"Lama tidak bertemu, Elio, kekasihku."
Satu kalimat itu berhasil membuat tubuh Xavier mematung. Tubuh Xavier tidak bisa bergerak selama beberapa waktu karena terlampu terkejut dengan ucapan Keisha.
Keisha sadar. Keisha tahu bahwa pria di sisinya ini terkejut dengan ucapannya. Hal itu dapat Keisha lihat dengan jelas dari ekspresi wajah yang ditampilkan oleh 'Elio'.
Lidah Xavier terasa begitu kelu. Matanya memandang lurus-lurus pada raut wajah Keisha.
Jadi ... perempuan yang ia selamatkan di pasar pelelangan budak adalah kekasih Elio di masa lalu?
Jadi, ini adalah jawaban dari desiran aneh yang berhasil menarik Xavier untuk datang ke tempat pelelangan budak itu?
Ini ... ini sangat mengejutkan!
"Aku sangat merindukanmu, Elio," bisik Keisha lirih.
Xavier mengerjapkan matanya beberapa kali. Lalu, dengan gerakan pelan, Xavier menurunkan tangan Keisha yang sedari tadi bersarang di kedua pipinya.
"Kamu ... kamu adalah kekasihku?" tanya Xavier tak serta merta percaya begitu saja.
Keisha mengangguk. Lalu, tanpa pikir panjang, Keisha memberitahu tato yang ada di pinggang kanannya.
Tato itu bertuliskan ... 'E—M'.
Hanya dua huruf. Namun, penuh dengan makna. Itu adalah singkatan dari nama Elio, yakni Elio Morgansen.
"Aku tahu kalau kamu mungkin ragu denganku. Tapi, kamu bisa melihat tato ini. Tato ini sudah aku buat hampir satu tahun lalu. Kita membuatnya bersama-sama di hari itu. Kamu juga memilikinya," balas Keisha kemudian.
Kening Xavier berkerut dalam. "Aku? Memilikinya?"
Keisha mengangguk. "Mn. Kamu memilikinya."
"Lalu, di mana? Aku tidak pernah melihatnya."
"Ulurkan tanganmu."
Menurut, Xavier mengulurkan tangannya.
Lalu, Keisha dengan sigap menyibak lengan baju bagian kanan Xavier, menunjuk sebuah tulisan kecil yang terdapat di bagian dalam lengannya.
"Ini. Kamu memilikinya," tunjuk Keisha.
Tidak diragukan lagi. Ini benar-benar Elio. Keisha bertemu lagi dengan Elio setelah penantian panjang. Setelah insiden memilukan.
Xavier melihat bagian yang ditunjuk oleh Keisha. Dan benar. Di sana ada sebuah tato. Tato bertuliskan, 'K—V', atau Keisha Valencia.
Xavier tertegun. Dia baru sadar kalau ada tato di lengannya!
"Apakah kamu sekarang percaya kepadaku?" tanya Keisha kemudian sembari membenarkan lengan baju Xavier.
Untuk beberapa alasan, Xavier menjadi kikuk. Jadi ... sosok di depannya ini adalah kekasih Elio Morgansen di masa lalu?
Jadi ... apakah misi Xavier ada hubungannya dengan Keisha?
Jika tidak ... kenapa mereka harus dipertemukan seperti ini?
Grep ...
Keisha memeluk tubuh Xavier erat-erat. Seakan-akan, kalau dia melonggarkan pelukannya, maka Xavier akan pergi.
Okay. Satu pertanyaan sudah menemui jawaban.
Lalu, masih ada berjuta pertanyaan lainnya yang harus Xavier temui jawabannya. Seperti ... kenapa Elio Morgansen bisa mati. Dan juga ... kenapa Keisha ada di tempat pelelangan budak.
Mungkin, seiring dengan berjalannya waktu, pertanyaan itu akan terus bertambah.
"Aku sangat merindukanmu, Elio. Terima kasih sudah kembali. Kamu menepati janjimu, kalau kamu tidak akan pernah meninggalkanku sendirian," gumam Keisha dengan suara teredam di dada Xavier.
Jadi, apa yang harus Xavier lakukan sekarang?
Apakah Xavier harus mendorong Keisha agar menjauh darinya dan melepaskan pelukannya?
Atau ... apa?
"Elio," panggil Keisha tiba-tiba dengan kepala mendongak.
Xavier lantas menjawab, "Y—ya?"
"Terima kasih telah menyelematkan ku. Aku tidak tahu seberapa banyak uang yang kamu keluarkan untuk membawaku pulang dari pasar pelelangan budak itu. Aku ... aku sangat berterima kasih kepadamu."
Mau tak mau, Xavier balas memeluk tubuh kurus Keisha. Xavier mulai menerima kenyataan bahwa setelah ini sepertinya dirinya tidak bisa lepas dari Keisha.
