Chereads / Persahabatan beda alam / Chapter 23 - PBA 23

Chapter 23 - PBA 23

Sean menggaruk kepalanya yang tak gatal, lalu mengacak rambutnya asal. Saat ini dirinya benar-benar bingung dengan yang terjadi ini. Mulai dari ia yang bisa melihat Emily, Jeffa serta Jeffry dan juga memikirkan bagaimana cara Jeffry untuk bisa seperti manusia pada umumnya.

Tadi ketika bertemu dengan Jeffry, mereka hanya berbincang sebentar, tak sampai satu jam. Itu karena dirinya pun yang harus segera datang ke rumah Bu Darmi serta Jeffry sendiri yang katanya harus kembali lagi.

Tak ingin membuang-buang waktu, akhirnya Sean pun mencoba untuk menghilangkan pikirannya itu dan mencoba untuk fokus pada pekerjaannya. Sebelum akhirnya Bu Darmi memanggilnya dari arah dapur, dengan tergesa Sean pun mendekatinya setelah menyimpan sapu lidi di sembarang tempat.

"Ada yang perlu dibantu, Bu?" tanya Sean seraya menundukkan kepalanya.

"Tolong belikan saya kelapa muda,"

"Belinya di mana, Bu? Apa mau di pasar atau di dekat pantai?"

"Kalau bisa di dekat pantai saja ya, Sean."

"Baik, Bu,"

"Ini uangnya." Sean menerima uang yang disodorkan Bu Darmi kemudian melenggang pergi dari hadapannya. Belum sempat Sean keluar rumah, Geladis lebih dulu memanggilnya dari lantai atas membuat Sean mau tak mau harus memberhentikan langkahnya.

"Kak  Sean!"

"Kakak mau ke mana?" tanya Geladis setelah berada di belakang laki-laki itu.

Sean pun membalikkan badannya sehingga berhadapan dengan Geladis. Bagaimana pun juga Sean tidak ingin bersikap seenaknya pada anak majikannya itu dengan berbicara membelakanginya. Ia tersenyum tipis.

"Mau beli kelapa muda untuk Bu Darmi," sahut Sean seadanya.

Geladis menatap Sean penuh harap, dari tatapannya Sean sudah hapal sekali dengan permintaan gadis itu setelah menatapnya seperti itu.

"Apa aku boleh ikut?"

"Sebaiknya kamu di sini saja," kali ini Sean bisa menolak, berhubung tidak ada Bu Darmi yang bisa memaksanya.

Gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal. Geladis ingin sekali pergi keluar rumah, terlebih lagi mendengar bahwa Sean akan membeli kelapa muda. Itu artinya Sean akan membelinya di dekat pantai, Geladis ingin sekali pergi ke pantai, bermain pasir.

"Kamu ikut saja bersama Sean,"

Sontak keduanya menoleh saat mendengar suara itu. Berbeda dengan Geladis yang sudah tersenyum cerah, sedangkan Sean menahan kesalnya di dalam hati. Bisa-bisa setelah ini akan ada berita yang tak benar lagi tentangnya, Sean juga tidak mungkin mengelak ucapan majikannya sendiri.

Belum sempat Sean menolak atau pun mengiyakan ucapan Bu Darmi, Geladis sudah lebih dulu menarik tangannya untuk segera keluar dari rumah. Yang Sean harapkan saat ini adalah tidak ada lagi kejadian seperti tempo hari, di mana dirinya diintrogasi oleh tetangganya.

Ketika berada di luar rumah, Sean buru-buru melepaskan cekalan tangan Geladis yang berada di tangannya sebelum ada warga yang melihat kebersamaannya dengan Geladis.

"Lebih baik kamu jalan di depan, Geladis." Suruh Sean.

Bukannya menuruti ucapan Sean, gadis itu masih berjalan di sampingnya dengan santai, tak menghiraukan pandangan orang-orang padanya. Melihat itu, Sean langsung memelankan langkah kakinya sehingga ia bisa berada di belakang gadis itu.

Dan untungnya Geladis tak menyadari kalau dirinya berjalan di belakangnya. Sean bisa bernapas lega ketika tak ada lagi warga yang memandangnya dengan tatapan penuh intimidasi. Jika iya, bisa-bisa Sean mati di tempat.

Sesampainya di penjual kelapa muda, Sean langsung membelinya. Tak membutuhkan waktu lama mengingat tak ada pembeli lain selain dirinya. Baru saja Sean akan mengajak kembali Geladis untuk pulang, tetapi ia tak mendapati gadis itu di sampingnya.

