Duar, kratak, kratak,
Pohon kelapa pas disisi samping kanan becak Pak Budi yang melaju perlahan membawa Kasturi dan Amanah tersambar petir di ujung paling atasnya. Membuat batang pohon kelapa terbelah menjadi dua bagian.
Kasturi yang menyadari akan bahaya hendak menimpa iya dan sang istri. Secara cepat dan cekatan tangan Kasturi mendekap kepala dan tubuh Amanah. Kasturi berpikir biar iya yang tertimpa batang pohon yang terbelah petir sekiranya batang pohon itu jatuh menimpa mereka.
Tapi Pak Budi tak tinggal diam akan keadaan genting yang sudah sering iya alami selama menjadi tukang becak semasa hidupnya. Pedal becak iya pencat dengan kuat-kuat. Sehingga laju becak seakan tersentak bagaikan motor RX King yang tengah menekan laju gas.
Bruak, dar,
Pecahan batang pohon kelapa yang terbelah oleh petir akhirnya jatuh pas di belakang becak Pak Budi. Pecahan satunya lagi jatuh ke arah persawahan warga selamatlah jiwa ketiga orang di ujung jalan batas akhir dusun Mojokembang pas beberapa meter dari pertigaan akhir dusun Mojokembang.
"Alhamdulillah, rupanya Gusti Allah masih menyayangi kita Nak Kas selamat kita," Pak Budi menghentikan sejenak laju becak masih terengah-engah nafasnya akibat rasa terkejut secara tiba-tiba.
"Alhamdulillah Pak Budi, Pak Budi tak apa-apakan?" tanya Kasturi melongok ke belakang becak dimana Pak Budi masih duduk di atas dudukan bagian belakang becak serupa sepeda yang dirakit setengah setengahnya lagi bagian depan bagian untuk tempat duduk penumpang.
"Tidak apa-apa Nak Kas, apa Ndok Amanah juga tak apa-apa?" tanya Pak Budi melihat ke arah Amanah yang masih berkutat dengan sakitnya hendak melahirkan.
"Alhamdulillah Pak Budi tidak apa-apa, ayo Pak Budi kita lanjutkan perjalanan. Kasihan istri saya sudah sangat kesakitan," pinta Kasturi meminta Pak Budi untuk menggoes becaknya kembali.
"Baiklah ayo kita lanjutkan, saya memiliki keyakinan kuat akan filing yang kuat atas anakmu Nak Kas yang akan lahir. Jikalau anakmu laki-laki pasti dia adalah pejuang garis depan arah kebenaran.
Apabila anakmu yang terlahir perempuan pasti memberi dampak besar pada hidup kalian dimasa tua kalian nanti," ucap Pak Budi sambil memulai dengan menggoes pedal becak kembali.
Tetapi belum jua beberapa meter laju becak berbelok dari arah pertigaan ujung desa. Hujan deras tiba-tiba datang mengguyur pertigaan dengan angin kencang yang menderu-deru. Membuat Pak Budi harus menghentikan kembali laju becaknya untuk menepi sejenak.
"Allahuakbar Mas Kas hujan deras Adik kebasahan kasihan anak kita nanti Mas bajunya basah semua," ucap Amanah mengambil sebuah wadah keresek warna hitam penuh dengan baju bayi yang iya taruh di samping iya duduk untuk iya pangku.
"Sebentar-sebentar Dek, Pak Budi apa becak Pak Budi tak ada penutup atasnya?" ucap Kasturi ikut turun menemui Pak Budi di belakang becak tengah melepaskan sebuah ikatan.
"Ada Nak ini Bapak sedang berusaha melepaskan beberapa ikatan gulungan plastik yang biasa bapak buat penutup atas becak apabila terjadi hujan. Tolong Nak Kasturi bantu lepaskan tali yang sebelah sana," ucap Pak Budi menyuruh Kasturi melepaskan ikatan tali di sisi satunya.
Setelah semua tali terlepas akhirnya gulungan plastik dapat di terapkan sebagai penutup atas becak. Lalu Kasturi dan Pak Budi kembali mengikat beberapa sisi plastik yang menutupi bagian depan becak. Pak Budi sendiri memakai mantel hasil karya beliau sendiri dari plastik yang iya rekatkan ujung-ujungnya dengan plester.
"Nak Kas apa kau sudah naik?" teriak Pak Budi memang harus berteriak sebab hujan sangat deras semakin deras apalagi hujan datang membawa angin ribut menderu-deru. Membuat suara tak terdengar apabila berbicara tanpa berteriak.
"Sudah Pak Budi," teriak Kasturi dari dalam gulungan plastik yang menutupi bagian depan becak.
"Ya sudah mari kita lanjutkan perjalanan," teriak Pak Budi kembali menggoes becaknya menuju rumah Bu Bidan Ambar.
Saat laju becak sudah sampai di ujung desa Mojodukuh belum sampai gapura selamat datang. Amanah berteriak-teriak sambil menatap matanya lalu memeluk tubuh Kasturi sambil membenamkan wajah di dada Kasturi. Seakan Amanah melihat sesuatu hal mengerikan di tepian jalan yang baru saja terlewati oleh becak yang terus dikayuh Pak Budi.
"Ada apa Dek tenanglah, ada apa kau melihat apa Dek?" kata Kasturi yang ikut merasa bingung dan khawatir akan keadaan Amanah yang tiba-tiba ketakutan.
"Itu-itu Mas dari tadi memandang Adik ikut terus sepanjang jalan kita setelah hujan mulai datang tadi," oceh Amanah sambil menuding ke arah luar penutup plastik tepatnya di tepian jalan samping kiri laju becak sebab becak melaju ke arah timur.
