Chereads / Rumah Teh Ala Miranda / Chapter 2 - Pelanggan Lama dan Pelanggan Baru

Chapter 2 - Pelanggan Lama dan Pelanggan Baru

Setelah kedatangan sang ratu secara mengejutkan dan hasilnya sangat memuaskan, rumah teh milik Miranda sangat populer.

Bahkan lebih populer daripada restoran mewah di ibukota.

Walaupun sangat populer dan banyak orang ingin berkunjung ke sana, tetapi akses untuk pergi ke sana sangat sulit.

Sama halnya dengan pemandian air panas yang hanya bisa dikunjungi sesekali saja, rumah teh ini juga dikunjungi sesekali saja.

Itulah kenapa pengunjung di rumah teh tersebut tidak serame itu.

"Boss!!" seru seseorang membuat Miranda yang sibuk baca koran langsung menurunkan begitu ia terpanggil.

"Persediaan susu sudah mulai habis. Apakah-"

"Langsung aja beli," balas Miranda, kemudian ia membaca koran lagi.

"Boss!!"

"Apa?"

"Apa bos turuti saja perkataan Ratu kemarin? Kita bisa mendapatkan keuntungan lebih-"

"Ogah!! Aku tidak mau tema rumah tehku langsung hancur karena banyak pengunjung," balas Miranda menolak mentah-mentah.

"Lagian aku suka suasana seperti ini. Seperti minuman teh yang selalu menenangkan jiwa dan raga," ucapnya menjelaskan tujuannya kepada anak buahnya.

"Betul, Marco. Kamu ingat, bukan kalau tujuan rumah teh ini untuk apa?" tanya seorang wanita berusia 40-an datang menghampiri mereka berdua.

Lelaki sepuh itu hanya bisa menghela nafas panjang saja. "Aku tau, kok. Megan."

Tiba-tiba seorang pengunjung pertama datang  dan mereka bertiga langsung kembali ke tugas.

"Mau pesan apa, nona muda?" tanya Megan langsung menghampiri begitu seorang wanita muda menemukan tempat duduk.

"Ini pertama kalinya saya datang ke sini... Apakah anda bisa merekomendasikan minuman yang bisa terjaga tidur? Aku sedang membuat naskah novel sampai malam."

Megan tersenyum sumringah seakan-akan dia tau solusinya. " Baiklah... Saya permisi dulu, nona muda.

Megan menghampiri Miranda yang sedang membaca koran dan berkata. " Dia bilang kalau dia sedang mengerjakan naskah novel."

"Naskah novel?" Megan mengangguk.

"Tampaknya dia seorang novelis," bisiknya dan mereka berdua menoleh ke gadis muda itu.

Miranda mengangguk dan langsung membuatkan teh untuk dia. " Apakah ini pertama kali baginya?"

"Iya. Ini pertama kali katanya," Miranda mengangguk dan dengan cepatnya dia menyerahkan pesanan kepada Megan.

Megan langsung mengambil dan berjalan menghampiri gadis muda itu.

"Ini pesanan anda, nona. Namanya adalah Teh  Chamomile. Teh ini sebagai pengganti kopi. Anda bisa terjaga tidur selama anda mengerjakan naskahnya."

"Teh Chamomile? Terima kasih banyak," ucap gadis itu dan mencicipi teh buatan Miranda.

"Ini benar-benar enak. Pantas saja Ratu Julia sangat menyukai tempat ini."

"Terima kasih atas pujiannya. Kalau begitu saya permisi dulu," ucap Megan undur diri dan kembali ke tempat Miranda.

"Dia suka..." jawab Megan setelah ia kembali dari pelanggan baru itu.

"Baguslah..."

"Ngomong-ngomong.... Kemana Derren?" tanya Miranda yang baru menyadari sesuatu.

Megan menghela nafas panjang. " Biasa... Dia sedang berurusan dengan 'kemampuannya'."

Seketika ekspresi Miranda berubah. " Dia masih belum menguasai tahap 3? Aku kira dia mau mempersiapkan ujiannya?" tanya Miranda tidak percaya.

"Yah begitulah... Sebentar lagi dia akan tiba," bersamaan itu datanglah pengunjung lain.

"Selamat pagi, Tuan Brooke. Mau pesan seperti biasa?" tanya Miranda langsung.

"Ternyata kamu, Nona Forst. Tentu saja seperti biasa."

Miranda langsung sigap membuatkan teh kepada pria tersebut. Tidak lama, Miranda secara langsung menyerahkan secangkir Teh Jasmine kepada tuan Brooke.

"Bagaimana dengan bisnismu, Tuan Brooke?"

