Chereads / Supernatural (pancasona season 3) / Chapter 35 - 34. kalah jumlah

Chapter 35 - 34. kalah jumlah

Abimanyu diam. Menatap mata Elang nanar. "Bi? Ada apa?"

"Pak John, Paman ...."

"Iya, kenapa?"

"Pak John telah meninggal," kata Abimanyu getir. Elang yang tidak percaya lantas menerobos masuk ke dalam. Ia terkejut melihat tubuh John sudah ditutup selimut. Elang menyingkap selimut itu dan memastikan sendiri perkataan Abimanyu tadi. Tubuh Elang lemas. Dadanya sesak dan nyeri. Tak sangka pria tua kuat di depannya akan secepat ini pergi.

Namun saat Elang memeriksa leher John, ia melihat ada bekas aneh di sana. Ada sebuah titik berwarna merah yang menimbulkan ruam merah dan biru di sekitarnya. Ada guratan aneh yang membuat Elang curiga akan sesuatu.

"Brengsek!" Ia mengumpat dengan penuh amarah. Elang keluar kamar dan menyusul Abimanyu dan yang lain, mereka sudah berkumpul di ruang tengah.

Vin terlihat sangat terpukul. Tapi ia belum kuat untuk melihat ayah mertuanya sendiri. Lagipula Abimanyu memang melarang Vin ke atas. Karena sejak awal Abi merasa kematian John tidak wajar.

"Pak John dibunuh!" kata Elang setibanya di ruang tengah. Mereka yang mendengarnya terkejut.

"Kau yakin, Lang?"

"Iya. Tubuhnya biru. Dia terkena racun yang memecahkan seluruh pembuluh darahnya."

"Brengsek!" Vin kalap. Ia keluar rumah dan berteriak pada sekitarnya. Memaki dan menantang siapa saja musuh di luar, yang telah membunuh Ayah mertuanya. Adi dan Gio mencoba menarik Vin masuk ke dalam rumah. Karena hal ini sangat berbahaya.

"Akan kubunuh mereka semua! Mereka sudah membunuh istri, ayah dan ibu mertuaku! Bajingan!" maki Vin. Lian ikut keluar. Ia sudah siap dengan serangan. Di tangannya ia memegang busur dan anak panah milik John. Sebelum meninggal John memberikan dua benda ini pada Lian. Karena kemampuan memanah Lian yang mumpuni. Lian berusaha membantu menenangkan Vin. Hingga ia menangkap pergerakan suara aneh yang mendekat. Telinganya sungguh tajam. Di waktu yang tepat, Lian menarik pedang yang Adi bawa. Lalu melayangkan ke sampingnya.

"Wah."

"Gila."

Sebuah anak panah patah menjadi dua karena sabetan pedang Lian. Mereka berempat menatap anak panah itu, saling tatap. "Masuk!" jerit Lian.

Pintu ditutup. Korden dan semua jendela mereka buat untuk menutupi persembunyian mereka. Setidaknya ini langkah awal agar keberadaan mereka tidak dilihat dari luar. Lampu di matikan oleh Abimanyu. Bertepatan dengan itu, beberapa anak panah melesat menyerang rumah ini.

"Siapa mereka?" tanya Ellea panik.

"Yang jelas itu manusia!" sahut Elang.

Adi dan Gio mengintip dari balik jendela. "Bagaimana ini?" tanya Shanum yang memeluk tangan Ellea di sampingnya.

"Tunggu. Asal kita ada di dalam rumah ini, aman. Bi, bantu aku ke bawah." Vin berlari ke ruang bawah tanah. Abimanyu mengikutinya.

Vin menunjukan penemuan baru. Yang ia dapat dari ayah mertuanya. Beberapa panel yang sengaja dirancang untuk keselamatan rumah ini belum lama ini selesai John buat. Tragedi beberapa waktu lalu yang membuat nyawa Ellea dan Shanum dalam bahaya membuat John memutuskan membuat pertahanan di rumahnya sendiri.

"Bi, nyalakan generator nya," tunjuk Vin ke sebuah mesin di sudut ruangan. Lampu ruang bawah tanah menyala, dan otomatis menghidupkan barisan beberapa tombol di sisi lain ruangan.