Sontak saja Sean langsung menoleh ke kanan dan kiri, mencari sosok gadis itu. Ketika matanya menyapukan pandangan ke sekitarnya, Sean mendapati Geladis yang sedang duduk di atas pasir putih itu sesekali kedua kakinya tersentuh oleh ombak yang tak terlalu besar.

Sean pun menghampiri gadis itu dan berdiri di sampingnya. Wajahnya menatap ke bawah, ke arah Geladis yang tampak asik menikmati angin yang berhembus.

"Geladis, kamu tidak mau pulang? Kalau begitu biar aku saja yang pulang, jangan terlalu lama berada di sini. Nanti orang di rumah khawatir padamu."

Baru saja Sean akan melangkahkan kakinya dari sana, namun lagi lagi perlakuan Geladis lebih cepat dari pada dirinya. Buktinya gadis itu sudah lebih cepat menarik tangan Sean yang menganggur sehingga Sean duduk di sampingnya.

Lelaki itu membulatkan matanya seraya memandang ke sekitarnya. "Geladis, kamu apa-apaan?!" dengan cepat Sean kembali berdiri sambil membersihkan bajunya yang terkena pasir.

"Temani aku di sini, Kak." Pinta Geladis yang memandang lurus ke depan, tak ingin menolehkan kepalanya sedikit pun.

Mendengar suara Geladis yang melirih membuat Sean tak berkutik, di sisi lain dirinya penasaran pada Geladis. Seperti ada satu hal yang disembunyikan oleh gadis itu sehingga hanya ingin menikmati suasana luar seperti ini.

Seolah terhipnotis, Sean pun mendudukkan dirinya di samping gadis itu lalu menyimpan kelapa muda yang sedari tadi di pegangnya ke samping kirinya.

Tanpa mereka berdua sadari, Emily yang berada di tengah laut tak sengaja melihat pemandangan jauh di depannya. Walaupun jaraknya bermeter-meter, tetapi Emily masih bisa melihat sosok kedua sejoli itu.

Tepat di samping kiri dan kanannya ada Jeffa serta Jeffry yang tengah mengamati raut wajah sang adik yang tampak muram setelah melihat Sean dengan perempuan lain. Bagi keduanya itu hal wajar ketika melihat Emily seperti itu, karena mereka sudah tahu dengan sifat adiknya.

Ketika Emily mengklaim seseorang menjadi temannya, maka sejak saat itu pula Emily mengklaim bahwa orang itu adalah hanya miliknya dan tidak boleh dimiliki oleh siapapun. Kini Jeffa dan Jeffry paham, bahwa Emily tidak suka ketika Sean berdekatan dengan orang lain.

Bahkan salah satu sifat Emily itu pun sangat terasa oleh keduanya, bukan hanya teman saja yang diklaim oleh Emily. Keduanya pun yang notabenya sebagai saudara kandungnya sendiri, tidak diperbolehkan untuk berdekatan dengan siapapun.

Oleh karena itu lah, Jeffa dan Jeffry hanya berdekatan dengan Emily. Selain karena mereka bersaudara, itu karena Emily yang tidak mengizinkannya untuk berdekatan dengan siapapun.

"Sean berhak berteman dengan siapapun," celetuk Jeffa. Jeffa berucap seperti itu pun ada alasan lain, ia hanya ingin adiknya menghilangkan sifat buruknya itu.

Emily menoleh dengan cepat, kedua alisnya mengerut tak suka mendengar ucapan yang terlontar dari kakak pertamanya itu. "Maksud Kakak apa?"

Baru kali ini Jeffa bersikap seperti itu padanya. Biasanya Jeffa yang selalu membelanya dan lebih memihak kepadanya.

"Kakak hanya ingin kamu menghilangkan sifat buruk kamu itu, Emily."

Emily?

Dan untuk yang pertama kalinya juga Jeffa memanggilnya dengan nama langsung seperti itu. Biasanya Jeffa memanggilnya dengan sebutan 'Lyly'.

Tanpa mengatakan sepatah kata lagi, Emily pun pergi dari hadapan keduanya. Jeffry yang sedari tadi hanya diam, memandang punggung Emily yang kian menjauh. Ia mendekati saudara kembarnya lalu menepuk bahunya beberapa kali.

"Sampai kapanpun kita tidak akan bisa merubah sifat Emily yang satu itu."

***