Melody mengakhiri pekerjaannya, ia segera menutup laptop dan membereskan mejanya tepat pukul empat sore. Bertepatan dengan ponselnya yang berbunyi, ia hendak keluar dari ruangannya.
"Iya, sudah keluar dari ruangan. Oh dengan Pak Joni, oke. Terima kasih." Melody menjawab sambungan telepon dari Panji yang mengatakan Joni akan mengantarkannya pulang ke apartemen sebelum ia menjemputnya nanti. Melody bergegas menuju lobby perusahaan karena Joni sudah menunggunya. Ia menyapa asisten pribadi Panji sebelum mereka masuk ke dalam mobil.
"Maaf menunggu ya Pak Joni," kata Melody memecah keheningan.
"Tidak masalah, mau mampir ke toko kue dulu ya?" tanya Joni memastikan.
"Iya, toko kue sebelum perempatan," jawab Melody. Ia sengaja membelikan kue untuk calon ibu mertuanya atas saran sang ibu. Walaupun awalnya sempat menolak, namun penjelasan Melody membuatnya luluh.
Melody bergegas kembali ke mobil setelah mengambil kue pesanannya khusus untuk Mama Devina. Ia berharap Devina menyambut baik kedatangannya ke dalam keluarga besar Kayana.
"Saya langsung balik, nanti Mbak Melody dijemput langsung oleh Pak Panji." Joni berpamitan.
"Baiklah, terima kasih Pak Joni." Melody menutup pintu mobil dan masuk ke dalam lobby apartemennya.
Melody merogoh kunci apartemennya di dalam tas, menyalakan AC dan meletakkan paper bag kuenya di meja. Ia mengeluarkan dress yang dipilihkan Panji untuknya, ia tak percaya bisa memakai baju dengan merk mahal.
"Apa semudah itu orang kaya mengeluarkan uang hanya untuk sebuah dress, mending beli tanah," gumam Melody. Ia membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum mengenakan dress tersebut. Sekian waktu di dalam kamar mandi, ia keluar dengan kondisi yang lebih segar. Mengenakan dress tersebut hati-hati, Melody tak percaya dengan pantulan tubuhnya di cermin.
"Perfect!" Melody berdecak kagum dengan apa yang ia kenakan. Berkelas dan mahal tentu saja. Memoleskan riasan sederhana namun terlihat manis, ia bersiap menunggu dijemput oleh Panji. Tak lama kemudian, Panji yang sudah datang menekan bel apartemennya, Melody bergegas membukakan pintu untuknya.
"Wooww, cantik!" seru Panji terkagum dengan kecantikan wanita di depannya.
"Apaan sih, Pak. Ayo masuk dulu," ucap Melody yang memang sudah rapi dan wangi.
"Serius, aku bakal beliin dress yang lain. Model seperti itu cocok buat kamu," puji Panji kepadanya.
"Mahal dressnya, walaupun memang bagus sih." Melody masih saja memprotes harga dress yang ia kenakan.
"Masih saja dibahas," sahut Panji terbahak.
"Sudah, Pak. Jangan tertawa terus, tidak baik membuat orang tua menunggu terlalu lama." Melody meraih tasnya dan tak lupa buah tangannya untuk Devina.
"Kamu beliin Mama kue?" tanya Panji ketika melihat Melody membawa paper bag toko kue.
"Iya, kalau orang jawa ada tradisi begini, Pak," jawab Melody.
"Duh, masih Pak lagi. Udah lupa lagi," protes Panji kepadanya. Melody berpikir sejenak, ada yang salah dengan cara berbicaranya.
"Hmmm, maaf Mas." Melody tersipu malu karena salah memakai nama panggilan untuk Panji.
"Biasakan mulai sekarang, biar lebih luwes. Kamu tahu banget yah, itu kue kesukaan Mama." Panji menggandengnya menuju lift setelah membantunya mengunci unitnya.
"Kebetulan kalau begitu, kata orang tua jaman dulu untuk menyenangkan hati orang tua tidak perlu barang mahal. Perhatian kecil namun tulus bisa menggugah hatinya," ucap Melody mengingat ucapan Nenek dan Ibunya.
"Kamu unik, jarang anak jaman sekarang masih mendengarkan orang tuanya." Panji terlihat bangga dengan ucapan Melody.
Mobil Rolls Royce yang dipakai Panji menjemputnya membelah jalanan ibukota, mereka sampai di kediaman Panji langsung disambut oleh Devina yang sudah menunggu di teras rumah besar tersebut.
