Chereads / Wedding Agreement With CEO (Indonesia) / Chapter 6 - Kekhawatiran Keenan

Chapter 6 - Kekhawatiran Keenan

"Elle, kau baik-baik saja?" Ellena berhasil dibuat terkejut, ketika Filia tiba-tiba menghambur memeluknya.

"Kau kenapa, Filia?" tanya Ellena penasaran.

"Kau jangan pura-pura tidak tahu. Lihat! Kakimu memar seperti itu, apa kau masih tidak mau bercerita padaku?" protes Filia memasang ekspresi khawatir.

"Ahh, tidak apa-apa. Ini hanya luka ringan saja," lirih Ellena datar, seolah-olah tidak sedang terjadi sesuatu terhadapnya.

"Apa yang kau katakan? Bahkan, kau berjalan tidak sempurna seperti itu," balas Filia yang sedari tadi memang sudah memperhatikan langkah Ellena yang sedikit terpincang.

"Sudahlah, Filia, aku baik-baik saja. Kau jangan terlalu mengkhawatirkanku," elak Ellena.

"Bagaimana bisa aku tidak mengkhawatirkanmu, sementara kondisimu seperti ini. Kau bahkan menghancurkan motorku, sebenarnya apa yang sudah terjadi padamu, Elle?" tanya Filia penuh selidik.

Ellena tampak menghentikan langkahnya tepat di ambang pintu rumah kost mereka. Dia menatap Filia penuh penyesalan.

"Jadi, kau sudah tahu yang sebenarnya?" Ellena tidak percaya jika Filia bisa mengetahui peristiwa yang menimpanya secepat itu. "Maaf, aku sudah menghancurkan motormu, aku benar-benar tidak sengaja, Filia," lirihnya kemudian.

Ellena sungguh merasa tidak enak hati, karena dia tidak bisa menjaga dengan baik motor Filia. Padahal, itu adalah satu-satunya kendaraan yang Filia miliki. Dia sangat menyesal. Andai waktu bisa diputar kembali, mungkin dia tidak akan meminjam motor sahabatnya itu.

"Sudahlah, lupakan tentang motor itu! Yang terpenting adalah kondisimu," jawab Filia yang bahkan tidak peduli dengan motornya yang sudah rusak. "Akan segera kuobati lukamu," imbuhnya seraya masuk ke dalam rumah.

"Tunggu!" Panggilan Ellena seketika membuat langkah Filia terhenti. "Dari mana kau tahu semua ini?" tanyanya penasaran.

"Ahh, aku pun tidak tahu siapa orang yang datang kemari dan membawa kabar buruk itu," jawab Filia. "Dia hanya mengatakan bahwa kau mengalami kecelakaan dan memberikan motor baru itu kepadaku," jelasnya kemudian.

"Jadi, itu motor yang dikirim untuk menggantikan motormu yang rusak?" Ellena tampak menunjuk motor baru yang dimaksud Filia.

"Kupikir begitu," jawab Fillia, lalu kembali melangkahkan kakinya. "Kau bisa jalan sendiri, kan?" Filia kembali membalikkan badan menghadap Ellena, sekadar hanya ingin memastika kondisi sahabatnya itu.

"Bisa, Filia. Kau berlebihan sekali!" Ellena menggerutu saat dia menyadari bahwa sahabatnya sangat berlebihan menanggapi luka di kakinya yang tidak seberapa.

"Kau ini selalu saja menyepelekan sesuatu!" tukas Filia, lalu bergegas kembali dari tempat itu.

"Apa dia tidak mengatakan hal lain lagi?" tanya Ellena sambil mengekori langkah Filia menuju ruang tengah, meskipun dengan langkah kaki yang sedikit terpincang.

"Ada."

"Apa?" tanya Ellena tampak antusias.

Filia berjalan menuju dapur yang tak jauh dari ruangan itu, menyiapkan air hangat yang akan dia gunakan untuk mengompres luka Ellena. Sementara itu, Ellena tampak sudah duduk bersandar di sofa berwarna abu-abu yang berada di ruang tengah, tempat mereka menonton televisi.

"Orang itu memberi tahuku bahwa dia adalah utusan orang yang tadi pagi menabrakmu," jelas Filia seraya berjalan menghampiri Ellena dengan membawa sebuah mangkuk stainless berisi air hangat dan handuk kecil.

"Kalau aku boleh tahu, siapa orang yang sudah tega membuatmu celaka seperti ini? Apa kau mengenal orang itu?" Filia tampak duduk di samping Ellena, lalu meletakkan mangkuk itu di atas meja yang berada di depan mereka.

"Aku juga tidak tahu siapa orang itu. Setelah supirnya tadi turun dan meminta maaf, mereka langsung pergi," jawab Ellena berbohong.

