Para reporter yang sejak tadi menunggu adegan seru, terhenyak kaget, lalu buru-buru mengambil gambar kembali.
Semua ini sangat mengejutkan dan pasti akan membuat gempar semua orang!
Ruby menjerit histeris dan frustasi. Tidak terima dengan perselingkuhan suaminya.
Satu-satunya orang yang dipercayainya di dunia ini, ternyata juga mengkhianatinya!
Sialan! Berengsek!
Ruby pikir, tidak masalah Aidan Huo membencinya, atau keluarganya sendiri merendahkannya, dan orang-orang yang dikenalnya menjaga jarak setelah banyak hal yang menimpanya selama ini, setidaknya dia menemukan berlian di penghujung hari, tapi tidak menyangka yang ditemukannya adalah paku tajam yang menusuknya begitu perih.
Alaric menghentikan amukan Ruby dalam satu kali gerakan, mendesis dingin, "jangan permalukan dirimu lebih jauh lagi daripada ini, Ruby. Kamu membuatku semakin jijik dengan sikap tidak tahu malumu itu."
Tubuhnya sekali lagi dihempaskan ke tanah dengan bunyi 'bruk' keras, tapi dia dengan panik bangkit kembali, menarik punggung jas sang suami.
"Aku tidak akan membiarkanmu bersamanya! Jangan mimpi wanita itu merebutmu dariku!"
Alaric meliriknya tajam, membuat napas Ruby tertahan dingin.
"Apa hakmu berkata demikian? Jangan paksa aku berbuat lebih kejam kepadamu, Ruby. Jika tidak memikirkan hubungan kita selama beberapa bulan ini, aku tidak akan segan-segan membuatmu membusuk di penjara seumur hidup."
Alaric meraih dagunya, menjepitnya seolah akan menghancurkan rahangnya.
Ruby terisak pedih dengan tatapan kecewa. Rasa sakit seolah mengoyaknya dari dalam, susah payah berkata dengan bibir gemetar, "Alaric... kita berdua bahkan belum pernah tidur bersama sebagai suami istri dengan benar. Bagaimana kamu setega ini kepadaku?"
Rasa sakit menyebar kembali dengan cepat di dadanya, membuat Ruby kesulitan bernapas.
Suara wanita ini mengecil di ujung kalimat, tubuhnya gemetar menahan semua gelombang emosi yang menderanya.
Pria yang dicintainya dengan segenap jiwa dan raga, diam-diam setega itu mengkhianatinya.
Sungguh kejam! Sungguh kejam!
Alaric menatapnya dingin, tampak ingin meremukkannya hingga menghancurkan tulang-tulang sang istri, mendesis penuh hina sambil mendekat ke arahnya, dagu dicubit lebih kuat, "tidur denganmu? Heh! Aku tidak sudi menyentuh milikmu yang kotor itu."
Ruby bagaikan disambar petir mendengar perkataan itu, seketika tubuhnya berhenti gemetar.
Dia hanya bisa mematung dalam keterkejutan, mata rapuh dan tak berdayanya menatap kecewa kepada sang suami.
Dia bilang apa tadi?
Miliknya kotor?
Hanya karena dia sudah menikah 4 kali, bukan berarti dia sudah melakukannya dengan 4 pria.
Dia masih perawan! Dia masih tersegel utuh di bawah sana!
Ruby tidak pernah mengatakan hal ini, karena pria itu juga berkata tidak begitu tertarik dengan masa lalunya, dan menerima dirinya apa adanya. Selain itu, dia ingin memberikan kejutan kepada sang suami. Dengan naif berpikir bahwa pria itulah yang layak mendapatkan kemurniannya yang setengah mati dijaganya selama ini.
"Alaric!"
"Diam!" bentak sang suami, menggeram murka.
Ruby tertegun syok, isakannya terhenti.
"Paula lebih pantas bersamaku daripada wanita pembunuh dan gila harta sepertimu. Kita berdua sudah berakhir, Ruby. Jangan mimpi di siang bolong. Menjijikkan."
Dengan pelan dan anggun, usai mengatakan kalimat itu tanpa perasaaan, dia melepas cubitan di dagu Ruby, bersikap elegan kembali. Mengabaikan sang istri yang berdiri bodoh dalam lamunan putus asanya.
