Chereads / Wedding Agreement With CEO (Indonesia) / Chapter 25 - Aku Bukan Pengecut

Chapter 25 - Aku Bukan Pengecut

Ellena langsung bergegas ke toilet yang terletak di dalam kamar. Dia berniat untuk segera membersihkan badan, setelah beberapa jam berkutat dengan pekerjaan rumah.

Malam ini, Ellena merasa sangat lelah karena baru saja selesai membersihkan kamar tidur dan beberapa ruangan lainnya. Meskipun hanya menyapu dan mengepel, tetap saja membuat keringatnya terkuras karena pekerjaan itu.

Dia tidak menyangka, jika akan merasa sangat kelelahan di hari pertamanya menempati rumah mewah nan megah itu. Dia pikir, Lucas sudah berinisiatif untuk menyewa orang yang siap membersihkan rumah yang akan mereka tempati. Namun, ternyata di luar dugaannya. Lucas justru melimpahkan semua pekerjaan kepadanya seorang diri, tanpa dibantu oleh siapa pun.

Ellena duduk di depan meja rias, mengamati pantulan wajahnya pada cermin. Sembari menyisir rambut yang panjang dan sedikit basah, dia tidak berhenti menggerutu, merutuki nasibnya. Mungkinkah tinggal di rumah baru itu akan menjadi awal penderitaannya?

"Apa dia sengaja menikahiku hanya ingin menjadikanku sebagai babu?" gerutu Ellena kesal sambil mengikat rambutnya, seperti kuncir kuda.

Suara geraman seperti bunyi 'krucuk-krucuk' di dalam perut tampak mengalihkan perhatian Ellena dan menghentikan kegiatannya. Dia menundukkan kepala, kemudian mengelus perutnya. Suara cacing yang sedang berdemo di dalam sana, membuat Ellena baru tersadar bahwa sudah waktunya dia untuk makan malam.

"Ah, sudah jam berapa ini? Kenapa aku sangat lapar sekali?" Ellena membalikkan badan, tanpa beranjak dari tempat duduknya. Arah jarum jam dinding yang menunjukkan ke angka 9, membuatnya membulatkan mata karena terkejut.

"Arrgh, pantas saja aku sudah sangat lapar, berapa jam waktu yang kulewatkan untuk makan malam?" Ellena bangkit dari tempat duduk, lalu keluar dari kamar itu.

Ellena menuruni anak tangga satu-persatu dengan sangat perlahan. Baru sebagian anak tangga yang dilalui, dia mendapati Lucas tengah duduk santai di atas sofa sambil menonton siaran berita di televisi. Dia berhenti sejenak, lalu menatap Lucas dari atas sana.

Lucas yang sebelumnya menyadari suara langkah kaki seseorang, segera menoleh ke belakang. Dia kemudian mendongak, menatap Ellena yang tengah berdiri menatapnya. Namun, itu tidak berlangsung lama. Dia memfokuskan kembali pandangannya ke depan, melanjutkan kegiatan menonton siaran televisi.

Menyadari Lucas yang tidak terlalu peduli akan kehadirannya, Ellena segera menghampiri pria itu. Dia berdiri di samping sofa sambil menatap Lucas dengan tatapan tidak suka. Hal itu tentu saja membuat Lucas yang tengah fokus ke layar televisi pun, tiba-tiba menoleh ke arahnya.

"Apa yang kau lihat? Kenapa kau melihatku seperti itu, hah?" Lucas mencebikkan bibirnya sambil menatap Ellena dengan sinis.

Ellena menghela napas pendek. Seketika tatapannya berubah menjadi sedikit memelas. Bukan merasa kasihan terhadap Lucas, melainkan kasihan karena perutnya yang sudah kelaparan.

"Aku lapar, apa tidak ada sesuatu yang bisa kumakan di rumah ini?" Ellena mendaratkan tubuhnya di sofa tunggal yang berada di samping sofa tempat duduk Lucas.

Lucas terdiam sejenak, lalu sedikit membungkukkan punggunya seraya meraih ponsel yang terletak di atas meja yang berada di depan.

"Kau mau makan apa?" Lucas menatap layar ponsel itu, tanpa ingin berpaling ke arah Ellena. Bahkan dia sudah melupakan nasib perutnya dan juga perut Ellena.

'Kasihan sekali dia, pasti sudah sangat kelaparan,' gumam Lucas dalam hati.

"Apa saja, yang penting bisa membuat perutku kenyang." Ellena sedikit memiringkan posisi duduknya menghadap ke depan, memandang layar televisi yang masih menyiarkan berita yang sama seperti sebelumnya.

Sementara itu, Lucas tampak mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Barang kali dia sedang melakukan pemesanan makanan secara online. Setelah itu, dia meletakkan kembali ponsel itu di atas meja.

