Bab 4
Joya mengetuk pintu ruangan Seno, anak tertua keluarga Kusuma.
"Masuk!" perintah Seno dengan suara tegas.
"Selamat pagi, Pak. Saya Joya, mahasiswa yang akan bekerja magang di sini," kata Joya sambil menyodorkan berkas lamarannya.
"Pagi, hmm, jangan panggil saya Pak, ya. Panggil saja Mas seperti karyawan lainnya!" perintah Seno sambil membaca berkas yang disodorkan Joya tadi.
Sekitar sepuluh menit Joya menunggu Seno selesai membaca berkasnya Joya.
"Baiklah, kamu bisa mulai bekerja sejak hari ini. Untuk sementara kami menggantikan asisten saya yang sedang cuti melahirkan," putus Seno sambil bersedekap.
"Baik, Pak. Jadi saya mulai bekerja sejak hari ini, ya?" tanya Joya sekali lagi.
Seno mengangguk lalu menunjuk pada meja kosong di sebelahnya. Joya beranjak menuju ke meja yang ditunjuk oleh Seno tadi. Namun, sampai di sana dia merasa bingung harus mengerjakan apa.
Sementara Seno telah sibuk dengan berkas dan komputer di depannya.
"Pak!" panggil Joya ragu.
Seno menoleh dengan kening berkerut, lalu seperti tersadar dengan sesuatu dia malah tertawa terbahak.
"Ha-ha-ha, maafkan saya. Kamu belum tahu harus mengerjakan apa, ya, kan?" tanya Seno masih sambil tertawa.
Joya mengangguk ikut tertawa kecil juga.
Seno berdiri lalu berjalan ke dekat meja Joya, di tangannya memegang setumpuk berkas yang diletakkan di depan Joya.
"Ini, kamu periksa berkas ini lalu masukkan ke komputer data-datanya. Kamu mengerti, kan?"
"Iya, Mas. Siap!" jawab Joya cepat.
Joya pun menerima berkas tersebut dan mulai mengerjakan tugas yang diberikan oleh Seno tadi.
_____
Sementara di tempat lain, Erik baru saja bangun dari tidurnya. Itu juga karena pintunya gak berhenti digedor-gedor oleh Helena, mamanya Erik.
"Erik, bangun dulu napa. Mama ada perlu penting banget ini?" teriak Helena dari balik pintu anaknya yang tak juga terbuka.
"Iya, Ma. Sebentar!" jawab Erik dengan suara serak khas suara orang yang baru bangun tidur.
Pintu pun dibuka oleh Erik, mamanya sedang berkacak pinggang di depan pintu kamarnya.
"Masya Allah, Erik. Ini sudah jam berapa? Kamu malah baru bangun. Katanya mau jadi pengusaha sukses. Bagaimana bisa dapat rezeki kalau kamu itu jam segini masih ngorok!" omel Helena.
"Ada apa, sih, Ma? Aku masih ngantuk nih!" tanya Erik tak menghiraukan omelan mamanya.
"Buruan mandi gih, berkas Papa ada yang ketinggalan. Kamu antarkan ke kantor papa ya!" jawab Helena.
"Ke kantor Papa? Duh, malas banget aku," keluhnya dalam hati.
"Cepetan, Erik. Kamu itu jadi cowok kok lelet amat, sih?!" keluh Helena. Di dorongnya tubuh Erik agar segera masuk ke dalam kamar mandi.
"Iya, iya, Ma. Jangan dorong-dorong aku!" teriak Erik kesal. Namun mamanya tak perduli, dia terus mendorong Erik sampai ke depan pintu kamar mandi.
Dengan kesal Erik pun masuk dan menutup pintu kamar mandi dengan kencang.
Helena hanya bisa mengurut dada melihat kelakuan anak bungsunya itu.
"Ini akibatnya kalau dia terlalu disayang papa dan mas-masnya sejak kecil. Jadi kolokan, gak ada dewasanya jadi cowok!" gerutu Helen sendirian.
"Nanti kalau sudah selesai, temui Mama di ruang depan, ya!" teriaknya pada Erik.
"Iya, bawel!" jawab Erik dari dalam kamar mandi.
Sambil menggeleng kesal, Helena kembali ke kamarnya untuk mengambil berkas yang dipesan suaminya untuk diantarkan ke kantor. Lalu dia menunggu Erik di ruang tengah.