"Apa Mas enggak lihat apa-apa loh Dek. Istigfar Dek, Istigfar kasihan bayi kita nanti kalau sampai Adik ketakutan sangat seperti ini. Sangat berbahaya untuk kondisi bayi kita dan kamu sendiri. Tenang ya sayang Masmu ada disini, tenanglah tak akan ada apa-apa menimpamu sayang," ucap Kasturi mendekap Amanah.
Amanah tampak terlihat berkomat-kamit membaca ayat-ayat pendek dari surat-surat pendek Al Quran. Sambil terus memejamkan mata dalam dekapan sang suami.
Memang Amanah tiada omong kosong akan penglihatannya. Amanah tiada mengkhayal atau berimajinasi akan sebuah sosok di tepian jalan yang iya lihat.
Sebuah sosok wanita muda memakai baju daster warna kuning. Terlihat iya pun tengah hamil dari perutnya yang besar. Tetapi sosok yang dilihat amanah berdiri terus menerus ada setiap Amanah melihat.
Hanya berdiri saja di tepian jalan samping becak terus ada setiap laju becak terus melaju. Sosok tersebut entah kenapa seakan ingin meminta bantuan dengan leher seakan habis tergorok parang darah bercucuran meleleh hingga bahu. Seakan sosok tersebut begitu kesakitan dalam tangisan dan sangat menderita.
Laju becak kini tinggal beberapa meter lagi sampai di rumah Bu Bidan Ambar. Ada sekelompok warga yang tiba-tiba berkerumun di tepian jalan masuk gang menunu rumah Bu Bidan. Sehingga becak tak bisa lewat untuk menunu rumah Bu Bidan yang berada diujung gang paling ujung.
Pak Budi segera menghentikan laju becak dan turun untuk memohon beberapa warga yang berkerumun di tengah jalan untuk menepi dan mempersilahkan becak lewat.
"Pak Maaf di dalam becak saya ada Ibu-Ibu muda yang hendak melahirkan.
Saya mohon dengan sangat untuk membuka jalan agar kami bisa sampai ke rumah Bu Bidan Ambar tepat waktu sesuai yang dijadwalkan Bu Ambar untuk kelahiran Ibu muda dalam becak itu," pinta Pak Budi berbicara dengan salah satu warga yang ikut berkerumun.
Seakan terkejut dengan apa yang terjadi salah satu warga yang tadi diajak bicara oleh Pak Budi tampak kaget tersentak. Iya tak bisa mengerti akan peristiwa yang terjadi dan yang iya lihat pagi ini.
"Loh Ibu muda hamil besar mau melahirkan," celetuk seorang warga yang diajak bicara oleh Pak Budi.
"Memang kenapa Pak, memang sedang ada apa kok banyak orang berkerumun?" tanya Pak Budi pada salah seorang warga di depannya yang ikut berkerumun.
"Ini Pak ada peristiwa pembunuhan dan korbannya adalah Ibu muda yang sedang hamil tua. Matinya digorok di leher oleh suaminya sendiri akibat tak diberi jatah," jawab warga tersebut menjelaskan.
"Astagfirullah ada-ada saja, kalau begitu tolong Pak bantu saya kasihan Ibu muda yang ada dalam becak saya nanti malah melahirkan di jalan," ucap Pak Budi memohon untuk dibukakan jalan.
"Baik Pak saya akan menyuruh orang-orang untuk memberi jalan. Kasihan Ibu muda yang ada dalam becak Bapak. Silakan Pak anda naik ke atas becak lalu jalankan becaknya. Saya akan kawal biar tidak bersenggolan sama orang-orang yang sedang berkerumun," ucap salah satu warga yang dimintai tolong membuka jalan oleh Pak Budi.
"Baik terima kasih ya Pak sebelumnya," ucap Pak Budi sembari naik ke atas becak lalu menggoes kembali becak menuju ke rumah Bu Bidan Ambar.
Tetapi saat tanpa sengaja becak melintas pas di samping mayat Ibu muda yang digorok lehernya. Amanah seketika kembali berteriak membuat beberapa orang yang berkerumun mengerubungi becak.
"Ada apa-ada apa Buk?" ucap beberapa warga melongok ke dalam becak yang telah dibuka penutup atasnya namun hanya bagian depan yang dibuka hujan pun sudah reda namun masih tersisa rintik-rintik kecil.
"Itu mayat itu tadi yang saya lihat di tepian jalan ujung desa sana. Persis wajahnya dan bajunya juga pakai daster kuning motif bunga-bunga. Apa lagi tadi aku melihat darahnya banyak di kerah dan pundak mengucur dari leher yang tergorok," ucap Amanah sambil menutup muka dan mendekap pada Kasturi.
"Sudah-sudah Pak kasihan Ibu ini bahaya untuk kondisinya yang hendak melahirkan. Bapak segera lewat saja menuju rumah Bu Bidan Ambar," ucap salah seorang warga memberi jalan pada Pak Budi.
Pak Budi segera mengayuh dengan cepat becaknya menuju rumah Bu Bidan. Tapi tiba-tiba Amanah kembali berteriak keras, "Aduh Mas sudah pecah air ketubannya."
"Ya Allah ayo Pak Budi cepat mengayuhnya," teriak Kasturi semakin khawatir dan cemas akan kondisi Amanah Istrinya iya takut kalau-kalau bayi pertamanya lahir di jalanan sebab air ketuban sudah pecah.