Sebenarnya, apa kesalahannya hidup di dunia ini?
Kenapa semua pria yang dicintainya memperlakukannya sangat tidak adil?
Kejadian hari ini membuat hati Ruby merasakan rasa sakit yang tidak pernah dirasakannya seumur hidup. Ini bahkan jauh lebih sakit daripada saat Aidan Huo menceraikannya dengan alasan yang sama—yaitu adanya wanita idaman lain.
"Jalan."
Ruby panik, menaikkan pandangannya melihat mobil itu sudah mau pergi.
"Alaric! Alaric! Aku tidak bersalah! Aku tidak bersalah!"
Ruby mengejar mobil itu sambil memukul-mukul kaca jendelanya, tertatih-tatih dengan wajah sangat kacau, tapi tetap saja dia kalah, dan malah kaca jendela yang dinaikkan oleh sang suami sempat menjepit jari-jarinya, membuatnya terseret sejenak sebelum akhirnya dilepaskan, jatuh terduduk menyedihkan di tanah.
Ruby menjerit kesal dan marah, meraung-raung putus asa menatap kepergian mobil hitam itu.
Di saat dirinya yang tidak bersalah dituduh dengan percobaan pembunuhan, suami tercintanya malah pergi ke pesta dengan selingkuhannya.
"Alaric Jiang! Aku sangat membencimu! AKU SANGAT MEMBENCIMU!" jerit Ruby frustasi, mencengkeram tanah dengan kedua tangannya yang berdenyut sakit.
Rubyza Andara akhirnya dibawa ke kantor polisi, sementara berita tentang dirinya sudah menyebar dengan cepat bagaikan api yang tak bisa dihentikan. Membuat berita nasional gempar dengan sangat dahsyat, mengalahkan semua berita yang sedang viral saat ini.
Bagaimana tidak?
Rubyza Andara, wanita yang pernah menikah 4 kali, dan dari keluarga terpandang, dan kini sedang menyandang status sebagai istri dari seorang pria kaya raya yang cukup berkuasa di luar negeri, kembali tersandung skandal. Parahnya, ini adalah kasus percobaan pembunuhan.
Semua masa lalunya yang dulu sudah ditutup rapat dengan kekuasaan keluarganya, kembali muncul ke permukaan.
Ruby menjadi bulan-bulanan dan makian para netizen, memarahinya sampai menyumpahinya mati.
Dalam semalam, sekali lagi nama Rubyza Andara merajai pencarian dan masuk 3 besar trending hari itu.
Ruby duduk di sebuah ruangan sunyi, sepertinya dia akan diinterogasi oleh seseorang.
Dia tidak bodoh. Meski tidak ada korban dalam kasus ini, tapi tuduhan percobaan pembunuhan adalah hal yang sama seriusnya. Dia bisa mendekam di penjara paling lama sekitar 15-20 tahun, atau kalau makin sial, bisa lebih lama dari itu.
Dalam hati, Ruby menghitung umurnya sekarang yang sebentar lagi masuk kepala tiga, kalau sudah keluar dari penjara, dia sudah umur berapa?
Kegelapan menjatuhi wajahnya, menatap borgol yang mengekang kebebasannya.
Dia harus keluar dari tempat ini dan meminta bantuan!
Aidan!
Aidan Huo pasti bisa menolongnya!
Ruby lalu memutar otak sejenak, dia pun mengatur pernapasannya, memejamkan mata kuat-kuat.
Menit berikutnya, karena masih juga belum ada orang yang masuk untuk berbicara dengannya, dia pun berdiri dan berteriak kencang sambil memukul-mukul pintu.
Seorang polisi pria membuka pintu, tampangnya sangat galak dan kejam. Tubuh ringkih dan lelah Rubyza Andara gemetar hebat.
"Sa-saya mau ke toilet. Boleh, kan? Sudah tidak tahan...." ucapnya dengan nada sangat kasihan, kedua pahanya dirapatkan, dan untungnya tubuhnya yang gemetar karena kelelahan membuat semuanya tampak jadi nyata.
Polisi pria itu menatapnya sejenak, sedikit ragu, tapi entah kenapa bagaikan tiket emas, dia pun mengedikkan kepala sambil menarik kasar lengan sang wanita.