"Beruntung sekali mereka mau bertanggung jawab atas kerusakan motorku." Filia mulai mengompres luka pada kaki Ellena dengan sangat hati-hati. "Tetapi, kau terluka seperti ini, apa mereka tidak menawarkanmu pengobatan gratis?" tanyanya seraya mendongak menatap Ellena.

Ellena terdiam sejenak, lalu dengan sedikit ragu dia menggelengkan kepalanya, menanggapi pertanyaan Filia sambil memasang ekspresi memberengutkan wajah.

"Akh, jahat sekali orang itu! Apa mereka tidak tahu, kalau kau terluka seperti ini? Bahkan, mereka tidak mengantarmu pulang. Sungguh tidak punya hati!" umpat Filia merasa kesal.

"Sudahlah, biarkan saja! Lagi pula, lukaku tidak parah. Kau jangan terlalu berlebihan, Filia," balas Ellena.

"Tetap saja mereka jahat!" ucap Filia kekeh.

"Aku lelah, mau istirahat." Ellena bangkit dari duduknya, berniat untuk segera bergegas ke kamar, sebelum Filia bertanya lebih banyak lagi.

"Ellena, kau mau ke mana? Aku belum selesai mengobati kakimu!" Lagi-lagi Filia melayangkan protesnya. Namun, Ellena tak menanggapi dan tidak ingin peduli.

"Dia selalu saja seperti itu. Tidak bisakah dia menuruti perintahku sekali saja, demi kebaikannya sendiri?" gerutu Filia yang masih bisa terdengar oleh Ellena. Namun, Ellena tetap bergeming.

Hanya itu yang bisa Ellena lakukan untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan Filia lontarkan kepadanya. Dia sungguh merasa bingung harus bagaimana menjelaskan peristiwa itu kepada Filia. Dia yakin bahwa Filia akan sangat terkejut jika mengetahui kejadian yang sebenarnya. Terlebih lagi, Filia sangat mengenal Lucas yang juga merupakan atasannya.

Ellena merebahkan tubuhnya di atas kasur, lalu mengambil ponsel dari dalam tas yang dia letakkan di sampingnya. Dia tampak memeriksa ponsel itu, barangkali ada pesan atau panggilan masuk yang belum sempat dia buka.

Benar saja. Ternyata ada beberapa panggilan masuk yang tak sempat dia jawab, karena dia sengaja mematikan dering ponselnya. Ya, panggilan itu tak lain adalah dari Keenan. Memang sudah menjadi kebiasaan Keenan menghubungi Ellena di waktu istirahat. Namun, Ellena berniat untuk mengabaikan usaha Keenan menghubunginya.

My Keenan : 'Sayang, apa kau masih belum istirahat?'

Baru saja Ellena akan meletakkan ponselnya kembali, tiba-tiba sebuah pesan whatsapp dari Keenan membuat dia mengurungkan kembali niatnya.

Ellena menarik napas, lalu mulai mengetikan sesuatu di layar ponselnya, sebagai balasan pesan untuk Keenan.

Me : 'Maaf, aku baru saja istirahat.'

Ellena langsung mengirimkan pesan itu kepada Keenan. Belum sampai satu menit, dia telah menerima kembali balasan pesan dari kekasihnya.

My Keenan : 'Ini sudah jam berapa? Kenapa kau baru istirahat?'

'Cepatlah makan, jangan biarkan perutmu sakit, Karena aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi kepadamu!'

'Aku sangat menyayangimu. Kabari aku jika kau sudah tidak sibuk!'

Melalui sebuah pesan, Keenan tampak mengingatkan Ellena tetap menjaga kesehatannya. Terlihat jelas bahwa dia mencintai kekasihnya dengan sungguh-sungguh. Itulah mengapa, Ellena tidak ingin menyia-nyiakan pria seperti Keenan.

Me : 'Ya, tentu.'

Balas Ellena dengan sangat singkat. Hal yang tidak biasanya dia lakukan. Setelah sebelumnya dia selalu merasa bahagia jika mendapat pesan atau panggilan telepon dari Keenan, berbeda dengan sekarang yang justru dia seolah-olah menghindari kekasihnya. Bukan karena dia tidak mengharapkan, tetapi dia merasa bersalah kepada Keenan, karena sudah menerima tawaran untuk menikah dengan Lucas. Entah bagaimana dia menjelaskan semua itu kepada kekasihnya.

Ellena masih belum memiliki keberanian untuk memberi tahu Keenan tentang masalah yang tengah menimpanya. Dia tidak ingin, jika Keenan tahu yang sebenarnya, justru itu akan membuat hubungan mereka hancur. Ellena tidak ingin kehilangan Keenan secepat itu.