Lea menuangkan air panas kedalam gelas yang berisi teh dan gula. Hatinya berdebar tidak biasa. Berkali-kali Lea mencubiti pipinya. Meyakinkan bahwa pagi ini ia tidak sedang tertidur sampai terbawa mimpi.
Lea menghembuskan nafasnya berkali-kali. Mencoba menghilangkan rasa gugupnya. Karena sudah sekian lama tidak bertemu, bahkan Lea yang sengaja memutus komunikasi.
"Maaf Ma, seadanya" ucap Lea tidak enak.
Lea meletakkan gelas berisi teh manis di hadapan Vera.
"Maaf, mama juga gak ngasih tau kamu dulu. Kalo mama mau kesini" Vera membalas senyuman Lea dengan hangat.
"Kamu pasti kaget ya?" Vera terkekeh.
Lea tertawa kecil.
"Keliatan kok" lanjut Vera diakhiri tawa.
"Kalo kaget pasti kamu gigit bibir bawah kamu" jelas Vera masih dengan senyumnya.
Lea langsung menghentikan aksi menggigit bibir bawahnya. Rupanya Vera masih mengetahui kebiasaanya.
"Gugup ma, bukan kaget" ucap Lea meluruskan.
"Oh, iya, haha" Vera menertawakan dirinya sendiri.
"Mama apa kabar?" satu kalimat yang sangat Lea ingin ungkapkan secara langsung.
Akhirnya tercapai.
"Baik, Le. Sangat baik. Apalagi setelah bertemu kamu" jujur Vera.
Vera menatap lekat Lea yang sudah banyak berubah. Bentuk badan yang tidak segembil dulu. Bahkan, terlihat lebih kurus. Namun, tetap terlihat manis.
"Kamu kok jadi canggung gitu, hey?" Vera menepuk paha Lea yang tertutup daster.
Lea juga tidak mengerti. Badannya terasa kaku, bibirnya juga kelu. Ingin sekali Lea memeluk Vera, sosok wanita cantik yang sudah Lea anggap sebagai mama sendiri.
Rasa bersalah menyelimuti hati Lea. Karena sudah memutus tali silaturahmi yang sudah lama terjalin. Ternyata, Vera masih menganggapnya sebagai bagian keluarganya. Bahkan, rela-rela terbang jauh dari Jakarta ke Padang.
"Ma, maafin Lea. Lea jahat" ucap Lea parau.
Mata Lea berkaca-kaca menatap Vera.
"Dulu Lea gak ngasih tau waktu Lea mau pindah ke Padang. Lea juga nggak ngasih nomer telepon. Lea memang sengaja" lanjut Lea serak.
Vera tidak tega melihat Lea terisak dengan air mata yang membasahi pipinya. Vera tidak pernah melihat Lea menangis. Baru kali ini Vera melihat rapuhnya Lea.
"Lea saat itu udah gak punya tujuan hidup lagi ma. Lea dijodohin sama eyang. Semuanya serba mendadak. Jadi, Lea gak punya pilihan lagi"
Lea mengelap pipinya dengan punggung tangannya.
"Lea pengen banget kabur ke rumah mama, tapi Lea nggak mau ganggu kebahagian mama yang lagi ngerayain ulang tahun bang Guna" jelas Lea.
"Lea sering ngerepotin mama" ucap Lea sedih.
Vera tersentuh mendengar cerita Lea. Hampir dua tahun tidak bertemu dengan Lea, Vera akhirnya mengetahui faktanya.
Menyedihkan.
Vera memeluk Lea erat. Tangis Lea pecah.
Mama yang Lea rindukan, kini dalam pelukan.
"Kamu gak pernah ngerepotin mama. Kamu yang selalu bisa buat hati mama membaik dengan hanya melihat tawa riang kamu" jelas Vera sambil mengelus punggung Lea.
"Mama, seneng banget. Ternyata kamu masih manggil mama kaya dulu" Vera tersenyum. Kemudian mengusap air mata Lea dengan ibu jarinya.
"Mana mungkin Lea ngelupain mama" kekeh Lea.
Lea tersenyum bahagia.
"Kalo bang Guna?" tanya Vera yang membuat Lea terkesiap.
Cinta pertamanya sejak SMA. Sampai saat ini. Sampai Lea menjanda. Cintanya kepada Bastian Wiguna tidak hilang. Walaupun Lea pernah hidup dengan lelaki asing yang terikat pernikahan.
"Bang Guna..." ucap Lea ragu.
Hanya menyebut namanya saja sudah membuat darahnya berdesir. Bayangan wajah jengkelnya ketika Lea mengerjainya terekam jelas diingatan Lea.
"Apa kabar Ma?" lanjut Lea sambil menggigit bibir bawahnya.
"Kurang dari seminggu bang Guna nikah Le" jawab Vera pelan.
Mulut Lea terbuka. Kemudian tertutup lagi. Hatinya berdenyut sakit. Kursi yang didudukinya tidak terasa nyaman lagi. Rasanya Lea ingin berteriak didalam air.
"Seneng deh dengernya" dusta Lea.
Lea berusaha bereaksi sebiasa mungkin.
"Akhirnya bisa nyampe pelaminan" lanjut Lea dengan pikiran menerawang.
Gak ada gue sih ya? Lea tertawa dalam hati.
Vera bisa menebak. Lea sedang mengingat kembali kejadian Guna dengan pacarnya yang putus gara-gara Lea yang mengaku-ngaku sebagai pacarnya Guna. Hubungan asmara Guna tidak pernah mulus. Lea sebagai tersangka utama pelakor kelas tungau.