Tak lama Erik muncul dengan wajah cemberut, Helena pura-pura tak melihat. Diberikannya berkas sambil berpesan agar jangan sampai ada yang tercecer di jalan.
Erik pun mengangguk lalu bersiap untuk pergi, tetapi Dayu--istri Seno--memanggil Erik.
"Ada apa, Mbak?" tanya Erik dengan ramah membuat Helena mendelik kesal.
"Ini, Mbak titip obat Mas Seno. Kepalanya pusing tadi pagi, obat untuk siang ini dia lupa bawa. Sekalian ini buat jajan kamu," kata Dayu seraya memberikan bingkisan obat dan dua lembar uang seratus ribu rupiah.
Wajah Erik langsung sumringah menerima pemberian kakak iparnya itu.
"Nah, kalau ada ongkirnya begini, aku pergi dengan sukarela," ucapnya lalu langsung kabur sebelum kena jewer Helen.
Dayu dan Helen hanya bisa tertawa melihat tingkah laku Erik yang masih seperti bocah itu
_____
"Assalamualaikum, Pa!" salam Erik setelah mengetuk pintu.
"Waalaikumsalam, masuk, Rik. Kebetulan Papa sudah mau rapat. Untung kamu cepat datang. Mana berkasnya?" berondong Heru dengan pertanyaan tanpa menoleh pada Erik.
Erik memberikan berkas yang diminta papanya, Heru menerima dan langsung memeriksanya. Barulah dia menoleh pada Erik sambil tersenyum.
"Terima kasih, Rik. Sekarang Papa harus ke ruang rapat. Kamu mau nunggu di sini atau pulang?" tanyanya sambil berjalan ke luar ruangan.
Erik menyamakan langkah dengan Heru, mereka berjalan beriringan menuju ke ruang rapat. Namun, Erik baru ingat sesuatu, jadi dia berhenti melangkah membuat Heru heran serta ikut berhenti.
"Ada apa?" tanya Heru pada anak ungsunya tersebut.
"Aku lupa. Tadi Mbak Dayu titip obat untuk Mas Seno. Aku ke ruangannya dulu ya, Pa!" jawab Erik sekaligus pamit pada papanya.
"Eh, tidak perlu. Lihat! Itu dia sedang menuju kemari bersama Masmu yang lainnya," kata Heru.
Erik melihat ke arah yang ditnjuk papanya, memang benar. Dia melihat ketiga masnya sedang berjalan bersama menuju ke arah mereka.
"Wah, ada apa ini, Pa? Sampai adik bungsu kita mau main ke kantor?" tanya Riko sambil melirik Erik yang langsung berubah masam wajahnya.
"Aku benci kalau kalian sudah bersama. Sukanya mem-bully aku aja?" rajuknya.
Mereka pun menertawakan sikap Erik yang kekanakan itu. Seno menepuk pundak Erik pelan.
"Mbak Dayu sudah menelepon Mas tadi. Kamu taruh saja obatnya di meja Mas, ya! Mas gak bawa tas, masa Mas ke ruangan rapat bawa-bawa obat," kata Seno kemudian.
"Oke, Mas. Setelah ini aku langsung pulang, ya!" balas Erik.
Merek mengangguk bersamaan membuat Erik terbahak.
"Luar biasa, kompak sekali!" katanya sambil berlalu.
Heru hanya menggeleng saja, lalu mengajak ketiga anaknya menuju ke ruang rapat. Begitulah, mereka sehari-harinya. Kompak dan saling membantu satu sama lain.
Erik yang sedang menuju ke ruangan Erik pun tiba di depan pintu Seno, masnya. Dia membuka pintu masnya tanpa mengetuk karena dia tahu kalau asisten Seno sedang cuti melahirkan.
Erik masuk dan dia kaget karena ada seorang gadis di ruamgan Seno. Gadis itu sedang berdiri membelakangi pintu karena sedang memasukkan berkas ke dalam lemari. Erik tak tahu kalau gadis itu adalah Joya.
Erik merasa kalau gadis itu adalah seorang pencuri, langsung saja dia menarik kedua tangan Joya yang disangkanya pencuri.
Joya berteriak kesakitan, dia tak menyangka akan diserang dari belakang seperti ini. Kedua tangannya disatukan di belakang tubuhnya oleh Erik.
Bersambung.