakasih nyonya."
Kenan juga tau kok dari Bayu, kalau client wanita mereka ini centil dan sedikit ganjeng.
"Bos, nyony di rumah sakit jagain Alice kan?" tanya Bayu kepada Kenan. Sengaja supaya clientnya tau kalau Kenan sudah punya anak dan istri.
"Bos cewek, lagi hamil kan bos," kata Bayu lagi dengan sangat keras.
"Ahh, sudah punya keluarga. Mau punya dua anak, selamat ya Tuan Kenan."
Wanita itu akhirnya sadar juga dan melepaskan genggaman tangannya kepada Kenan. Kenan melotot menatap Bayu. Siapa yang Bayu maksud. Bos cewek di rumah sakit dengan Alice? Bos cewek sedang hamil anak kedua?
Abel? Kenan terbelak menatap Bayu. Bagaimana bisa, yang pertama benar, yang kedua, belum terjadi. Kenan ingin protes tapi Bayu langsung menyangkal. Hanya untuk memberitahu Client biar tidak ganjen. Profesional beli rumah saja.
"Istrinya hamil berapa bulan?" tanya wanita itu lagi, bukannya tanya soal rumah dll.
"Ah." Kenan bingunh jawabnya. Kenan melirik Bayu lagi. Menatap Bayu, hampir seperti tatapan ingin membunuh Bayu. Bayu mendengus kesal. Tinggal jawab aja susah. Soal kerjaan pinter.
"Hamil muda nyonya. Masih dua bulan, jalan tiga bulan," kata Bayu, akhirnya dia yang menjawabkan. Nyonya itu mengangguk.
"Sepertinya asisten kamu jauh tau lebih banyak tenyang istri kamu ya?" kata wanita itu lagi. Wanita itu sekitat satu atau dua tahun diatas Kenan. Mungkin dia melihat Kenan sasaran empuk, kaya lagi.
"Enggak juga nyonya. Si bos kan banyak kerjaan, banyak yang harus dipikirkan. Kalau di tempat kerja ngomonginnya diluat kerjaan, suka blank si bos." Bayu lagi yang menjawabnya.
Tak lama Hito datang. Kenan menyerahkan client ganjen itu pada Hito. Hito menjelaskan desain interiornya.
"Desainer kamu kemana lagi?" tanya Kenan kepada Hito. Mereka sudah selesai dengan client nyonya itu. Mereka ke cafe untuk mendinginkan kepala setelah beberapa kali berdebat harus mengarahkan nyonya itu ke jalur yanh benar. Bukannya malah merayu dari ketiganya.
"Ayahnya masuk rumah sakit katanya pak bos. Baru tadi pagi, dia juga ada tugas gitu, dia telfon izin sama saya," kata Hito menjelaskannya kepada Kenan.
"Permisi, makanan dan minumannya datang."
Tak lama pelayan cafe datang dengan membawakan makanan dan minuman pesanannya mereka. Kenan hanya mengangguk.
"Terimakasih."
Dan berterimakasih pada para pelayannya. Kenan mengambil makanan dan minumannya, menariknya dan menaruhnya didepan dirinya sendiri.
"Karyawan seperti itu, kenapa gak dipecat saja," kata Kenan lagi, melanjutkan pembicaraan.
"Kasian pak bos. Dia juga berbakat kok, desainnya keren-keren. Kekinian, anak muda banget sih. Selera kayak tadi itu, selera nyonya." Hito juga kasihan melihat perjuangan hidup Abel.
"Ohh." Bayu hanya ber-oh ria mendengar perdebatan keduanya sambil makan.
Kenan dan Hito pun akhirnya menghabiskan makanan mereka. Kenan pamit pulang setelah semua pekerjaan selesai. Dia ingat mamanya di rumah sakit, sudah makan atau kah belum. Di tengah perjalanan mau pulang, Kenan meminta Bayu berhenti. Dia menelfon sang mama.
"Halo ma, mama sudah makan atau belum? Mau Kenan sekalian balikan makanan atau bagaimana?" tanya Kenan kepada mamanya by phone.
"Boleh ken. Sama buat Abel juga ya, mbak juga, " kata lilis dari rumah sakit. Dia bertanya kepada Abel, Abel sejak tadi belum makan. Mbak itu, baby sisternya Alice yang masih disana, untuk mengambilkan atau membuatkan apa yang Alice mau, biar tidak terlalu merepotkan Abel.
"Oh ya sudah ma."
Kenan menutup telfonnya. Dia meminta Bayu untuk membeli makanan didelivery area tanpa turun dari mobil.
"Ini belinya apa pak bos?" tanya Bayu kepada Kenan.
"Terserah, apa aja yang bisa dimakan." Kenan tak tau selera Abel.
"Nasi, friend fresh, teh hangat. Burger, pizza bos? Buat cemilan di rumah sakit?" tanya Bayu melirik Kenan.
"Hemm."
Kenan hanya berdehem. Bayu mengangguk pada pelayan dan memesan itu. Mereka kembali ke tempat deliveri selanjutnya untuk mengambil makanan.
"Bos, duit mana?" tanya Bayu ketika sudah mengambil makanannya dan harus membayar.
Kenan malah memberikan kartunya. Bayu memberikannya kepada pelayan untuk pembayaran.
"Terimakasih tuan," kata pelayan itu, kembali memberikan kartunya setelah selesai menggesek.
"Sama-sama mbak." Bayu dengan ramahnya.
Mereka kembali ke rumah sakit. Alice ada dipangkuannya Abel, duduk bersandar dengan Abel, mereka sedang main tablet. Kenan yang datang langsung mengambilnya.
"Sakit, gak boleh main tab atau ponsel lama-lama. Kamu gimana sih kasih alice tab." Kenan memerahi Abel yang duduk dibelakang Alice. Alice memeluk Abel takut, datang-datang dimarahi.