Chereads / Luka yang Dikagumi / Chapter 8 - Chapter 7

Chapter 8 - Chapter 7

Zayana terus mencari peluang untuk bisa bekerja di salah satu tempat yang sekarang ia kunjungi. Menyambangi pabrik satu ke pabrik lainnya, toko, ataupun juga kios kecil ia datangi. Berharap akan ada seseorang yang berbaik hati menerima surat lamaran pekerjaan. Namun, sayang pil pahit harus ditelan dengan dada lapang, karena sampai matahari sudah berada di atas kepala saja masih belum ada satu pun tempat yang membutuhkan karyawan.

"Tuhan! Zay sudah berusaha sampai siang hari terik seperti ini, tapi sepertinya masih belum kelihatan juga jalan rezeki," gumam Zayana dengan senyum pahit ditampilkan.

Zayana harus lebih banyak bersabar lagi, sebab mungkin bukan hari ini ia dapat, tapi lain hari pasti akan berhasil. Dalam hati tekad dan percaya pada Allah semakin besar.

'Tidak akan ada hal berat yang diberikan Tuhan kepada kita, melainkan kita sendiri mampu menjalaninya.'

'Tidak akan pernah datang kesulitan, kecuali datang bersama jalan kemudahan.'

Zayana selalu mengingat motivasi tersebut agar dirinya tak semakin berlarut dari pikiran negatif yang selalu saja tak berhenti untuk menyambangi. Kini memilih untuk duduk terlebih dahulu di tepi jalan, sebab panas yang sangat menyengat tubuh.

Zayana menggerakkan tangan kanan untuk mengipasi wajah yang kini sangat terasa panas. "Ya Allah! Apa aku harus pulang dulu dan melanjutkan lagi nanti?" tanya Zayana seorang diri.

Zayana melihat banyak sekali orang berlalu lalang dengan seragam pabrik yang mereka kenakan pada tubuh. Kembali tersenyum meski sangat getir di dalam sana, menundukkan pandangan agar rasa iri hati tak timbul.

Fokus Zayana kali ini adalah bagaimana caranya agar ia segera mendapatkan sebuah pekerjaan dengan cepat atau mungkin sebuah tempat yang mau mempekerjakan dirinya. Terlalu lelah sudah untuk mendengar sebuah kalimat 'anak tak berguna' yang selalu dilontarkan oleh keluarganya itu.

Zayana tidak pernah mengerti setidak berguna apa dirinya di hadapan semua anggota keluarga, hingga setiap saat selalu saja tak pernah absen untuk mendengar kalimat tersebut. Adik, ibu, dan juga sang ayah semua terlihat sama, dan aneh teramat sangat karena ia tidak bisa untuk membenci sama sekali dengan perlakuan mereka yang sudah cukup keterlaluan.

Zayana menatap lurus ke depan, bibir senantiasa bergerak untuk mengagungkan lafaz Allah. Berprasangka baik adalah sebuah hal tepat yang harus dilakukan saat kenyataan berbanding terbalik dengan ekspektasi.

Zayana beranjak bangun dari tempat duduknya itu. Kembali berjalan untuk mencari sebuah masjid, sebab panggilan shalat telah berkumandang. "Alhamdulillah! Aku harus shalat terlebih dahulu, dan meminta petunjuk terbaik dari Allah," gumam Zayana dengan kaki yang mulai kembali melangkah menyusuri jalanan.

Zayana menengok kanan dan juga kiri, berniat untuk mencari masjid terdekat. Mendengar suara azan yang menggema, membuat hati berdesir untuk segera bertemu dan bermunajat dengan Sang Kuasa.

Membelokkan kaki saat mata menangkap sebuah bangunan dengan kubah di atas gentingnya, pertanda jika yang dilihatnya tersebut adalah masjid. Berjalan lebih cepat karena rasa ingin meluapkan segala keluh kesah pada Tuhan tidak lagi terbendung.

"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Zayana saat kaki mulai menginjakkan lantai masjid yang putih bersih dan nampak sangat terawat tersebut.

Bibir membentuk lengkungan indah, baru menginjakkan kaki saja hatinya sudah merasakan kedamaian luar biasa, dan ia mulai menuju ke arah tempat untuk berwudhu.

