Ren terbangun perlahan. Kehangatan samar terasa di dahinya, seolah ada sesuatu yang lembut menyentuhnya. Pandangannya kabur, tetapi ia bisa merasakan berat kepalanya bersandar pada sesuatu yang nyaman. Suara bisikan lembut terdengar di telinganya.
"Ren... Ren, bangun."
Itu suara Ralph. Pelan, penuh kelembutan.
Ren membuka matanya perlahan dan menemukan dirinya berbaring dengan kepala di pangkuan Ralph. Wajahnya tampak lelah, tetapi matanya penuh kekhawatiran. Ralph mengusap rambut Ren dengan pelan, seolah berusaha menenangkan sesuatu yang tak kasat mata.
"Kamu tidur terlalu lama. Aku hampir mengira kamu tidak akan bangun," bisik Ralph dengan senyum tipis, meskipun matanya masih menyiratkan kesedihan yang dalam.
Ren mencoba duduk, tetapi rasa nyeri di tubuhnya membuatnya meringis. Ralph membantunya dengan hati-hati, menopang punggungnya hingga ia bisa duduk bersandar pada dinding tenda.
"Jangan memaksakan diri." ucap Ralph.
"Aku tidak bisa terus seperti ini," desis Ren. Matanya memandang ke arah luar tenda, di mana asap tipis masih terlihat mengepul dari desa yang hancur.
Beberapa menit berlalu sebelum langkah-langkah ringan terdengar mendekati tenda. Tirai kain tersibak, memperlihatkan dua sosok: Louise dan Violet. Pakaian mereka berdebu, wajah mereka menunjukkan kelelahan yang sama seperti Ralph.
"Ren," suara Louise memecah keheningan. "Kau baik-baik saja?"
Ren mengangguk pelan. "Louise. Violet. Kalian terluka..." Nada suaranya lega, meski matanya penuh pertanyaan. "Roze?"
Violet menggeleng, meski keringat bercampur darah membasahi pelipisnya. "Tidak parah. Tapi Roze..."
Louise menggeleng pelan. "Dia masih di sana. Kita terpisah saat melarikan diri."
Ren meremas kain di tangannya, giginya mengatup erat. Wajahnya dipenuhi kemarahan yang tertahan. "Kenapa kalian meninggalkannya?!"
"Ren, dengar—"
"Tidak!" suara Ren meninggi, nyaris meledak. "Seharusnya dia bersama kalian! Seharusnya aku ada di sana untuk melindunginya!"
Louise menunduk, menahan diri. Violet yang biasanya pendiam hanya bisa memandang, tak tahu harus berkata apa.
"Ren," Ralph berbisik, "mereka sudah melakukan yang mereka bisa."
Ren menarik napas dalam-dalam, mencoba menekan amarah yang membara. Ia tahu Ralph benar, tetapi hatinya masih terasa berat. Louise menatapnya penuh penyesalan, sementara Violet tetap diam, menjaga jarak.
"Kita tidak bisa terus seperti ini," akhirnya Ren berucap dengan suara yang lebih tenang, tetapi tegas. "Aku akan membawa Roze kembali."
Louise mengangkat wajahnya. "Kami juga ingin menyelamatkannya, Ren. Tapi… mereka bukan pasukan biasa."
Ren menatap Louise, matanya menyipit. "Maksudmu?"
Louise melirik ke arah Violet, seolah meminta persetujuan. Setelah mendapat anggukan kecil, ia melanjutkan, "Mereka menggunakan senjata yang tidak kita kenal. Bukan hanya pedang atau tombak. Mereka menyebutnya Harta Mulia."
Ren menegakkan tubuhnya, mendengar istilah itu lagi. "Aku tahu sedikit tentang itu. Apa yang kalian lihat?"
Louise menghela napas panjang, seakan mencoba menghapus bayangan buruk di benaknya. "Saat kami melawan mereka, ada seseorang yang menggunakan sebuah tombak. Tapi itu bukan tombak biasa. Dengan satu ayunan, dia bisa menciptakan angin tajam yang cukup kuat untuk menyayat kami. Itu yang membuat kami terpaksa mundur."
"Tombak angin…" Ren bergumam, mencoba memahami kekuatan itu. "Berarti kita harus menemukan cara untuk mendekatinya tanpa terkena serangan jarak jauh."
"Itu tidak semudah yang kau kira," sela Violet. "Dia bergerak cepat, dan seolah bisa membaca langkah kita."
Ralph menyilangkan tangan di dada, memikirkan sesuatu. "Mungkin, jika kita bisa memancingnya keluar dari formasi utama mereka, kita punya kesempatan."
