Chereads / Persahabatan beda alam / Chapter 25 - PBA 25

Chapter 25 - PBA 25

Sean mengedarkan pandangannya setelah perahu yang ia tumpangi sudah berada di tengah laut, suasana di malam hari seperti ini membuat Sean sulit menemukan seseorang yang tengah ia cari. Kalau saja ketiga temannya itu menghampirinya sehingga tak membuatnya kesusahan untuk mencari seperti ini.

Tidak seperti malam-malam kemarin, di mana Emily yang langsung menghampirinya. Kali ini bahkan Sean sendiri pun tidak mendapati Emily, Jeffa maupun Jeffry di sekitarnya. Cukup membuatnya bingung memang, karena tidak biasanya mereka bertiga tidak menampakkan batang hidungnya seperti ini.

Panggilan dari Lesmana membuat Sean dengan berat hati menghampirinya, tetapi kedua bola matanya tak pernah lepas untuk menatap sekitarnya. Berharap ada ketiga temannya datang.

Namun, yang dicari hingga Sean akan kembali ke daratan pun tak juga ia temukan. Seolah tak mendapatkan hasil, Sean meluruhkan kedua bahunya lemas. Rasanya Sean sangat kehilangan sekali jika tidak ada ketiga temannya itu padahal mereka belum berteman lama.

"Sean," panggil Lesmana ketika mereka sudah turun dari perahu.

Lantas Sean pun menoleh. "Iya, kenapa Yah?"

Dapat Sean lihat, raut wajah Lesmana yang tampak ragu ketika membuka mulutnya. Dapat Sean simpulkan bahwa ayahnya ingin meminta bantuan padanya namun tidak ingin merepotkannya.

"Ayah perlu bantuan?" tawar Sean terlebih dahulu.

Lesmana mengangguk. "Ayah ingin meminta tolong pada kamu,"

"Minta tolong apa, Yah? Kalau Sean bisa akan Sean bantu."

"Tolong nanti sore setelah kamu selesai bekerja di rumah Bu Darmi, kamu ikut bersama Pak Jo untuk mencari ikan." Tutur Lesmana sedikit kaku.

Kedua alis Sean terangkat. Baru pertama kalinya ayahnya menyuruhnya mencari ikan pada sore hari. "Kenapa sore hari, Yah?"

"Nah karena itu, Pak Jo ingin memastikan apa di sore hari bisa mendapatkan ikan banyak atau tidak. Dan Ayah akan ikut dengan Pak Hasan untuk mencari ikan di laut Leony, kami akan membandingkannya." Ucapnya panjang lebar.

Sebuah ide terlintas di benak Sean, kesempatan ini bisa ia gunakan juga untuk mencari lagi keberadaan ketiga temannya itu. Tanpa berpikir panjang, Sean langsung mengangguk menyetujui suruhan ayahnya.

"Kamu serius? Ayah tidak merepotkan, kan?"

"Tidak, Ayah. Lagi pula setelah Sean pulang dari rumah Bu Darmi, Sean tidak melakukan pekerjaan apapun lagi."

"Syukurlah kalau kamu tidak merasa direpotkan oleh Ayah," Lesmana mengulurkan tangannya untuk menepuk kepala Sean beberapa kali.

Ia benar-benar bangga memiliki putra seperti Sean. Anak laki-laki satu-satunya yang tak pernah sedikit pun membuatnya kecewa. Lesmana tidak merasa menyesal memiliki anak semata wayang seperti Sean, namun yang ia takutkan adalah Sean merasa kecewa padanya karena tidak bisa menjadi sosok ayah yang baik.

Tidak bisa menyekolahkan Sean layaknya anak remaja seumurannya. Itu yang Lesmana takutkan. Andai saja dirinya memiliki uang, pasti tanpa berpikir panjang dirinya langsung menyekolahkan Sean.

Tapi, yang membuatnya semakin bangga pada Sean adalah meskipun Sean tidak sekolah, tetapi laki-laki itu terlahir menjadi sosok laki-laki yang pintar. Dan rasa ingin belajarnya itu tinggi, sehingga membuat Lesmana tidak terlalu khawatir dengan cara berpikir Sean.

***

"Sean, nanti sore kamu tolong belikan perlengkapan untuk berkemah ya!"

Saat ini Sean tengah berdiri di depan Bu Darmi yang baru saja mengatakan hal itu. Tadi sebelum Bu Darmi menyuruhnya untuk membelikan perlengkapan untuk berkemah, wanita itu sempat mengatakan padanya kalau esok hari keluarga besar Bu Darmi dan Pak Fizi akan pergi berkemah.

