"Elle, kenapa kau baru mengaktifkan nomor ponselmu?" Filia memprotes saat dia baru bisa menghubungi nomor ponsel Ellena.
Semenjak perbincangan terakhirnnya dengan Keenan, Ellena memang sengaja mematikan ponsel. Namun, satu menit yang lalu, dia sengaja mengaktifkan kembali ponsel itu. Begitu banyak pesan whatsapp yang dikirim oleh Keenan dan Filia. Baru saja dia membuka pesan dari Filia, tiba-tiba Filia langsung meneleponnya.
"Maaf, Filia. Ada apa?" tanya Ellena.
"Kau tahu? Kemarin Keenan datang ke kantor."
Ellena terlonjak saat mendengar kabar dari Filia tentang Keenan. 'Apa itu artinya Keenan sudah mengetahui kabar tentang pernikahanku dengan Lucas?' pikirnya.
Untuk memastikan rasa penasaran itu, dengan antusias Ellena menanyakan hal tersebut kepada Filia.
"Kau bertemu dengan Keenan, Filia?"
"Ya, Elle, kebetulan sekali aku yang menemuinya," jawab Filia.
"Apa yang dia katakan?" Ellena mendaratkan tubuhnya di tepi tempat tidur. Tatapannya serius dan penuh rasa penasaran. Bahkan dia sudah memasang baik-baik telinganya untuk mendengarkan Filia bercerita.
"Tentu saja dia ingin bertemu denganmu," jawab Filia.
"Lantas, kau menjawab apa?" Ellena makin antusias.
"Aku hanya memberi tahu dia bahwa kau sudah berhenti bekerja di kantor itu."
Ellena menghela napas lega. Beruntung sekali Filia memberikan jawaban yang tepat.
"Dia juga bertanya tentang keberadaanmu sekarang." Filia memberi tahu Ellena lebih lanjut.
"Tapi aku bilang tidak tahu," tambahnya sebelum Ellena menanggapi.
Lagi-lagi Ellena menghela napas lega.
Andai saja Keenan tahu bahwa orang yang dia temui adalah Filia, sahabat kekasihnya, mungkin dia akan bertanya lebih banyak hal mengenai Ellena.
Keenan memang baru pertama kali datang ke kota untuk menemui Ellena. Jadi, dia belum mengetahui alamat kost, juga mengenai Filia. Ellena memang sempat menceritakan tentang sahabatnya itu, tetapi Keenan belum mengetahui wajah Filia seperti apa.
"Elle, dia juga menanyakan aku." Belum sempat Ellena mengakhiri lamunan, tiba-tiba ucapan Filia membuat jantungnya berdenyut, merasa kaget.
"Kau serius, Filia?" Ellena sedikit terperangah.
"Mana mungkin aku bercanda. Aku terpaksa berbohong dan mengatakan bahwa Filia juga sudah berhenti bekerja. Kurasa dia belum mengenal wajahku," jelas Filia.
"Terima kasih, Filia, jawabanmu tepat sekali." Ellena tertunduk lesu. Rasanya kabar dari Filia kali ini membuatnya terpaksa harus olahraga jantung.
Belum selesai mereka mengobrol, suara bunyi dan getar ponsel mengalihkan perhatian Ellena. Ditatapnya layar ponsel itu. Ellena terbelalak saat melihat sebuah panggilan masuk dari Keenan.
"Filia, Keenan meneleponku," lirih Ellena memberi tahu Filia. "Kurasa kita harus segera mengakhiri obrolan, aku akan mematikan ponselku kembali."
"Baiklah, Ellena. Jaga dirimu baik-baik."
Mereka segera mengakhiri obrolan.
Tanpa ingin menerima panggilan telepon dari Keenan, Ellena langsung mematikan ponsel itu. Dia sama sekali tidak berniat untuk membuat Keenan khawatir atau bahkan mengabaikan pria itu. Namun, menghindari Keenan adalah satu-satunya jalan terbaik yang bisa dia lakukan.
Tidak bisa dipungkiri, Ellena memang sangat merasa bersalah karena sudah mengabaikan Keenan. Namun, apa yang bisa dia perbuat saat ini. Pilihannya hanya ada dua, jujur atau menghindar untuk tidak berbohong. Dia rasa, menghindar adalah jalan yang tepat disaat masih belum bisa mengatakan tentang kejujuran akan statusnya saat ini.
Sesaat air mata Ellena luruh membasahi pipi. Dia merasa menjadi orang yang paling jahat di dunia.