Kali ini mereka melakukan hal yang sama. Menonton televisi bersama. Tidak ada perbincangan di antara mereka. Hanya suara penyiar berita di televisi yang mengisi keheningan ruangan itu. Sepertinya tidak ada hal penting yang harus mereka bahas.

Selang beberapa menit, bunyi bel membuat mereka tertegun sejenak. Dengan sigap, Ellena berdiri, lalu menghampiri pintu itu. Meskipun Lucas tidak menyuruhnya, tetapi dia rasa pria itu tidak akan bersedia membukakan pintu untuk seseorang di luar sana.

"Nyonya, ini ada kiriman untuk Tuan Lucas," ucap Arley yang tampak berdiri di depan pintu sambil menyodorkan sebuah box pizza berwarna merah.

"Baik, terima kasih." Ellena segera meraih box itu sambil tersenyum semringah. Rasanya dia sudah tidak sabar ingin segera melahap makanan yang ada di dalam box itu.

Ellena meletakkan box pizza itu di atas meja depan televisi. Tanpa menunggu perintah, dia langsung membuka box itu dan melahap sepotong pizza yang dia ambil.

Sementara itu, Lucas hanya memperhatikannya dengan serius. Bahkan, dia tidak percaya melihat Ellena yang makan dengan begitu lahap. Sepertinya, wanita itu memang sangat kelaparan.

"Apa kau sungguh lapar?" Lucas menatap Ellena penasaran sambil meraih sepotong pizza.

"Kau pikir aku bercanda?" Ellena mendelik, tanpa menghentikan kegiatan mengunyah makanan yang sudah beralih ke mulutnya. "Memangnya aku tidak lelah membersihkan rumah sebesar ini seorang diri?" Ellena menghentikan kegiatannya sejenak. Tampak potongan pizza yang sudah berada di depan mulutnya dan siap disantap.

Lucas hanya menggelengkan kepala pelan, sebagai tanggapan. Dia kemudian memasukkan potongan pizza itu ke dalam mulutnya, dengan tatapan yang kembali fokus ke depan. Berbeda dengan Ellena yang terlihat sangat terburu-buru, justru Lucas makan dengan begitu santai. Bahkan dia tidak sadar seberapa banyak potongan pizaa yang telah Ellena habiskan dalam waktu sesingkat itu.

Karena Lucas merasa pizza itu sangat lezat, dia pun memutuskan untuk mengambil lagi satu potongan pizza lainnya. Namun, seketika dia terbelelak saat box pizza itu ternyata sudah kosong, tanpa tersisa sedikit pun.

"Kau menghabiskan semua makanan ini?" Lucas mendongak, menatap Ellena tidak percaya. Bagaimana mungkin wanita itu memakan pizaa sebanyak itu dengan begitu cepat, pikirnya.

"Memangnya kenapa?" Ellena memasang ekspresi tanpa dosa. "Bukankah pizza itu sengaja kau beli untukku? Lantas, kenapa aku tidak boleh memakannya?" tanyanya polos.

Lucas membuang muka, merasa kesal dengan Ellena. Padahal, dia juga masih lapar dan ingin makan lagi pizza itu.

"Bahkan, kau tidak peduli dengan perutku," sindir Lucas dengan nada datar.

"Memangnya kau peduli denganku yang kelelahan karena membersihkan rumhamu ini?" Ellena tidak ingin kalah, sontak membuat Lucas sedikit terbelalak.

"Berani sekali kau!" ketus Lucas. Namun, Ellena tak peduli dan segera beranjak dari tempat itu. "Argh, sial!" umpatnya kemudian.

Lucas juga beranjak dan mengikuti langkah Ellena. "Elle, tunggu!" Ellena terhenti, lalu membalikkan badannya.

"Kenapa?" tanya Ellena.

"Mulai besok, akan ada pelayan yang bekerja di rumah ini. Jadi, kau tidak perlu sibuk melakukan pekerjaan rumah sendiri," ujar Lucas memberi tahu.

"Tidak perlu! Aku bisa melakukannya sendiri!" Ellena menolak dengan tegas.

"Aku bukan pengecut yang hanya bisa menindas wanita lemah sepertimu!" Lucas berjalan melalui Ellena dengan begitu angkuhnya.

Ellena terperangah beberapa saat. Bagaimana mungkin, Lucas bisa berkata seperti itu, sedangkan apa yang selama ini sudah dilakukan pria itu terhadapnya. Dia rasa itu juga cukup menindasnya.

"Dengan kau membuatku terjebak dalam pernikahan ini, apa itu bukan sebuah penindasan juga?" geram Ellena. Namun, tampaknya Lucas tidak peduli. Hal itu terbukti dengan Lucas yang langsung masuk ke dalam kamar, tanpa menanggapi perkataan Ellena.