Zayana melakukan wudhu dengan fokus dan tata cara yang ia pergunakan sangat baik, dimulai dari melafazkan doa saat bagian tertentu, dan setelah selesai tak lupa juga membaca doa.

"Rak mukenah dimana yah?" tanya Zayana saat ia berusaha mencari tempat alat shalat yang biasa tersedia pada setiap masjid. Biasa diperuntukkan untuk para musafir yang hendak melaksanakan ibadah akan tetapi tidak ada alat untuk shalat, maka bisa meminjamnya.

Mata Zayana bergerilya untuk mencari sebuah lemari atau paling tidak tempat yang dikhususkan menyimpan semua alat shalat. Lama sudah ia tidak menemukan bahkan hampir frustasi karenaa ia lupa membawa peralatan sendiri, dan beruntung ada seseorang yang menegur dari arah samping ia berdiri saat ini.

"Ya Allah! Aku lupa lagi bawa mukenah dari rumah," gumam Zayana. Kebingungan karena ia sendiri bingung harus memakai apa untuk shalat dan bermunajat kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

"Mba," tegur seseorang wanita di samping Zayana. Mendengar suara bergumam dari mulut Zayana pasal mukenah. "Apa Mba membutuhkan ini?" tanya wanita tersebut seraya tangan mengulurkan sesuatu hal.

Zayana mengangguk dan tersenyum cerah saat ada seseorang yang baik hati mau memberikan pinjaman mukenah pada dirinya. "Apa Mba mau meminjamkan ini pada saya?" tanya Zayana ragu-ragu.

Wanita yang berdiri tepat di samping Zayana hanya memberikan sebuah anggukan kecil. "Iya mangga, Mba pake aja," ucap Wanita tersebut.

Zayana mengerutkan kening. "Apa Mba sudah memakainya?" tanya Zayana kembali berusaha memastikan orang tersebut sudah menjalankan kewajiban sebagai umat muslim ataukah belum.

Wanita menggelengkan kepala. "Rencana aku mau shalat, tapi ternyata palang merah datang bersambut," ucap wanita itu dengan kekehan kecil pada mulutnya.

Zayana menghembuskan napas lega. Ternyata masih ada orang yang dengan baik hati mau meminjamkan barang pada seseorang yang tidak dikenalinya sama sekali. "Oalah, saya pake sebentar yah Mba," pinta Zayana dengan senyum manis terukir di wajah.

Wanita ikut menampilkan seutas senyum. "Mangga Mba! Pake aja, oh iya nanti kalau cari aku ada di luar masjid yah," pesan wanita itu yang dibalas sebuah anggukan kecil pada kepala Zayana.

Zayana tersenyum lega, dan memeluk mukenah yang saat ini berada dalam genggaman tangan. Gerakan cepat untuk segera memakai dan ikut imam masjid yang sudah menyuruh untuk membenahi shaff--barisan dalam shalat.

Zayana dengan sangat khusyuk melakukan gerakan shalat, dengan mulut dan hati ikut membaca bacaan shalat yang dilakukan oleh imam di depan sana.

Kewajiban seorang umat muslim yang paling utama adalah shalat, dan tiang dari agama islam juga adalah shalat. Bahkan hal yang pertama kali dipertanyakan di alam barzakh atau saat hari kebangkitan, adalah shalat. Sudahkah kita semua membenahi itu?

Zayana menengadahkan tangan ke atas untuk berdoa setelah selesai shalat. Melafazkan doa kedua orangtua dan tak lupa juga doa dunia akhirat.

"Tuhan! Zay kesusahan untuk mencari tempat kerja, bahkan semua orang menganggap remeh dan berucap dengan kalimat menjatuhkan."

"Tuhan Zay mohon bantu untuk mendapatkan rezeki halal, apa pun itu pasti akan Zay lakukan dengan sangat senang hati."

Zayana memanjatkan doa kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Saat ini ia sangat lemah dan tidak berdaya sama sekali, dan harapan satu-satunya adalah menceritakan semua keluh kesah kepadaNya. "Tidak ada tempat terbaik untuk berkeluh kesah selain hanya kepada Mu," ucap Zayana dengan satu bulir meluruh pada pipi.