Vin menekan beberapa tombol dan benar-benar bereaksi terhadap rumah ini. Jarak 2 meter dari rumah John, muncul kepingan besi dari dalam tanah. Seolah membuat benteng pertahanan agar serangan luar tidak bisa masuk ke dalam. Otomatis anak panah yang di lewatkan ke rumah ini akan terhalang oleh benteng besi itu.

"Ambil senjata masing-masing. Kita harus bersiap akan segala kemungkinan yang terjadi. Lian! Kau jaga di lantai dua bersama Gio. Jangan biarkan ada orang masuk ke rumah ini!" suruh Elang. Mereka bergerak. Berpencar untuk berjaga-jaga.

"Shanum. Kita juga harus membantu mereka. Ayo ikut aku!" ajak Ellea.

"Apa yang kita cari, Ell?" tanya Shanum mengikuti Ellea di dapur.

"Kita akan buat jebakan. Aku yakin mereka akan segera masuk ke dalam rumah ini, cepat atau lambat."

"Kalau begitu aku akan ke ruang bawah tanah. Sepertinya di sana banyak benda yang bisa dijadikan jebakan," ujar Shanum.

Di lantai dua ...

"Li, menurutmu mereka siapa?"

"Tentu saja manusia!"

"Maksudku, apakah mereka suruhan Kalla? Atau penyusup lain?"

Lian menoleh ke Gio yang ada di sampingnya. Mereka masih mengintai keadaan di luar dari atas. "Kau tau? Aku merasa ada pengkhianat di pulau ini."

"Apa maksudmu, Li?"

"Saat kita sampai di dermaga seberang, aku melihat gerak gerik mencurigakan dari beberapa orang di sana. Mereka menatap kita dengan aneh. Lalu mereka berbisik ke pemilik perahu yang kita naikin. Dan anehnya, mereka seperti membicarakan kita saat itu. Karena sejak naik perahu sampai kita tiba di pulau ini, aku merasa mereka mengintai kita. Bahkan beberapa kali aku melihat orang berlalu lalang di depan rumah. Itu adalah 4 orang yang sama."

"Benar, kah?"

"Iya. Aku yakin, Gi."

"Kalau untuk menghadapi Kallandra, kita tidak perlu cemas lagi karena ada Abimanyu. Tatonya sangat berguna. Tapi sebenarnya kita kalah jumlah. Jika sampai banyak orang memihak Kalla, mereka akan dengan mudah masuk ke pulau ini. Karena Kalla tidak akan bisa menginjakan kaki di pantai ini sekalipun."

"Itu berarti kita bisa membunuh mereka, bukan? Karena mereka manusia?"

"Kau benar, Li. Kita hanya perlu waspada."

Hening. Mereka melihat Ellea dan Shanum di bawah sedang memasang perangkap di bawah. Adi membantu memasang beberapa jebakan tikus yang memutari halaman rumah. Shanum memasang kawat berduri di semua halaman. Tak hanya sampai di situ, Ellea menambahkan paku paku yang ia sebar di sepanjang rumput.

Pintu di kunci dari dalam. Mereka lantas menuju lantai dua. Menyusul Gio dan Lian. Nampak dari tempat Lian dan Gio bersembunyi, beberapa orang bergerak. Mereka mendekat dengan membawa peralatan. Seperti tali. Rupanya mereka akan memanjat benteng itu.

Semua amunisi mereka persiapkan. Hanya peluru biasa dan beberapa pedang, sekaligus pisau lipat. Anak panah juga sudah cukup banyak di samping Lian. Adi, Gio, dan Elang juga memegang busur panah masing-masing. Jangan salah, mereka juga pemanah ulung. Walau tak mereka pungkiri kalau Lian jauh lebih hebat dibanding mereka.

Anak panah melesat. Mengenai satu persatu penyusup yang berhasil naik dan hampir masuk ke halaman rumah. Lian terus menembakan anak panah tepat ke bagian kepala. Tepat sasaran. Adi, Gio dan Elang beberapa kali melukai tangan, kaki bahkan dada. Tapi hal itu masih membuat mereka kuat berjalan. Namun saat Lian mengenai kepala, mereka langsung tewas.

Perlahan anak panah mulai habis. Sementara penyusup tak kunjung habis. Walau sudah banyak yang tewas tapi di belakang mereka masih saja banyak pengikut lainnya.

"Paman, kita benar-benar terkepung," kata Abimanyu. Semua saling pandangan. Nasib mereka ada di ujung tanduk. Mereka kalah jumlah.