Setelah berpamitan, Martin dan Ellena tampak keluar dari kamar ibunya. Ellena berniat untuk mengantar Martin sampai depan rumah. Meskipun sedikit berat melepas sang adik pulang sendirian ke desa, tetap saja dia tidak bisa berbuat banyak selain memberi izin.
"Apa kau sungguh berani pulang sendiri ke desa?" tanya Ellena seraya menoleh ke arah Martin yang sedang berjalan di sampingnya.
"Aku anak laki-laki, Kak. Kakak saja berani pulang dari kota ke desa, mana mungkin aku tidak bisa." Martin menanggapi kekhawatiran Ellena dengan begitu santai. "Lagi pula, Jakarta-Bandung itu dekat sekali, Kak," imbuhnya kemudian.
"Iya, tetapi tetap saja aku khawatir denganmu," balas Ellena seraya memfokuskan kembali pandangan ke depan tanpa menghentikan setiap langkah kaki yang terus menyeretnya hingga ruang tengah.