Ruby ditarik menuju sebuah toilet kecil, dan segera menyuruhnya masuk.
Wanita ini mengamati keadaan sekitar, tampaknya agak sulit untuk kabur.
Dia pun kembali memutar otak.
"Kenapa berdiri saja? Cepat masuk!" bentak sang polisi tidak sabaran.
"Ba-baik."
Dia pun masuk ke toilet, tapi hanya berdiri di balik pintu, mendekatkan pendengarannya di sana.
Wajah Ruby keringat gelisah, bagaimana dia bisa kabur dari sini?
"Sudah, belum?" tanya sang polisi, memukul pintu toilet.
Ruby menggigit bibir, berteriak malu-malu, "se-sedikit lagi, saya minum banyak air hari ini!"
Dia hanya asal bicara, membuat polisi di depan pintu entah kenapa memerah sendiri mendengarnya, tertawa kecil.
Ruby mendegarkan dengan saksama kembali.
Dia harus berhasil! Pokoknya bagaimana pun caranya!
Di dalam toilet, sama sekali tidak ada celah yang bisa untuk dilaluinya.
Itu artinya, hanya bisa beraksi di luar.
Sorot mata tegang menghiasi wajahnya, masih menunggu sebuah keajaiban.
Entah hari ini super sial atau super beruntung, tiba-tiba di luar terdengar suara-suara ribut sesaat, dan ketika itu Ruby segera memahami kalau sang polisi juga masuk ke toilet satunya.
Pintu dibuka perlahan.
Semuanya tampak sibuk, dan kebetulan juga ini adalah lorong yang cukup sepi.
Tidak jauh dari sana, kebetulan lagi ada sebuah jendela.
Dia pun mencoba peruntungannya, tapi sialnya macet!
Ruby mulai gemetar, dan segera mencari-cari benda yang bisa digunakannya.
Dalam sekilas pandangan, di sana ada sebuah pot dan juga sebuah kain pel.
Otaknya dengan cepat bekerja!
Taruhan ini sangat besar!
Kaca pintu dipecahkan menggunakan pot hingga bunyi 'prang' terdengar keras, lalu kain pel tadi digunakan untuk membersihkan seadanya sisa-sisa kaca yang menempel di rangka jendela, segera melapisi rangka di bawahnya agar bisa dilaluinya dengan aman.
Ruby tercekat melihat ke bawah. Suara-suara kaki dan suara orang-orang mulai mendekat.
Mata dipejamkan, saliva ditelan kuat-kuat.
Ini adalah lantai dua, lompat ke bawah belum tentu akan mati! Paling-paling, kalau sedang sial, dia hanya akan cacat!
Cacat atau dipenjara?
Pilihan Ruby sudah sangat jelas!
Dengan suara 'bruk', tubuh wanita itu menghantam tanah dengan keras. Beruntung di dekat bangunan itu terdapat pepohonan dan rerimbunan yang bisa menahan sedikit laju jatuhnya.
Entah kenapa, malam ini Ruby seperti sedang main film action saja.
Akhirnya, dengan sedikit kesabaran dan kehati-hatian, secara ajaib berhasil kabur dari kantor polisi.
***
Berita kaburnya Ruby, seketika juga ikut menyebar di internet.
Ini membuat banyak orang semakin marah dan memakinya habis-habisan.
Ruby yang bersembunyi di jalanan selama seharian penuh sejak lompat dari lantai 2, hanya bisa berdiam diri di sebuah gang kumuh. Perutnya lapar dan tenggorokannya kering. Semakin dia menelan saliva, semakin kering dan haus dirasakannya.
Mengenyampingkan rasa lapar dan hausnya, Ruby hanya bisa duduk termenung bagaikan boneka rusak di tempat terpencil ini. Bisa dibilang, daerah ini adalah daerah kumuh. Tempat para orang-orang yang digusur atau orang dari desa yang nekat ke kota, lalu mendirikan perumahan liar dalam kelompok besar.
"Alaric... Aidan...."
Dua nama pria itu silih berganti keluar dari bibirnya yang pucat dan kering. Masih bersandar pada sebuah bangunan tua, tatapan hampanya menatap tumpukan rongsokan barang-barang elektronik dan ban rusak tak jauh di depannya.