"Hahaha... Kau seperti biasanya, ya. Kamu selalu memulai percakapan dengan perihal bisnis," Bianca langsung menaikkan kedua bahunya.

"Bisnisku semuanya lancar, bahkan Grand Duke sangat positif untuk memulai bisnis kerja sama denganku."

"Ooh... Benarkah? Aku dengan Grand Duke itu orangnya sangat susah untuk bekerja sama dengan partner bisnis lain," balas Miranda sedikit terkejut dengan berita baik dari Tuan Brooke.

"Benar katamu. Grand Duke sangat susah untuk bekerja sama dengan orang lain, tetapi berkatmu, Grand Duke secara langsung suka dan mau bekerja sama dengan bisnisku. Terima kasih banyak, Nona Forst."

Miranda membalas dengan senyuman. " Saya hanya membantu anda yang kesusahan, Tuan Forst."

Tanpa sengaja ia melihat gadis muda tadi sedang mengalami kesusahan.

"Sepertinya dia sedang dalam kesusahan..." Miranda melirik ke arah Tuan Brooke, begitupun juga Tuan Brooke.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Tuan Brooke," pamitnya dan langsung berjalan menghampiri gadis muda itu.

"Tampaknya anda kesusahan, nona muda?" gadis yang sedang fokus itu langsung terkejut bukan main dan langsung menoleh ke arah Miranda di sebelahnya.

"Oh... Apakah saya membuat anda kaget? Maafkan saya, nona."

"B-bukan masalah kok. S-saya saking fokusnya jadi mudah kagetnya."

"Kalau begitu.... Apakah saya bisa bantu? Tampaknya anda kesusahan," gadis muda itu menggelengkan kepalanya lemah.

"T-tidak apa-apa... Ini hanya hal sepele saja."

Gadis itu kembali melanjutkan aktivitasnya, sementara Miranda diam-diam memperhatikan gerak-gerik gadis muda itu.

"Aduuhh.... Kenapa otakku tidak bekerja sih?!" akhirnya dia menyerah dan menghela nafas panjang.

Ia melirik ke sebelahnya dan menyadari kalau Miranda sedang membersihkan meja yabg tidak jauh darinya.

Apakah aku minta bantuan kepadanya? batinnya.

Selama beberapa menit, ia memikirkan dengan keras, akhirnya gadis itu memanggilnya.

"P-permisi..." Miranda langsung menoleh ke arah gadis itu dan menghampirinya.

"Ada yang bisa saya bantu?" Gadis itu justru menggaruk pipinya yang tidak gatal. Ia bingung harus meminta bantuan apa.

"A-anu... B-bisakah anda membaca hasil karya saya. S-saya sedang mengerjakan karya pertama saya dan s-saya bingung banget harus menulis seperti apa kelanjutannya."

Miranda mengangguk dan ia mengambil naskah gadis itu secara permisi. Ia membaca setiap kata dan kalimat yang gadis muda itu tulis.

"I-itu masih bagian kasarnya..." jelasnya saat Miranda membaca naskah novel dengan serius.

"Bagus... Struktur kata dan kalimatnya rapi. Apakah novel anda ber-genre romantis?" gadis itu mengangguk.

"Seorang raja hebat dikutuk oleh penyihir karena keserakahan dia. Untuk melepaskan kutukannya, dia harus mencari wanita bermata merah ruby sebagai jaminan.... Ia mencari segala penjuru dunia, tetapi dia tidak menemukannya, hingga ia bertemu dengan seorang perpustakaan wanita yang memiliki warna mata yabg sama dengan perkataan penyihir itu...."

Miranda tersenyum mengerti. " Aku bingung dengan bagian konflik hingga akhirnya... Apakah kamu bisa memberikan ide?"

Akhirnya Miranda menjawab, " Bagaimana kalau wanita bermata merah itu adalah penyihir yang dia kutuk?"

"Maksudnya?" ujar gadis itu semakin bingung. Kenapa dia berpikir seperti itu.

Miranda menjelaskan pikirannya kepada gadis itu dan setelah itu dia menujukkan ekspresi senang karena akhirnya ia menemukan inspirasinya.

"I-itu sangat.... Menakjubkan. Aku akan menulisnya dengan segera, terima kasih banyak!!" gadis itu langsung mengerjakan tugasnya dengan semangat.

Miranda tersenyum senang dan kembali ke tempatnya. " Tampaknya kamu menyelesaikan maslaah dengan cepat. Sudah aku duga," ucap Tuan Brooke tiba-tiba sambil menikmati Teh Melati buatan Miranda.

Miranda berkata, " Saya senang kalau orang-orang bisa menemukan masalahnya."