Pun, dimulai dari hal ini, Xavier harus mencari tahu misi apa sebenarnya yang harus ia lakukan.
Dewa Tur pernah berkata bahwa itu adalah membalas dendam. Tapi, dendam siapa yang harus dibalas?
Apakah itu Keisha?
Atau mungkin orang lain?
"Elio, apakah kamu benar-benar tidak mengingat barang sedikit pun ingatanmu? Tentang hal apa pun?"
"Sudah aku katakan kalau aku tidak mengingat apa pun."
"Lalu, apakah selama ini kamu ada di sini?" tanya Keisha kemudian.
Xavier tidak tahu kapan Elio mati. Karena takut salah menjawab, Xavier pun berkata, "Yeah, seperti itu."
Keisha melepaskan pelukan mereka. Ia memundurkan tubuhnya dan berujar, "Apakah kamu hidup dengan baik selama beberapa bulan ini? Apakah ada yang luka? Bagaimana kamu bisa ada di sini?"
Xavier berdeham. Ada satu hal lain lagi yang harus ia tanyakan.
"Sebelum itu, bisakah kamu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi? Aku sangat bingung untuk menjawab pertanyaan mu. Kamu mengatakan kalau kamu sudah lama tidak bertemu denganku, 'kan? Bisakah kamu sedikit memperjelas tentang hal itu? Apa yang terjadi kepadaku sebenarnya?" tanya Xavier kemudian.
Keisha memandang wajah Xavier dengan sedih. Bayang-bayang kejadian beberapa bulan lalu kembali berputar di benaknya.
"Kamu tenggelam dan menghilang. Semua itu salahku," gumam Keisha pelan.
"Maaf?"
Kedua bahu Keisha merosot turun, menandakan bahwa emosinya saat ini sedang tidak stabil.
"Jika saja hari itu aku tidak meminta hadiah ulang tahun untuk bermalam di kapal laut privat, semua ini tidak akan terjadi," kata Keisha menggantung.
"Aku tidak menyangka kalau malam itu akan datang badai besar. Aku, kamu, nahkoda, dan dua awak kapal terombang-ambing di tengah lautan lepas. Mesin kapal mati total. Dan hal yang terjadi berikutnya adalah ... kapal dihantam ombak besar. Semua orang jatuh ke laut. Kapal hancur total."
"Aku, sang nahkoda dan dua awak kapal lainnya bertahan pada potongan puing-puing kapal. Sedangkan kamu ... sedangkan kamu ...."
Kedua mata Keisha memerah total. Bayangan-bayangan apa yang terjadi di malam itu kembali berputar di pelupuk matanya.
Di mana dirinya yang setengah sadar berteriak kencang mencari Elio, di mana dirinya yang diterjang ombak ke sana dan kemari berusaha untuk berpegangan pada pecahan kayu kapal yang mengapung.
Hujan yang sangat lebat, angin berhembus kencang, membuat Keisha dan yang lainnya kepayahan untuk bertahan. Gulungan ombak tak henti-hentinya menyambar datang, membuat mereka tenggelam selama beberapa detik sebelum menyembul kembali ke atas permukaan.
Xavier terbungkam.
Tanpa perlu Keisha menyelesaikan ucapannya, Xavier sudah menebak apa yang selanjutnya terjadi.
Elio tenggelam. Dia menghilang. Dan kemungkinan, dia mati di lautan dengan jasad yang tidak bisa ditemukan.
Lalu, apakah ini alasan mengapa Xavier terbangun di bibir pantai pada malam itu? Pada saat dirinya dikirim ke bumi?
Tubuh basah kuyup bercampur pasir. Jadi, Dewa Tur mengangkat raga Elio dari dalam laut untuk diisi oleh jiwa Xavier?
Begitu?
"Bahkan, setelah berjam-jam lamanya aku menunggu, kamu tidak pernah lagi muncul di permukaan. Aku takut ... aku sangat takut. Itu adalah salahku. Maafkan aku, maafkan aku, Elio," Keisha meracau pedih.
Sebelum ini, Xavier tidak pernah berpikir kalau ternyata Elio mati di tengah laut lepas. Tenggelam, dan tak ditemukan. Sungguh kematian yang sangat tragis.
"Tapi, siapa yang menyangka kalau aku akhirnya bisa bertemu denganmu lagi? Ini adalah sebuah anugerah. Tidak masalah kamu kehilangan semua ingatanmu. Aku akan membantumu kembali mengingat semuanya," kata Keisha lagi.
Setelah lama terbungkam, Xavier akhirnya sadar.
Ia segera membawa Keisha ke dalam pelukannya. Dapat Xavier bayangkan bagaimana hancurnya Keisha pada saat itu.
Jika saja manusia memiliki sayap seperti malaikat, mungkin Elio tidak akan meninggal dengan cara seperti ini.
"Tenangkan dirimu. Semuanya baik-baik saja," ucap Xavier berusaha menenangkan Keisha.