"Bagaimana caranya?" Louise bertanya skeptis. "Mereka tidak akan meninggalkan posisi begitu saja."
Ren mendengarkan, matanya menyipit saat sebuah rencana mulai terbentuk. "Aku akan menjadi umpan."
"Tidak!" Louise langsung menolak. "Itu terlalu berbahaya."
"Justru karena itu. Dia tidak akan mengabaikan tantangan langsung. Sementara aku mengalihkan perhatiannya, kalian bisa menyelinap masuk dan membawa Roze keluar."
Ralph mengangguk perlahan, meski wajahnya penuh kekhawatiran. "Kalau begitu, kita butuh koordinasi yang sempurna. Satu kesalahan saja, semuanya hancur."
Violet masih terlihat ragu. "Ren, jika kamu tertangkap—"
"Aku tidak akan tertangkap." Ren menatap mereka satu per satu, memastikan tidak ada keraguan dalam dirinya. "Tapi jika itu terjadi…" Ia berhenti sejenak, suaranya berubah dingin. "Siapa pun yang tertangkap harus bersumpah setia pada Caelfall. Tidak ada pengkhianatan. Tidak ada pembelotan."
Keheningan menguasai ruangan. Kata-kata Ren berat, tetapi mereka semua tahu itu adalah satu-satunya cara agar mereka bisa bertahan hidup jika semuanya gagal.
"Aku setuju," Louise akhirnya berkata, meski suaranya terdengar berat. Violet mengangguk perlahan, menyusul keputusan Louise.
"Ren," Ralph memperingatkan, "kamu baru saja—"
"Dan aku minta kamu agar tidak terlibat, bisa?" Ren memotongnya.
Ralph membalas tatapan itu dengan sorot mata keras. "Ini rencana kita, Ren. Kalau ada yang harus mengambil risiko, aku juga bagian dari itu."
"Tidak." Ren menentang keikutsertaannya Ralph, suaranya lebih rendah tapi tegas. "Jika sesuatu terjadi padaku, kamu yang harus memimpin mereka. Kamu tahu caranya."
"Ren, jangan bodoh. Kita semua tahu ini berbahaya, dan kamu tidak akan mampu menghadapi mereka sendiri."
Ren menghela napas panjang, menahan emosi yang hampir meledak lagi. "Aku tidak sendirian. Louise dan Violet akan berada di sana. Dan setelah kita menyelamatkan Roze, kita semua akan kembali bersama." Ia menatap Ralph dalam-dalam.
Keheningan mendadak menyergap mereka. Louise dan Violet saling bertukar pandang, tetapi memilih diam. Ralph mengepalkan tangan, menahan emosi yang nyaris meluap. Tapi pada akhirnya, ia mengangguk, meski matanya penuh kekecewaan.
"Baik," gumamnya pelan. "Tapi kalau kamu terluka parah, aku akan membawamu kembali dengan paksa."
Ren tersenyum tipis. "Kita lihat nanti."
Louise yang sejak tadi menunduk akhirnya angkat bicara. "Kalau rencana ini berhasil, kita harus bergerak cepat. Begitu Roze di tangan kita, tidak ada waktu untuk bertarung lebih lama."
Suasana sedikit mereda, hingga Violet yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara. "Ren." Semua mata beralih padanya. "Diriku bisa menggunakan sihir penyembuhan tingkat menengah. Kalau Roze terluka parah, diriku masih bisa menyelamatkannya."
Ren menatap Violet, untuk pertama kalinya sejak mereka masuk tenda. "Kamu yakin?"
Violet mengangguk tegas. "Selama dia masih bernapas, aku akan pastikan dia selamat."
Keyakinannya memberi sedikit kelegaan pada kelompok itu. Louise menatap ke arah luar, memastikan tidak ada yang mendengar percakapan mereka. "Kalau begitu, kita sepakat. Titik kumpul kita di bukit dengan pohon beringin tua itu."
Ren tersenyum samar, mengingat tempat itu. Pohon beringin yang berumur lebih dari seratus tahun, tempat mereka biasa bermain saat masih kecil. Kini, tempat itu akan menjadi saksi dari perjuangan mereka.
"Di bawah beringin," Ren mengulang. "Kita semua akan kembali ke sana. Bersama Roze."
Dengan rencana yang sudah disepakati, mereka mulai bersiap. Satu per satu meninggalkan tenda, menyisakan Ren sendirian. Ia menatap langit malam yang bertabur bintang, menggenggam erat kain di tangannya.
"Roze," gumamnya pelan. "Tunggu aku."