Chereads / Cinta Untuk Pria Idaman / Chapter 10 - Sahabat-Sahabat Baru

Chapter 10 - Sahabat-Sahabat Baru

Bel istirahat berbunyi. Aku membereskan buku-buku ku dan memasukkan nya ke laci meja. Setelah mendengar perkataan Manda, katanya aku viral gara-gara kebodohan ku tadi pagi, ke fokusan ku untuk belajar menjadi buyar.

Dua gadis yang duduk di barisan di depan aku dan Manda menoleh kebelakang, lebih tepat nya kearah ku. Gadis berkacamata dan berambut sebahu itu menyodorkan tangan nya ke arah ku.

"Hai Risha, kenalin, aku Jesslyn," ujar nya memperkenalkan diri dengan ramah kepadaku.

Aku menjabat tangan gadis berkulit terang itu dengan tersenyum. "Hai Jesslyn," sapa ku.

Kemudian hal yang sama dilakukan gadis berhijab di sebelahnya. Nama nya Vika.

"Denger-denger kamu ngaku adik nya Kak Daniel tadi pagi deket lapangan basket. Beneran?" tanya Jesslyn.

Aku mengangguk singkat. "Iya," jawab ku agak canggung, aku merasa malu, tapi untuk apa? Memang benar 'kan aku adiknya Kak Daniel.

"Masa sih? Gak lagi halu' kan?" tambah Vika.

"Enggak, aku serius," jawab ku meyakinkan.

"Gak mungkin lah dia adik nya Kak Daniel. Coba lihat nih." Gadis di deretan samping tempat duduk ku itu tiba-tiba saja ikut nimbrung. Dia menunjukkan sebuah video diponsel nya kearah kami berempat.

Ada Kak Agra, Kak Daniel, dan satu lagi teman nya dalam video itu. Dengan menggunakan ponsel lain, teman nya Kak Daniel dan Kak Agra itu menunjukkan sebuah video kearah mereka, aku melihat itu adalah video saat tadi pagi aku berteriak.

"Gimana tanggapan lo bro?" Kak Agra menanyai Kak Daniel, tatapan mata nya menatap bergantian Kak Daniel dan kamera nya.

"Halu," jawab Kak Daniel enteng.

Di dalam video itu mereka tertawa, menertawakan seolah aku tengah menghayal saat itu.

Otak ku memanas melihat nya. Kak Daniel benar-benar tidak mengakui ku. Aku berdesis sebal dibuat nya.

Gadis yang menunjukkan video itu tadi menarik kembali ponsel nya.

"Ngapain sih murid baru lo pakai halu segala pagi-pagi? Untung gak halu ngaku pacarnya Kak Agra," ujar nya di iringi tawa renyah dengan teman sebangku nya.

Aku hanya diam.

"Sorry ya kalau lo tersinggung. Gue gak bermaksud gimana-gimana. Yaudah, kenalin, gue Gita." dia menyodorkan tangan nya padaku.

Meskipun aku merasa kesal padanya, aku tak ingin memperunyam nya jika aku dengan angkuhnya menolak jabatan tangan nya.

"Risha," ujar ku.

Dia tersenyum dan menatapku penuh arti. "Lain kali jangan halu lagi," ucapnya sembari terkekeh. Dia dan teman sebangku nya itu berlalu begitu saja dari hadapan ku.

"Sha, gak usah ditanggepin. Emang gitu orang nya," ujar Jesslyn.

Aku menoleh kearah nya dan tersenyum singkat. "Iya," jawab ku.

"Jes, ayuk ke kantin," ajak Vika pada Jesslyn, dia kemudian mengalihkan pandangan nya pada aku dan Manda. "Kalian mau ikut gak?" tawarnya.

"Aku mau ke perpus," jawab Manda.

"Aku.." Aku bingung mau kemana.

"Kamu mau keliling sekolah ini gak? Jalan dari kelas ini ke perpus bisa bikin kita keliling separuh bagian sekolah ini. Kalau kekantin cuma ngelewatin empat kelas aja," jelas Manda.

"Emang kamu gak laper? Gak pengin ke kantin?" tanya ku.

"Manda emang sekarang jarang ke kantin. Dia sekarang lebih suka main sama buku atau hp nya daripada sama kita," sindir Vika dengan nada bercanda.