"Astaga, cantik banget!" Devina tidak dapat menyembunyikan kekagumannya terhadap pesona seorang Melody. Wanita sederhana dengan kesederhanaannya berhasil merebut hati seorang Panji dan Devina.
"Ma, gak diajak masuk ini?" Panji menyadarkan Devina yang langsung mengakrabkan diri dengan Melody.
"Ah iya, Aduh maafin Mama. Makan aja langsung yuk, itu yang disebelah kamu pasti sudah lapar," kata Devina kepada Melody.
"Boleh, Ma." Melody sedikit canggung, namun Devjn membuatnya nyaman.
"Ini makasih lho, kebetulan kue kesukaan Mama." Devina berbinar ketika menerima paper bag berisikan kue favoritnya.
"Syukurlah, Mama suka." Melody duduk di antara Devina dan Panji. Mereka menikmati hidangan makan malam yang khusus disiapkan Devina untuk menyambut kedatangannya.
Devina dan Panji mengajak Melody menuju ruang keluarga, mereka mengajaknya berbincang santai untuk saling mendekatkan diri.
"Jadi, Melody anak tunggal?" tanya Devina yang memang tidak mengetahui keadaan keluarganya.
"Tidak, Ma. Mel punya saudara laki-laki tapi sudah meninggal dunia," jawab Melody sopan.
"Sorry sayang. Oiya, bukankah lebih baik ajak ibumu tinggal disini?" Devina memberi saran kepada Melody.
"Nanti dipertimbangkan, Ma. Ibu agak sulit kalau diajak kesini, rumah di Malang gak ada yang urus juga." Melody memang sudah beberapa kali mengajak ibunya tinggal bersama di Jakarta dan berakhir pada penolakan.
"Ya udah, Mama harap kamu sabar. Walaupun kamu tidak dipublikasikan ke media namun kedudukan kamu sah di mata hukum dan agama kita. Hal ini harus dilakukan untuk menghormati istri pertama Panji dan keluarganya. Kamu tidak keberatan bukan?" Devina mengelus punggung tangan Melody meminta pengertian.
"Mel ngerti kok, Ma. Gak masalah asal istri Mas Panji menerima Mel." Ia menyunggingkan senyum tulusnya. Melody tahu, tidak mudah menjadi istri kedua, walaupun pernikahannya sah secara hukum dan agama, ia tidak bisa mengekspos kegiatannya dan Panji di sosial media.
"Ya udah, jalin komunikasi yang baik dengan Felishia, kalian berdua sama-sama menantu Mama, jadi tolong ciptakan suasana yang nyaman." Melody menerima petuah lagi dari Devina. Sedangkan Panji, ia hanya menjadi pendengar yang baik untuk obrolan khusus wanita kali ini.
"Baik, Ma. Terima kasih sudah menerima Melody disini. Ijin minta antar Mas Panji ke Malang untuk bertemu dengan Ibu." Sebelum berpamitan pulang, Melody menyampaikan rencananya dengan Panji yang akan mengunjungi ibunya.
"Iya, Mama sudah tahu, nanti Mama akan telepon ibu kamu setelah kamu disana dengan Panji," ucap Devina kepada Melody. Ia mengantarkan Melody dan Panji sampai di teras rumah. Ia mencium punggung tangan Devina berpamitan kembali ke apartemennya.
Di dalam perjalanan, wajah Melody sudah lebih kalem, ketegangan yang tercipta karena akan bertemu dengan calon ibu mertuanya sirna sudah. Bayangan mertua yang galak dan cerewet hilang begitu saja ketika melihat wajah teduh Devina.
"kamu kenapa? Sudah lega sekarang?" Panji meledeknya. Pasalnya ia sudah mengeluhkan segala macam kepada Panji sebelum bertemu dengan Devina.
"Iya, makasih Mas. Mama baik banget, Mbak Feli beruntung punya ibu mertua sebaik beliau.
"Sebentar lagi jadi mertua kamu juga, sabar yah. Aku dan Mama akan urus semuanya biar matang," kata Panji.
:"Terima kasih," jawab Melody.
Bukan tanpa sebab dan melalui proses berpikir yang matang, Melody menerima ajakan Panji menikah. Ia bahkan sempat berkonsultasi dengan beberapa temannya, mereka pun menyetujui jika Melody menerima ajakan Panji. Apalagi jika dibandingkan dengan Dicky, Panji merupakan pria idaman banyak wanita.