Ruby merasa, 2 pria itu seperti orang yang tengah bermain bola ping pong, dan dirinya adalah bola ping pong mereka.
Dua pria yang dicintainya dengan sungguh-sungguh, ternyata sama kejam dan tidak berperasaan kepadanya.
Dalam keadaan termenung bagaikan boneka rusak, kilauan muncul di pelupuk matanya, dan perlahan bulir-bulir air matanya meluncur turun menghiasi pipinya yang memerah dan kotor.
Ruby cukup lama duduk menyendiri di tempat ini, merenungi nasibnya.
Tidak ada uang.
Tidak ada identitas.
Keluarga pun sudah lama tidak mau melihatnya, apalagi setelah kasus percobaan pembunuhan itu meledak di internet, mereka pasti jelas-jelas tidak akan mau mengakuinya.
Ruby bagaikan raga tanpa jiwa, berharap semua ini hanyalah mimpi.
Dia pun tiba-tiba tertawa sinting yang mengejutkan hewan-hewan kecil yang sedang berkeliaran di sekitarnya.
Kepala ditengadahkan ke langit malam.
Langit dan malam yang sama persis ketika dia telah ditalak oleh suaminya, Alaric Jiang, dan pria itu tanpa rasa bersalah malah memilih wanita lain.
Sama sekali tidak mempercayainya.
Aneh.
Kenapa dia tidak terbiasa dengan hal menyakitkan ini?
Bukankah Aidan Huo juga pernah bersikap seperti ini kepadanya?
Pria itu memang tidak pernah percaya kepada Ruby. Yang ada, dia malah selalu saja percaya kepada ucapan fitnah wanita ular di sisinya kalau dirinya suka membullynya di masa lalu, akhirnya sukses membuat Aidan menilai Ruby sebagai wanita super jahat tak punya hati.
Kala itu, Ruby juga sempat mendapat tuduhan percobaan pembunuhan terhadap Belinda Saputra, tapi untungnya Aidan Huo bertindak cepat, dan menutupi masalah itu yang berujung dengan perceraian mereka.
Ini semua seperti de javu.
***
.....
Written by NatsuHika
Face..book: Natsumi Hikaru (gambar kue ikan)
.....
Karena takut akan dikenali dan ditangkap oleh polisi, Ruby yang susah payah berhasil memutus rantai borgolnya, dan sudah memakai sebuah jaket usang bau yang ditemukannya di sekitar tempat kumuh, dia pun mendatangi mansion Aidan Huo sebelum matahari terbit.
Ruby pikir, ini adalah waktu yang paling tepat untuk bergerak.
Kedua borgol yang masih melekat di pergelangan tangannya, sudah seperti mirip gelang murahan. Penampilannya dengan jaket usang itu, menyulapnya dari angsa cantik menjadi itik buruk rupa. Dia seperti preman jalanan. Gaun merah mudanya sudah kotor di mana-mana, dan kini berbau aneh. Tambah aneh dengan jaket yang dikenakannya.
Wanita ini bersembunyi di semak-semak.
Masuk ke daerah perumahan elit memang terbilang tidak mudah. Tapi, dia yang dulu selalu datang ke mansion Aidan untuk melihat dan menyapanya, tahu beberapa jalan rahasia.
Kurang dari 2 jam lagi, matahari akan muncul, dia tidak boleh sampai terekspos!
Dengan tubuh gemetar dan kelaparan, mata sedikit berkunang-kunang, dia segera memencet bel interkom di depan gerbang.
"Siapa?"
"Ma-maaf, apa Aidan ada di dalam?"
Hening sesaat.
Ruby memeluk dirinya kuat-kuat, berdoa agar pria itu mau menolongnya kali ini saja. Kali ini saja, dan dia akan segera pergi menghilang dari hidupnya selamanya!
"Maaf, Anda ini siapa, ya?"
Wanita pelayan itu bertanya dengan sedikit curiga.
Dengan bibir gemetar dan keringat dingin, Ruby ragu-ragu mengatakannya, sedikit lebih sopan, "to-tolong katakan pada Tuan Aidan, kalau Rubyza Andara mencarinya."