"Maafkan aku, Keenan. Aku tidak bermaksud untuk berbogong atau mengkhianatimu, tetapi aku tahu ini akan sangat menyakitkan bagimu. Bahkan, lebih menyakitkan daripada aku yang sekadar mengabaikan dan tidak menjawab telepon darimu," desis Ellena.
***
Sore harinya. Setelah Lucas pulang kerja, dia segera meminta Ellena untuk bersiap dan mengemasi barang-barang miliknya.
Lucas memang sudah memiliki rumah baru. Rumah yang dipilih langsung oleh Selena, sesuai seleranya. Awalnya rumah itu sengaja dibeli untuk ditempati bersama Selena. Namun, setelah peristiwa pengkhinatan wanita itu, semua rencana yang sudah dirancang pun berantakan. Akhirnya dia memutuskan untuk membawa Ellena tinggal di sana, meskipun dengan berat hati. Sebab, tidak menutup kemungkinan Selena yang akan selalu ada dalam bayangannya, selama dia tinggal di rumah itu.
Ya, tentu. Selama ini Selena selalu menjadi wanita impian yang akan menemaninya di hari tua. Dia sudah membayangkan betapa akan bahagianya mereka hidup bersama di rumah itu, kemudian dikaruniai anak-anak kecil yang akan mengisi hari-hari mereka penuh suka cita. Ah, rasanya membayangkan saja sudah sangat indah, terlebih lagi jika khayalan itu menjadi kenyataan. Sungguh dia merasa akan menjadi orang yang paling bahagia di dunia.
Tidak bisa dipungkiri, Lucas memang masih belum bisa melupakan sosok Selena, meskipun dia juga sangat membenci wanita itu. Nyatanya tidak mudah menghapus jejak seseorang yang sudah cukup lama menemaninya. Lucas pun bingung bagaimana dia mengatasi semua perasaan yang kian hari kian menyiksa dirinya.
Terkadang dia ingin sekali lari dari kenyataan, ketika mengingat pengkhianatan Selena yang begitu menyakitkan. Sungguh malang nasibnya, tidak bisa mendapat balasan atas rasa cinta yang begitu besar untuk wanita itu.
Lucas dan Ellena berjalan menuju depan rumah diikuti oleh Albert dan Veronica di belakang.
Lucas dan Ellena berpamitan kepada orang tua mereka.Veronica seolah-olah tidak rela melepas anak dan menantunya meninggalkan rumah. Rumah sebesar itu, tetapi tidak ada seorang anak di sana. Rasanya sepi sekali, meskipun terdapat beberapa pelayan yang siap meramaikan. Tetap saja semua terasa berbeda.
"kenapa kalian tidak tinggal di sini saja?" Veronica memasang ekspresi kecewa.
"Sudahlah, Mom. Bukankah kami sudah dewasa, jadi sudah seharusnya kami hidup mandiri," jawab Lucas yang tidak peduli dengan rengekan sang mami. "Lagi pula, bukankah sebelumnya aku juga sering tidur di apartemen? Kenapa sekarang tiba-tiba mami tidak rela seperti itu?" imbuhnya seraya mengerutkan dahi.
"Rumah ini akan sepi tanpa kalian. Kau tahu papimu? Dia begitu sibuk dengan pekerjaannya, sama sepertimu. Dengan adanya Ellena di rumah ini, setidaknya mami akan memiliki teman mengobrol," jelas Veronica.
"Mami tenang saja, saya akan sering berkunjung ke rumah ini." Ellena menanggapi kecemasan sang mami mertua.
Veronica menghela napas. Lagi-lagi dia tidak bisa mencegah Lucas dan Ellena untuk pergi, meskipun sudah berulang kali meminta mereka untuk tetap tinggal di rumah itu.
"Kalian jaga diri baik-baik, terutama kau, Lucas!" Albert menatap serius wajah Lucas. "Jaga istrimu dan perlakukan dia dengan baik, jangan pernah menyakitinya," pesannya kemudian.
"Baiklah, Papi," jawab Lucas singkat.
Mereka tampak saling bersalaman sambil memeluk dan mencium pipi kanan dan kiri secara bergantian. Ellena dan Lucas seperti akan pergi jauh dari kota itu, padahal rumah tidak jauh dengan rumah kedua orang tuanya.
"Maaf mami dan papi tidak bisa mengantar kalian. Kapan-kapan mami akan mampir ke rumah kalian," ucap Veronica. Akhirnya, dengan berat hati dia melepaskan putra dan menantunya itu untuk pindah rumah.