Sean menatap pantulan dirinya di cermin kecil yang ada di dalam kamarnya, semakin hari ia terlihat semakin dewasa. Tetapi sampai detik ini Sean belum juga bisa membahagiakan ayahnya, entah kapan hal itu akan terjadi—membahagiakan ayahnya, mengangkat derajat ayahnya, menyuruh ayahnya untuk diam di rumah saja biar dirinya yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka berdua.
Jika anak seumuran Sean di luaran sana mungkin asik bermain, berpacaran, tinggal meminta uang kepada orangtuanya. Tetapi tidak untuk Sean, bahkan untuk berpacaran pun tak terlintas di benaknya sedikit pun. Ia rasa Tuhan sudah menyiapkan jodohnya, jadi tak perlu repot-repot ia berpacaran dengan orang yang salah nantinya.
Laki-laki yang sudah beranjak dewasa itu mengusap wajahnya dengan kasar, ia tidak bisa seperti ini terus. Sean harus bisa mencari pekerjaan lain agar uang yang dihasilkannya pun lebih banyak lagi.