Namun, itu tak membuatnya libur bekerja. Dirinya dan para pekerja yang lain masih tetap bekerja, karena rumah ini akan ditinggalkan untuk beberapa hari ke depan sehingga tak mungkin jika rumah ini dibiarkan tak terurus begitu saja.

Ada Bi Arim yang sudah menjadi kepercayaan keluarga ini, sehingga tak membuat Bu Darmi dan suami berat meninggalkan rumah walau hanya ada para pekerjanya saja.

"Maaf sebelumnya Bu, saya tidak bisa. Karena nanti sore saya harus membantu Ayah untuk mencari ikan ke laut." Tolak Sean dengan sopan.

Bu Darmi menghela napasnya, membuat Sean merasa bersalah karena telah menolak ucapannya. Tapi, Sean lebih baik mendengarkan ucapan sang ayah dan membantu sang ayah. Walaupun pekerjaan ini penting baginya karena untuk membantu perekonomian keluarganya, tetap saja yang paling penting bagi Sean adalah ayahnya.

"Yasudah tidak apa-apa. Tadinya saya terlalu malas untuk keluar rumah."

"Mohon maaf sekali lagi, Bu."

"Iya tidak apa-apa. Sekarang kamu lanjutkan pekerjaanmu lagi, sebentar lagi saya akan pergi untuk mencari perlengkapan kemah."

Sean mengangguk patuh kemudian melenggang pergi. Bersamaan dengan Sean yang pergi ke halaman belakang, Geladis berjalan menuruni tangga lalu berjalan menuju wanita itu yang kini duduk di sofa.

"Ma," panggil Geladis ketika dirinya sudah duduk di samping Bu Darmi.

"Kenapa, sayang?"

"Besok kita jadi berangkat untuk kemah?"

Bu Darmi mengangguk. "Tentu, apa kamu berubah pikiran untuk tidak ikut kemah ini?"

Geladis berdeham pelan. "Apa Kak Sean ikut, Ma?" tanyanya dengan suara yang pelan, sembari kedua bola matanya melirik ke arah halaman belakang. Takut-takut nanti tiba-tiba Sean datang.

"Tentu saja tidak, semua para pekerja tetap bekerja. Ini acara keluarga besar Mama dan Papa, tidak melibatkan pekerja kita. Lagi pula ada Kak Zyan yang akan ikut, mengapa kamu seperti mengharapkan Sean untuk ikut?"

Mendengar itu Geladis jadi gelagapan sendiri, bibirnya terasa kelu saat ingin menjawab pertanyaan sang mama.

Sebelah alis Darmi terangkat sebelah, menuntut jawaban dari Geladis.

"A-anu.. eu—Kak Sean kan sebaya dengan Kak Zyan, hitung-hitung Kak Sean menemani Kak Zyan. Tidak ada salahnya kan, Ma?" kali ini Geladis berhasil mendapatkan alasan yang tepat, menurutnya.

Darmi tersenyum penuh arti. "Masih ada sepupu dan keponakan Mama yang sebaya dengan Zyan, mengapa harus membawa Sean? Apa jangan-jangan kamu yang ingin ditemani Sean?"

Sontak Geladis langsung menggelengkan kepalanya. "Bu-bukan... bukan seperti itu, Ma. Waktu itu Geladis pernah melihat Kak Zyan mengobrol dengan Kak Sean, mereka terlihat akrab,"

"Kamu ingin melihat Papa marah?" tawar Darmi yang kali ini dirinya berbicara dengan berbisik. Jika tidak, nanti Fizi yang tiba-tiba datang pasti akan mendengarnya. Pasalnya yang ia tahu, Fizi itu pendengarannya sangat tajam.

Dengan cepat Geladis menggelengkan kepalanya. Walaupun bisa dibilang dirinya dekat dengan papanya dibandingkan dengan Zyan, tetap saja papanya itu akan marah jika dirinya melakukan hal yang tidak disukainya.

Yang Geladis tahu bahwa papanya itu sangat tidak menyukai Sean, ia sampai lupa pada satu fakta itu. Bagaimana jadinya kalau papanya tahu bahwa dirinya yang meminta untuk mengajak Sean, sudah dipastikan dirinya akan dimarahi habis-habisan.

Membayangkannya saja membuat Geladis mengedik ngeri.

"Oke, Geladis tidak jadi meminta Sean untuk ikut." Ucap Geladis pada akhirnya. Pasrah sudah. Tak apalah Sean kali ini tidak ikut, tapi ia yakin suatu saat nanti Sean akan terus ikut bersamanya.

***