"Aku kan udah bawa bekal, tapi nanti siang aja aku makan, sekarang belum laper. Jadi gimana Sha? Mau ikut?" tanya nya lagi.

"Hm.. Aku mau kekantin aja deh," tolak ku.

"Oke," jawab Manda sebelum dia berlalu dari pandangan kami.

Aku, Jesslyn dan Vika berjalan beriringan menuju kantin yang tidak terlalu jauh itu dari ruang kelas kami.

Suasana nya sangat ramai sekali dengan para siswa yang kelaparan, sekolah yang besar seperti ini pantas saja kantin nya akan sepenuh ini jika sudah istirahat.

"Wah rame banget ya, kayak demo," ujar ku masih menyapu pandangan ke sekeliling.

"Yuk demo," ajak Vika.

"Ayukk," sahut Jesslyn dengan semangat.

Kami pun ikut masuk ke kerumunan itu. Setelah memesan makanan dan duduk di salah satu tempat yang kosong, kami pun ngobrol-ngobrol.

"Oya, tadi kita belum dapet kejelasan. Emang bener kamu adik nya Kak Daniel? Gak halu?" tanya Vika.

"Aku gak halu. Aku serius. Jadi gini, aku sama Kak Daniel juga Kak Raya itu emang sodaraan, sodara se ayah, kita beda ibu. Selama ini aku tinggal di Kalsel dan baru aja dijemput Papa buat tinggal disini," jelas ku.

Vika dan Jesslyn menatap ku dengan serius sebelum mereka saling pandang.

"Kalau gitu.. comblangin aku sama Kak Daniel!" teriak mereka bersamaan.

Aku tersentak.

"Kalian percaya?" tanya ku dengan mata yang sudah membulat sempurna.

"Yaa lumayan percaya sih. Tapi masalah nya kenapa Kak Daniel gak mau akuin kalau kamu itu adik nya?" tanya Jesslyn.

Aku menghela napas. "Dia masih belum bisa terima. Dia baru tau kalau dia punya adik selain Kak Raya, dan kami beda ibu."

Disaat kami tengah asik mengobrol, Bu Kantin datang mendekat ke arah kami, membawa sebuah nampan berisikan tiga buah mi goreng pesanan kami dan meletakkan nya di atas meja, kemudian disusul seorang gadis yang mungkin hanya sedikit lebih dewasa dari kami, wajah nya masih terlihat muda, dia membawakan nampan berisikan tiga gelas minuman pesanan kami.

Saat gadis itu mendekat kearah kami tiba-tiba saja dia seperti hilang keseimbangan, seperti terdorong dari belakang. Sontak air di nampan itu tumpah mengenai seseorang yang hendak lewat didepan nya.

"YA AMPUUUUUN!!!" teriak gadis yang rok nya sudah basah karena tersiram minuman dingin.

"Maaf dek.. Maaf.. Ini saya ambilin tisu," ujar gadis yang tak sengaja menumpahkan nampan berisi minuman itu dengan panik.

Ketika gadis itu menyela rambut panjang yang menutupi setengah wajah nya saat menunduk itu ketelinga, aku pun sontak menganga saat menyadari kalau dia adalah.. Kak Raya!

"Kak Raya?" panggil ku. Aku mendekat kearah nya.

Dia melotot kearahku seperti terkejut.

"Hijab nya mana kak? Tadi pagi kan berangkat pake hijab?" tanya ku.

Kak Raya terdiam sebentar, seperti kesulitan berkata-kata. "Apasih lo sok kenal banget!" ketusnya pada ku. "Ayuk buruan kita cabut aja dari sini," ujarnya mengajak teman nya yang disamping nya itu untuk pergi.

Aku seketika mematung. Kak Raya bahkan sama sekali tidak menganggap ku. Miris sekali rasanya seperti ini.

Jesslyn dan Vika menghampiri ku, mereka menatap ku dengan datar.

"Sha, ayo kita duduk lagi," ajak Jesslyn.

Aku menatap mereka berdua sebelum mengangguk dan kembali duduk bersama mereka.

"Selama ini Kak Raya berhijab apa enggak sih kalau di sekolah?" tanya ku pada Jesslyn dan Vika.

***

Bersambung