"Jadi, mama kesini buat ngundang Lea?" tanya Lea mengalihkan pikirannya.
Vera menggeleng.
"Loh?" Lea mengernyitkan keningnya.
Vera tertunduk lesu.
"Mama kesini berharap kamu mengiyakan permintaan mama" ucap Vera pelan.
Lea semakin tidak mengerti.
"Mama mau ngajak aku buat ngancurin hubungan bang Guna ya?" tebak Lea bercanda.
"Mama gak suka ya, sama ceweknya bang Guna?" tebak Lea lagi.
"Bukan itu Lea" bantah Vera.
"Mama bukan gak suka, mama merasakan ketulusan cinta untuk Guna hanya dari kamu" jelas Vera pilu.
Vera yakin, Lea adalah wanita terbaik yang bisa menerima semua kekurangan Guna. Entahlah, Vera merasa tidak yakin dengan wanita lainnya. Vera hanya takut anak laki-lakinya terluka. Tidak semua wanita bisa menerima takdir yang Maha Kuasa.
"Dih, mama ngebucin" ledek Lea.
Tawa Lea kembali. Walaupun tidak selepas dulu.
"Menikahlah dengan bang Guna, Lea" kalimat perintah yang penuh pengharapan.
Lea terdiam sejenak mencerna ucapan Vera.
"Menikah?"
"Dengan..."
"Bang Guna?" tanya Lea terputus-putus.
Vera mengangguk lemah.
Lea menyandarkan punggungnya dikursi yang terbuat dari kayu. Impiannya sejak dulu. Menikahi Bastian Wiguna. Kekuatan cinta dan doa tidak sia-sia. Perjuangan pun ikut andil dan merupakan peran penting untuk mewujudkan cinta yang nyata.
"Bukannya bang Guna bentar lagi nikah?" tanya Lea meyakinkan.
Lea merasa tidak percaya dengan ucapan yang dilontarkan Vera. Lea memang terang-terangan menyukai Guna, Vera pun mengetahuinya. Namun, Vera meminta Lea untuk menikah dengan Guna, itu diluar dugaan Lea. Masalahnya, Vera juga tahu, kalau Guna sangat membenci Lea.
"Iya" jawab Vera singkat.
"Lalu?" tanya Lea disertai senggukan yanga tersisa.
"Guna mandul Le" tiga kata yang sangat pedih diucapkan Vera.
Bak tersambar petir disiang bolong. Lea bungkam. Mulutnya tidak bisa mengeluarkan reaksi histeris atau semacamnya. Pikiran Lea melayang membayangkan wajah Guna. Walaupun sering terlihat sinis jika berhadapan dengan Lea. Namun, Lea tidak akan pernah menertawakan apa yang menimpa Guna.
Sebaliknya, Lea ikut tersayat mendengar penyakit yang didengar Guna.
"Bang Guna tau?" tanya Lea akhirnya.
Vera menggeleng.
"Mama yang dateng duluan ke dokter untuk nanyain hasil test kesuburan pra nikah. Dan hasilnya..." Vera menggantungkan kalimatnya.
"Untuk Mona hasilnya subur, sehat. Tapi, Guna..." Vera tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.
"Yaudah, cukup ma" cegah Lea agar Vera tidak menuntaskan kalimatnya.
Bagaimanapun seorang mama pasti akan terpukul dengan kenyataan buruk yang menimpa anaknya. Vera tidak mengharapkan cucu. Vera hanya membayangkan kemungkinan buruk yang akan terjadi.
"Mama cuma takut nanti Mona tahu penyakit Guna. Terus Mona ninggalin Guna. Karena, lambat laun semuanya pasti terbongkar walaupun mama berusaha keras buat menutupinya" jelas Vera dengan suara parau.
Vera benar-benar memohon kepada Lea. Pilihan terakhir yang bisa Vera ambil. Semuanya demi Guna.
"Tidak hanya itu Le. Mama takut kalo Guna nanti mengetahui penyakitnya, kondisi kejiwaan Guna yang jadi taruhannya. Kamu tahu kan kalo dia sering marah-marah?"
Lea mengangguk. Guna emosional. Seringkali Guna memarahi oranglain hanya untuk kesalahan-kesalahan kecil. Bahkan, Guna sering marah pada dirinya sendiri jika perasaan bersalah mengungkungnya. Menyakiti dirinya adalah pereda rasa bersalahnya.
"Mama tidak punya harapan lagi selain kamu" ucap Vera lemah.
Lea mengusap punggung Vera untuk menguatkan.
"Lea ikut mama ke Jakarta"
Vera berbinar. Bahagia luar biasa.
"Serius Le?" tanya Vera meyakinkan.
Lea mengangguk.
"Berius-rius malah" kekeh Lea.
Lea menyanggupi permintaan mamanya bukan tanpa alasan. Semua demi cinta. Lea tidak akan rela jika Guna hidup menderita sendirian. Soal kebencian Guna pada Lea, Lea tidak peduli.
Bukankan banyak drama benci bisa menjadi cinta? Benci--benar-benar cinta.
Vera memeluk Lea erat.
"Makasih sayang. Mama gak tau harus balas budi kaya gimana ke kamu"
"Gak usah dipikirin ma, mama udah nganggep Lea keluarga aja itu udah mahal banget" jelas Lea.
"Huwwaaaa.. mammaa mammmaaa.."
Vera melepaskan pelukannya karena terkejut dengan tangisan keras khas balita.
"Iya, bebi Kay, mama disini" ucap Lea dengan suara keras.
Mata Vera membulat. Mulutnya setengah terbuka.
Lea pernah menikah?
"Siapa Le?"
"Anakku Ma"